• Healer

37.8K 3.9K 314
                                    

Happy Reading ❤

***

Aku membutuhkanmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku membutuhkanmu.
Karena setiap luka tak akan mampu sembuh dengan sendirinya.

***

Now Playing:
🎶 Taeyeon - Fine 🎶

***




"Ssstt! Kamu jangan nangis terus, nanti om jahat denger," Aurora terus menenangkan Rahma dengan mengusap-usap punggungnya. Mama sering melakukan itu jika dia menangis karena jatuh, dan Aurora akan merasa tenang.

"Tapi takut, kak," Rahma mencicit disertai suara tangisan tertahan yang membuat pipi gembil anak itu menjadi merah dan basah. Aurora segera mengusapnya.

"Nggak usah takut, kan ada Kak Rora. Kita pasti keluar dari tempat ini. Papa Rora orangnya kuat loh, nanti dia bakal pukulin om jahat."

"Kayak om jahat pukulin Maya?" pertanyaan polos Rahma membuat dada Aurora sesak. Dua hari lalu ruangan pengap dan kotor ini berisi tiga orang. Namanya Maya. Dia anak yang imut dan paling cantik yang pernah Aurora temui. Lalu kemarin pria bertubuh tinggi bercodet datang dengan sempoyongan sambil membawa kayu balok. Berteriak-teriak dengan kasar dan menyeret Maya, memukuli tubuh kecil itu dengan kayu balok. Jeritan-jeritan pilu Maya terdengar mengerikan bagi Aurora. Darah dimana-mana. Maya diseret keluar dan tidak pernah kembali lagi.

"Kayak power rangers kalau lagi berantem sama monster." Aurora memeluk Rahma erat sekali. Bukan. Bukan untuk menenangkan anak berambut pendek itu, melainkan untuk menenangkan ketakutannya sendiri. Tanpa sadar air matanya menetes, lalu Aurora tersengguk pelan.

"Kak Rora, jangan nangis. Katanya kita bakal keluar dari sini sebentar lagi."

Aurora tersenyum getir. Lihatlah, anak lima tahun sedang menenangkan dirinya yang berumur enam tahun.

BRAKH!

Pintu kayu itu terbuka keras sehingga mengagetkan dua anak yang sedang berpelukan. Aurora semakin mengeratkan pelukannya ketika merasakan tubuh Rahma bergetar ketakutan. Walaupun dirinya juga amat sangat panik ketika mata pria besar itu menatapnya.

"Wow wow wow. Pemandangan apa ini? Manis sekali." Pria berkaus hitam itu meletakkan jerigen putih lalu jongkok mengamati dua anak yang tampak seperti kucing baru lahir. Senyuman seramnya tersungging miring saling menatap dengan Aurora.

"Bocah pemberani." Pria itu mengelus pipi Aurora. Mengamatinya lama sekali lalu terkekeh dengan suara aneh.

"Jangan sakiti kami," suara lirih Aurora terdengar bagai dentingan piano di telinga pria itu.

"Siapa? Aku? Duh duhh, kita akan bersenang-senang." Tiba-tiba saja pelukannya terlepas paksa karena pria itu menarik tubuh kecil Rahma.

"Kak Roraaa!" Rahma berteriak histeris. Tangan kecilnya meraih-raih udara.

Unconditionally ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang