If The World Was Ending

1.3K 78 2
                                    

Written by PikZie

❤️❤️❤️



24 Mei...

Tepat 4 tahun sejak kejadian mengerikan itu. Dan kini di tempat yang sama. Sesosok gadis berdiri dengan biola di tangannya. Gaun putihnya berkibar tertiup angin.

Dia Emily...

Si gadis kecil yang dulunya mati-matian bertahan hidup di tengah dunia hingar bingar. Namun kini ia adalah gadis dewasa. Bukan lagi gadis kecil lemah itu.

Bulu mata lentiknya mengerjap.

Perlahan ia mengangkat biolanya. Memposisikan di bahu kiri kemudian memainkan nada yang sama seperti 6 tahun silam. Nada itu...

Baik dulu ataupun sekarang, masih tetap sama bagi Emily. Kutukan.

Ia tak pernah peduli mengenai rumor dirinya yang menyebar luas. Tentang ia yang mereka sebut sebagai violist bisu atau ia yang memiliki kekuatan supranatural di balik biolanya.

Emily terus memainkan alunan merdu menyayat hati itu dengan penuh penghayatan. Mengabaikan separuh jiwanya yang terombang-ambing di tengah lautan. Matanya menyorot kosong arus air yang kian deras.

Emily memejamkan matanya erat. Menggenggam biolanya kuat-kuat hingga tangannya bergetar.

Di mercusuar ini..

Kisah tragis itu berawal.

Dan di tempat ini juga semuanya harus berakhir.

🎻🎻🎻

"Dulu ataupun sekarang kau itu sama saja. Merepotkan."

Emily memainkan tautan jemarinya sambil terus menunduk. Tak berani memandang Juan yang di landa emosi. Pria itu sungguh mengerikan ketika marah. Emily kadang berpikir kata-kata yang terlontar dari mulut Juan bisa meremukkan tulang punggungnya yang kaku sepanjang atmosfer tegang yang dirasakan olehnya.

"Aku tidak selalu bisa melindungimu. Ada kalanya kau harus melindungi dirimu sendiri. Jangan terus bergantung padaku," geram Juan. Emosi dalam dirinya membludak ketika dilihatnya Emily hanya membisu sejak tadi.

Dalam hati, Emily mencibir. Jangan terus bergantung katanya? Sejak awal bukankah Juan sendiri yang menawarkan menjadi tamengnya.

Lagi pula hanya masalah kecil. Kenapa harus di permasalahkan panjang lebar seperti ini. Dan kalau ada yang sepatutnya disalahkan, itu preman jalanan sialan bukan Emily. Salah preman itu yang mencegatnya. Memaksa merampas barang-barangnya.

Malam itu Emily yang di serang panik langsung menghubungi Juan. Sayangnya berkali-kali ia mencoba, nomor Juan tidak aktif. Ia ketakutan. Posisinya kian tersudut ketika dua orang preman itu terus mendekat. Ia berusaha melawan, memukulkan biolanya sekuat tenaga ke arah salah satu preman dengan tubuh tinggi besar di depannya. Hasilnya? Emily tertawa miris. Biolanya patah. Dan si preman hanya sedikit meringis, sama sekali tidak kesakitan untuk waktu yang lama.

Emily babak belur malam itu disiksa preman yang berpostur tubuh lebih kecil. Sial. Emily terlalu meremehkannya. Terparahnya ia bisa saja mati jika seseorang berhoodie hitam yang tiba-tiba datang tidak menyelamatkannya. Mengantarnya kembali ke pelukan Juan.

"Mulai sekarang tidak ada kursus biola malam-malam. Dan.." Juan melirik Emily yang kini mendongak. "Kau hanya diijinkan berlatih di rumah. Tidak boleh lagi berlatih bersama Evan."

Emily berniat protes namun tatapan mata Juan yang menghujaminya dengan sorot tajam membuat nyalinya menciut. Keberaniannya menguar begitu saja. Dengan segera ia bangkit, beranjak pergi dari ruang tamu.

A Thousand WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang