Seven

763 78 28
                                    

     Mobil yang dikendarai Boun melaju dengan perlahan melewati jalanan kota Bangkok. Tujuannya tidak lain adalah kantor bosnya. Mean Phiravich, bos dirinya meminta untuk membawa suami mungilnya keperusahaan.

   "Maafkan aku tadi lancang Tuan Muda..." Ujar Boun tidak enak karena bercerita tentang mantan kekasihnya yang saat ini menjadi teman majikannya.

    Plan menggelengkan kepalanya cepat, "Tidak. Kenapa lancang? Tidak ada yang lancang. Aku baik-baik saja. Kau boleh bercerita padaku Boun!"

    "Tidak Tuan Muda, itu sangat tidak profesional. Lagipula, saat ini Pre— Tuan Muda Prem dan Tuan Muda berteman." Ujar Boun masih menyetir mobil.

     "Apa salahnya sih? Begini Boun, tidak ada yang salah jika kau ingin bercerita padaku. Bukankah kita sudah membicarakan hal ini?" Ujar Plan mencoba meyakinkan Boun.

    "Tidak Tuan Muda, maafkan aku sekali lagi. Tetapi semua hanya masa lalu. Tidak ada yang perlu diungkit lagi. Tuan Muda Prem sudah bahagia, saya pun sudah menjalani hidup saya sendiri. Tapi, terima kasih banyak Tuan Muda," jawab Boun bersungguh-sungguh.

    Plan menghela nafasnya, jika Boun sudah mengatakan tidak. Bukan berarti Plan bisa memaksanya bukan?  Lagipula, Plan dengan Prem pun belum terlalu dekat. Plan merasa tidak baik jika terus bertanya pada Boun.

   Mungkin suatu saat Boun atau Prem akan bercerita padanya bukan?

    "Baiklah jika itu maumu..." Plan pun terdiam dan menyambungkan kalimatnya, "Hei Boun. Aku tidak pernah bertanya ini kan padamu? Emmm— menurutmu Bagaimana mantan kekasih Mean, Kewpla?"

    Boun melirik ke arah kaca spion tengah, melihat sedikit ekspresi tuan mudanya yang ragu menanyakan perihal mantan kekasih suaminya tersebut. Boun merasa ekspresi Tuan Mudanya tersebut mengatakan bahwa dia mulai jatuh cinta dengan Bossnya.

   Tetapi entah mengapa Boun merasa tidak ingin Tuan Mudanya menyukai Bossnya tersebut. Bukan, bukan karena Boun menyukai Plan.. Hanya saja....

    "Hei Boun?"

    "Oh! ya Tuan, Nona Kewpla? Nona Kewpla baik, dia sangat baik." Jawab Boun singkat.

      Plan menyipitkan matanya curiga, "hmm... Sepertinya ada yang kau sembunyikan". Tetapi Plan menggidikan bahunya, "Baiklah jika kau tidak mau bercerita tentang perempuan itu,"

     Boun tidak membalas perkataan Tuan Mudanya. Ia hanya tidak ingin terjadi pertengkaran antara Tuan Mudanya dengan Boss. Meskipun Boun sudah tahu bagaimana akhirnya mereka menikah, tetap saj— rasanya tidak etis jika dia terlalu ikut campur.

    Boun hanyalah bodyguard dan supir. Dia harus profesional dalam pekerjaannya. Ia melirik kembali ke arah kaca mobilnya. Tuan mudanya hanya menatap ke arah jalan tanpa ekspresi.

     Pria mungil itu menopang dagunya dan Boun dapat mendengar suara helaan nafasnya. 

    Apa pilihan Boun sudah benar?

.
.
.
Untied Me
.
.
.


    Mean melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya. Sudah berapa lama dirinya duduk di depan meja kerja? Pekerjaannya begitu menumpuk sedari tadi. Meskipun dia dibantu oleh asistennya, tetap saja rasanya melelahkan.

  Mean menatap ke arah jam dinding dan waktu sudah menunjukan waktu istirahat kantornya. Mean bisa saja istirahat kapanpun tetapi dia dapat mencontohkan yang tidak baik pada bawahannya.  Dia pun mengambil telepon kantor dan menekan nomor asistennya.

Untied Me | MeanPlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang