LET'S START AGAIN

290 45 32
                                    

TITLE : DEUCE

AUTHOR : ANYA

WARNING : BOYLOVE/ROMANCE

DON'T PLAGIAT/ INSPIRATION, ETC

PS : Untuk yang suka dengan musik klasik, terutama piano. Bisa searching di google ^^

.

.

THE ART CENTER, MELBOURNE

Dibawah tatapan penasaran mata ratusan pengunjung konser dan juga media yang sengaja datang untuk meliput kembalinya pianist muda berbakat, Marcus Stewart yang tampil sangat memukau setelah 2 tahun menghilang dari dunia music klasik. Dengan senyum tipis dibibirnya, Max yang membawa sebuket bunga mawar merah langsung menghampiri pianist yang sedang menjawab beberapa sapaan fansnya itu.

"Kau hebat sekali, anak bandel. Jenius!" seru Max bangga dengan nada menggoda seraya merengkuh hangat Marcus yang sontak tertawa riang masuk dalam pelukannya. "Love you, Mio Caro. More and more every time...." bisiknya lembut sebelum melumat bibir sensual sosok ramping yang tanpa ragu balas memeluknya kuat.

Ciuman itu terasa manis dan seringan bulu tapi berhasil membuat tubuh Marcus gemetar hebat. Jantungnya berdebar kencang. Untuk sesaat, dia bahkan lupa Max sedang memeluknya intim ditengah ballroom yang masih dipenuhi orang. Dari jarak sedekat ini, Marcus bukan hanya bisa mencium aroma sitrus yang menguar dari tubuh jangkung pria tampan yang selalu mampu mengacaukan perasaannya, tapi juga melihat Max benar-benar mencintainya.

Dalam dekapan hangat Max yang selalu membuatnya merasa sangat dilindungi, tiba-tiba saja Marcus merasa semua kesedihan, keputus-asaan dan airmata yang pernah membasahi pipinya hanya mimpi bodoh yang seharusnya tidak pernah terjadi.

"Love you, Max dan tentu saja aku ini hebat,"

Untuk menutupi kegugupannya setelah ciuman pertama mereka didepan umum, Marcus tersenyum angkuh dan menggandeng manja lengan kekar Max sambil menghirup kuat aroma harum bunga mawar dalam pelukannya. "Kau sedang malu!" Tuduhan tajam Max itu tidak disanggah Marcus yang malah mengangguk cepat dengan cengiran kecil.

Kejujuran itu mendorong Max mengulum senyum lebarnya dan mempererat pelukannya pada si bandel yang membuatnya hampir gila karena pergi disaat hubungan mereka sedang terjalin serius. "Tapi, aku tidak." Dengan acuh, Max mengecup lagi bibir Marcus yang sontak terkesiap, mungkin tidak menyangka dia akan bertindak sefrontal ini. "Aku senang karena sekarang semua orang tahu jika pianist berbakat ini milikku!" seru Max tegas, mengabaikan semua tatapan spekulasi yang sedang tertuju pada mereka.

"Kau lihat semua penonton dan kritikus itu?"

Dengan dagunya Marcus menunjuk kearah sekumpulan orang yang sedang sibuk bicara dan sesekali menatap kearahnya. Berusaha mengalihkan topic dan menahan debaran menggila yang membuatnya ingin menenggelamkan wajahnya didada bidang Max yang terlihat begitu tenang. "Aku yakin sebagian dari mereka datang untuk menertawakanku. Tapi, aku sudah membuktikan jika mereka salah dan aku akan tetap jadi pianist terbaik!" serunya pongah dengan ekspresi nakal sebelum menyeringai licik.

Mendengar kesombongan yang sangat familiar itu, Max hanya memutar malas bola matanya sebelum mengusak sayang rambut ikal sosok angkuh yang dicintainya. "Bisa kulihat mereka sangat terkejut dan tak lama lagi kau akan muncul di headline semua media. The Face kembali dan langsung menggebrak dunia music!" Dengan senyum tipis dibibirnya Max mengangguk pada beberapa orang yang dikenalnya sambil merengkuh si bandel yang akan selalu menjadi sumber tekad dan kekuatannya keluar dari gedung pertunjukan.

"Kata-katamu berlebihan, Max." Protes Marcus cepat, sedikit pun tidak tulus. "Tapi aku memang pantas untuk pujian itu." Pianist muda itu sontak menyunggingkan senyum lebar saat petenis tampan yang sedang memeluknya mendengus kecil, seperti sedang menahan tawa sebelum mengecup lama pipinya yang sudah memanas.

DEUCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang