Suara hujan membuatku terjaga sejak pukul lima pagi. Sekarang pukul tujuh kurang sepuluh menit dan hujan tak kunjung reda. Untunglah tidak disertai petir dan badai, hanya saja.. beberapa atap dirumahku bocor.
"Dimana lagi atap yang bocor? Ini sudah ember ketiga, huh." Kataku kesal. Pasalnya, aku rasa baru beberapa minggu yang lalu aku memanggil tukang reparasi untuk memperbaiki atap yang bocor. Ya walaupun kali ini bocornya ditempat yang berbeda. Tetap saja menyebalkan.
Sepeetinya hujannya akan berlangsung lebih lama dan aku tidak bisa membiarkan kebocoran ini terus berlanjut. Secepat mungkin aku mengambil ponsel dan menelpon tukang reparasi.
"Halo, selamat pagi. Ada sedikit masalah dengan atap rumahku, apa anda bisa membantu saya memperbaikinya?" Sesekali aku memperhatikan tetesan air yang terjatuh dari atap.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi hari ini kami sedang tidak melayani reparasi karena beberapa alasan. Mohon pengertiannya." Balasan dari seberang sana membuat bahuku merosot.
"Ah.. begitu ya. Baik, terima kasih.. maaf mengganggu." Aku pun memutuskan panggilannya.
Aku berpikir sejenak, kepada siapa aku harus meminta bantuan? Aina? Jangan harap dia mau membantu saat cuaca sedang mendukung untuk bermalas-malasan dikasur seperti ini. Hikari? Apa harus kucoba dulu? Baiklah..
Sekitar 5 detik setelah aku menghubungkan panggilan, suara Hikari langsung mengisi pendengaranku.
"Yukino, ada apa menelpon pagi-pagi begini?" Kurasa Hikari baru saja bangun tidur, karena suaranya yang sedikit serak.
Untuk memastikannya, aku pun mengajukan pertanyaan. "Baru bangun tidur ya?"
"Hmm.. yaa.. kurasa kau sudah tau jawabannya.. hoaam..."
"Ya sudah, lanjutkan saja tidurmu. Aku hanya ingin memastikan kalau kau dalam keadaan baik-baik saja. Dan dari caramu berbicara aku sudah cukup mengerti."
"Dasar aneh.. sudah ya, aku ingin melanjutkan hibernasiku. Bye."
"Kau―"
Tut.. tut..
"Yang benar saja!? Dia memutuskan panggilan sebelum aku membalasnya!?" Aku menghela nafas kasar. Lalu sekarang bagaimana? Mungkin aku bisa mengatasinya untuk beberapa menit kedepan. Tapi kalau hujannya tetap lebat seperti ini, bisa-bisa rumahku digenangi air.
Aku mulai memutar otak. Apa benar-benar tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan? Temanku.. kurasa temanku hanya Aina dan Hikari. Maksudku sahabatku.
Tiba-tiba aku teringan kertas semalam. Kertas yang bertuliskan sebuah kalimat dan nomor telepon. Aku pun menghampiri jaket tersebut dan merogoh sakunya.
Tanganku yang lain mulai ngeotak-atik ponsel, membuka ikon kontak dan menambahkan kontak baru.
Setelahnya aku malah jadi ragu.. apakah tidak masalah kalau aku meminta bantuannya? Tapi melihat keadaan rumah yang semakin kacau, aku pun membulatkan tekad. "Aku tidak akan tau sebelum aku mencobanya." Detik berikutnya aku menekan tombol hijau dilayar; memanggil.
"Halo?" Sapa seseorang diseberang sana.
"H-halo Hayato, maaf menganggu waktumu." Balasku gugup.
"Oh, Yukino? Ada apa?" Wow! Dia langsung mengenaliku hanya dari suara? Hebat.
"Umm.. a-aku membutuhkan bantuanmu."
"Katakan, apa yang bisa kubantu?"
"Jadi.. atap rumahku bocor, aku sudah mencoba menghubungi tukang reparasi tapi ternyata mereka libur hari ini. Kurasa, jika atapnya tidak segera diperbaiki.. rumahku akan.. tergenang mungkin?" Aku pun masih menimang-nimang kemungkinan yang akan terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paint My Heart (On hold)
Fanfiction"Jadi, Yukino.. apa kau mau berkencan denganku?" Hayato meraih tangan Yukino dan menggenggamnya. Gugup. Yukino bingung harus menjawab seperti apa? Dalam hatinya sudah meledak-ledak, bahkan wajahnya sudah mulai merah padam. "Aku... Tidak bisa.." Vers...