🍓6🍓

12 3 0
                                    

"Yukino.. ini pacarmu ya?" Tanya ibuku. Aku dapat melihat reaksi terkejut Hayato melalui ekor mataku.

"Ibu.. sudah kubilang dia temanku." Kemudian kubawa ibu masuk, khawatir jika semakin lama disini beliau akan semakin melantur.

"Maaf ayah, ibu, rumahku berantakan. Tadi pagi atapnya bocor." Kataku sembari menyingkirkan beberapa barang yang tidak pada tempatnya.

"Memangnya tidak memanggil tukang reparasi?" Tanya ayahku yang sudah berada di sofa bersama Hayato.

"Aku sudah menghubunginya, tapi hari ini mereka tidak bisa." Jawabku. Dengan cekatan aku membantu ibu membawa barang bawaannya menuju dapur.

"Jadi atapnya masih belum diperbaiki?" Selalu saja, ayahku akan menanyakan suatu hal sampai rasa penasarannya terjawab.

"Sudah, Hayato yang membantuku."

"Oh, benarkah? Kau seperti menantu idaman." Ayahku menepuk pundak Hayato yang berada di sebelahnya sambil tertawa.

"Ayah.. jangan seperti itu.." Kataku malu. Padahal ini kali pertaman ia bertemu dengan Hayato. Tapi sudah merasa akrab begitu.

"Kalian sudah makan siang?" Tanya ibuku.

"Belum bu." Jawabku singkat. Perutku juga sudah mulai keroncongan rupanya.

"Biar ibu buatkan makanan. Hayato, kau tidak buru-buru kan? Ikut makan bersama ya?"

"Bukan kah saya merepotkan?" Ucap Hayato canggung.

"Santai saja. Anggap saja keluarga sendiri. Iya kan, Yukino?" Ayahku memang usil sekali. Kenapa malah membawaku sih? "Iya ayahku.." Sahutku pasrah.

Kegiatan masak-memasak ibu dan aku memakan waktu sekitar 30 menit. Kini semua hidangan yang kami buat sudah tersusun rapih dimeja makan. Kami pun mulai menyantapnya.

"Kau tahu Hayato, Yukino ini pandai memasak, loh. Sejak umur 10 tahun dia sering menggangguku didapur." Ibuku bercerita sambil tertawa mengingat kejadian masa lalu.

"Ibu.. aku bukan mengganggu, tapi membantu!" Protesku yang membuat semua orang dimeja makan tertawa.

"Bagaimana rasa masakannya?" Tanya ibuku. Ayahku yang mendengarnya langsung menjawab, "Tentu saja enak! Kapan masakan istriku tidak enak?". Kemudian ayahku menyuap suapan terakhirnya.

"Aku bukan bertanya padamu, tapi Hayato. Kau selalu mengatakan itu setiap hari." Benar, ayahku akan selalu mengatakan hal itu dan memang kenyataannya masakan ibu sangat lezat.

"Enak! Ini sangat lezat! Boleh tambah sayurnya tidak?." Hayato menyodorkan piringnya.

"Oh, tentu. Sini biar ibu ambilkan." Dengan antusias ibuku meraih centong sayur dan menuangkannya pada piring Hayato.

***


Selesai makan, kami berbincang ringan namun terkesan sedang di'introgasi' bagi aku dan Hayato. Alasannya, tentu saja karena pertanyaan yang terus diajukan oleh kedua orang tuaku.

"Kalian benar-benar tidak berpacaran?" Tanya ibuku, entah apa tujuannya menanyakan hal itu.

"Tidak ibu.. kenapa tidak percaya sih?" Jawabku yang sebenarnya cukup risih dengan pembahasan ini.

"Ah sayang sekali. Padahal kami harap kalian memiliki hubungan." Ibuku yang sedari tadi antusias tiba-tiba menjadi kecewa.

"Omong-omong, apa kegiatanmu?" Kali ini ayahku yang mengajukan pertanyaan untuk Hayato.

"Saya kuliah, sepertinya di tahun yang sama dengan Yukino. Tapi sudah setengah tahun ini saya membantu ayah saya mengurus perusahaannya." Jawab Hayato sopan.

Paint My Heart (On hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang