Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
—
Jaemin melangkahkan kakinya mendekat pada salah satu lemari besar krematorium, meletakkan bunga lavender, bunga favorit seseorang yang sedang tersenyum dalam bingkai foto yang diletakkan didekat guci abu, ini sudah ia lakukan selama tiga tahun belakangan ini. Senyum tipis Jaemin terukir memandang lekat bingkai foto dihadapannya. Dia merindukannya.
"Aku rindu kamu." ucapnya masih menatap lekat bingkai foto tersebut.
"Kamu apa kabar disana? Aku disini gak baik-baik aja. Setelah kamu pergi." lanjutnya.
Jaemin menghela napasnya sebelum kembali membuka suara. Sekarang pandangannya beralih pada papan kecil yang mengukir nama seseorang tepat didepan guci abu tersebut.
"Kim Raina, aku rasa ini hukuman terberat aku karena udah cuek sama kamu selama dua setengah tahun. Tapi Rain, ini berat banget buat aku jalanin selama tiga tahun aku hidup, tanpa kamu, tanpa sapaan ceria yang keluar dari mulut kamu, tanpa panggilan unik yang sering kamu sebut saat manggil aku.
Aku bener-bener gak kuat, rasanya aku mau nyusul kamu aja gitu, tapi aku takut kamu marah besar. Ya udah pasti sih kamu marah, bahkan mungkin nanti kamu ngusir aku gitu aja." Jaemin tertawa kecil membayangkannya.
"Oh iya, dibalik rapuhnya aku tanpa kamu, aku juga nurutin apa kata kamu waktu kamu masih ada di samping aku. Tetap bersinar, menjadi Jaemin yang seperti biasanya dan menggapai cita-cita aku. Minggu depan aku koas di Rumah Sakit tempat terakhir kita ketemu, aku bakal jadi Dokter bedah disana, ya walaupun masih koas tapi aku bangga. Ini juga berkat kamu, aku yakin pasti kamu bantu aku dengan doa kan dari sana? Makasih Rain."
Tangan Jaemin terulur, mengusap papan nama bertuliskan nama Kim Raina dan juga guci abu yang berisi abu gadis itu. Dia merindukannya, sangat merindukannya, bahkan sampai detik ini tidak ada yang bisa menggantikan Raina di hatinya.
"Aku pergi dulu. Aku sayang kamu." Jaemin tersenyum sebentar lalu memutar haluan melangkah keluar krematorium.
Ya beginilah keseharian seorang Na Jaemin setelah ditinggal pergi Raina dengan segala rasa penyesalan yang hinggap didirinya. Jaemin sering menghabiskan waktu pekannya di krematorium, bercerita banyak tentang hidup yang ia jalani pada guci abu Raina, kadang juga sebelum ia berangkat ke kampus Jaemin sering menyempatkan diri kesana hanya untuk berpamitan pada gadis-nya.
Mobil Jaemin melaju dengan kecepatan standar, tujuannya sekarang adalah ke cafe milik Renjun karena tadi dia mendapat pesan dari Haechan yang memintanya ikut bergabung dalam acara reuni kecil mereka dan dengan senang hati Jaemin menerima ajakan temannya itu, lagipula hari ini dia tidak ada kegiatan apapun selain merebahkan diri dikasur apartemennya.
Dengan style casual ala Dokter muda Jaemin melangkah memasuki cafe, disana sudah ada Minju, Ryujin, Jeno, Haechan dan tentunya pemilik cafe itu sendiri. Haechan yang menyadari kedatangan Jaemin langsung melambaikan tangannya, menepuk kursi kosong yang berada disebelahnya seakan menyuruh Jaemin duduk disana.
"Aduh Dokter kita ini, udah lama gue gak ketemu lo. Apa kabar?" celetuk Ryujin bertanya saat Jaemin sudah duduk.
"Ya seperti biasa," jawab Jaemin datar.
"Udah tiga tahun, Jae. Lo masih gak bisa ikhlasin diapergi?" tanya Minju.
"Gak ada niatan nyari yang lain? Jeno aja bisa, bahkan mau tunangan tuh sama Ryujin." timpal Haechan.
Ya, Jeno dan Ryujin menjalin hubungan setahun setelah kepergian Raina. Awalnya mereka hanya sebagai teman cerita saja, Ryujin juga kadang menjadi penasihat Jeno saat laki-laki itu kembali mengingat Raina, cinta pertamanya. Namun seiring waktu berjalan Jeno dapat melupakan Raina dan jatuh hati pada Ryujin.
"Gue sama Jeno beda." jawab Jaemin.
"Beda gimana? Kan sama sama suka Raina dulu." kali ini Renjun buka suara.
Jaemin menggeleng pelan, "kita emang sama sama suka Rain, tapi yang bikin beda sikap Rain ke kita. Rain cuma anggap Jeno sahabat, sedangkan gue? Orang yang menurut dia spesial."
Jeno mengangguk setuju.
"Rumit banget sih kisah kalian." ujar Minju seraya menggeleng.
Jaemin dan Jeno hanya tersenyum kemudian mereka kembali melanjutkan obralan mereka dengan topik yang berbeda. Mereka tau kalau Jaemin masih sangat sensitif dengan pembahasan masalah Raina. Sampai akhirnya suara detingan bel pintu cafe berbunyi, menandakan ada pelanggan yang berkunjung. Renjun sang pemilik cafe mengalihkan pandangannya, hingga sedetik kemudian tubuhnya menjadi tegang saat melihat pelanggan seorang gadis yang baru saja datang.
"Raina?!!"
Halooo aku bawain sequel dari ceritaJaemin yang berjudul She is Rain!!!!