Awalan

36 6 2
                                    

Gemuruh hujan dibarengi dengan suara petir memecah kesunyian digubuk sederhana milik pak Djagad, yang hanya dihuni oleh ia dan istrinya yang sedang kesakitan karena sudah memasuki bulannya.

Dengan cemas pak djagad menemui bidan yang hanya ada satu-satunya dikampung itu, sudah syukur itupun ada. Dijemputnya bidan Ida menggunakan becak miliknya dan dengan sigap bu bidan pun langsung ikut dengan pak djagad yang pada saat itu jam sudah menunjukkan pukul set 4 malam.

"Ayooo dek dikit lagi", kata bidan ida.

"Emmrrgggggghhhhhhhhh", hanya suara itu yang keluar dari mulut istri pak djagad, bu sumiyat.

"Ayooo ayooo dikit lagi", bu bidan kembali meyakinkan.

Setelah tarik-ulur ngeden selama lima menit, akhirnya keluarlah suara tangisan dari mulut bayi yang ditunggu-tunggu pak djagad dan istrinya, lahirlah bayi berjenis kelamin laki-laki.

Air mata senang keluar dari mata keduanya, djagad dan sumiyat. Betapa tidak, ia sudah menunggu kelahiran jabang bayi nya ini sekian lama, setelah sebelumnya istrinya sempat hamil namun keguguran karena kecelakaan.

Setelah semuanya selesai, bidan ida pun kembali djagad antarkan pulang ke rumahnya. Beribu-ribu kata terima kasih ia berikan kepada bu bidan dan selipat uang 50 ribu hasil narik becak selama 3 hari yang ia berikan pada bu bidan. Tapi tak apa, demi kelangsungan hidup si jabang bayi, ia rela mengeluarkan apapun.

Sehari kemudian pak djagad memberi nama anaknya, ananta. Semoga nama ini bisa menemani hidupnya dengan bahagia."Pak djagad dengan penuh harapan".

Kegiatan sehari-hari ananta sangat berbeda dibandingkan anak kecil seusiannya. Pagi hari ia pergi menuntut ilmu, selepas pulang sekolah ia lanjut membantu ibunya berjualan kue berkeliling kampung sampai fajar terbenam.

Selesai berkeliling, ia biasa pergi mandi disungai karena memang air yang biasa digunakan keluarganya sering mati.

Sehabis mandi ia gunakan sisa waktunya untuk belajar, begitulah keseharian ananta yang seharusnya bisa ia gunakan untuk bersenang-senang dengan teman seusianya.

Ananta kecil memiliki keinginan untuk bisa belajar di PTN. Karena mungkin hanya PTN-lah yang bisa ia andalkan karena keuangan keluarganya yang pas-pasan.

Melihat ananta yang sehari-harinya membantu pekerjaan ibunya, pak djagad merasa kasian, takut ananta tak memiliki masa kecil yang bahagia seperti kawan-kawannya. Diam-diam dibelikanlah sepeda bekas oleh pak djagad untuk anaknya itu, dengan maksud agar ananta bisa bersenang-senang seperti teman seusianya.

Namun apa yang pak djagad terima? Ananta malah menolak mentah-mentah pemberian ayahnya tersebut. Dengan sedikit memaksa, ayahnya membuat ananta harus menerima pemberiannya itu.

Ya ananta memang menerima pemberian ayahnya tersebut, tapi bukannya untuk dipakai, tanpa sepengetahuan ayahnya ia malah menjualnya. Dapatlah untung dari hasil penjualan sepeda tua tersebut dan hasilnya ia simpan untuk ditabung.

Pemikiran ananta bisa dibilang berbeda dengan anak seusianya. Di usianya yang masih sangat belia ia sudah memikirkan masa depannya yang dimana ia ingin sekali memperbaiki perekonomian keluarganya.

Ayah nya yang merupakan penarik becak tidak bisa berbuat lebih, hanya uang dari hasil narik-lah yang bisa ia pakai untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sedangkan ibu nya ananta hanya penjual kue keliling yang upah nya tidak seberapa.

Walaupun kehidupan keluarga mereka serba pas-pasan, ananta selalu bersyukur karena memang itulah yang kedua orangtua nya ajarkan.

Enam tahun sudah ananta belajar di sekolah dasar dekat gubuk kecilnya. Ia menjelma menjadi anak yang pintar. Selama enam tahun pula ia selalu menjadi siswa terpintar dikelas bahkan di sekolahnya.

Ketika Cinta BerkataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang