Jumat yang kelabu, oktober penuh haru.
Teringat waktu itu, hari dimana semua orang menangisimu, hari dimana berjuta luka menyayat hatiku, hari dimana dirimu, benar-benar pergi meninggalkanku.
Hari itu aku kehilangan bapak, berita yang menggemparkan keluarga, mendadaknya bapak mendekat kepada yang kuasa, tanpa tatap muka, tanpa sepatah dua patah kata, bapak meninggalkanku selamanya. Yaa selamanya.
Hatiku hancur berkeping bahkan sampai menjuta, tak percaya apa ini nyata, bingung harus menyikapinya bagaimana, langit seperti menimpaku seutuhnya, dan aku hancur bahkan untuk menangispun tak bisa.
Aku melihatnya, betapa tubuhku ini bergetar melihat bapak terbaring lemah tak berdaya, tak ada lagi tanda kehidupan diwajahnya, matanya tak menatapku walau aku ada disampingnya, bibirnya tak menyunggingkan senyumnya padaku walau aku ada dihadapannya, bapak tak sedikitpun berbicara, aku tahu bapak menutup mata tak berdaya tapi rasanya sulit saja mengikhlaskannya sebegini cepatnya.
Aku seperti ditampar kenyataan, seperti jatuh di lubang kenestapaan, seperti bingung apa takdir ini mempermainkan? Kenapa harus aku yang ditinggalkan? Aku diam tak bergerak hanya menutup mulut dengan tangan, dengan ribuan pertanyaan yang kusimpan sendirian,,,, ternyata begini makna kehilangan.
Apa dunia ini kejam atau aku yang selama ini bungkam? Apa tidak bisa membiarkanku hidup tentram, tanpa ada hal yang menyakitkan, tanpa ada hal yang harus ditangiskan, tanpa ada hal yang selalu ditakutkan? Entahlah sulitt untukku menerima satu kenyataan yang memang benar benar menyakitkan.
Di hari ini, di pagi dengan langit yang biru namun terasa kelabu, di oktober yang baru namun terasa haru, aku kehilanganmu. Yaa, kehilanganmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You, Dad
PoetryAku tahu bapa kuat, aku tahu bapa hebat, tak butuh lama untuk bapak sehat, aku pikir bapak hanya ingin istirahat. Tapi ternyata aku kurang tepat, Bapak ingin istirahat tanpa sekat, bapa ingin istirahat tanpa makan obat, bapa ingin istirahat tanpa ad...