Prolog

24.7K 1.5K 130
                                    

Motor merah Rendi melesat cepat diikuti dengan ketat oleh Aldo yang mengendarai motor hitamnya. Jantungku berpacu. Tak henti-hentinya aku berteriak menyemangati Rendi. Namun tiba-tiba, saat hendak masuk ke finish, Aldo menyalip dengan cepat dan...

"Yaaaahh...." aku memekik kecewa.

"Aseeekkk.... lo kalah, Ra!" Dinda berjingkrak-jingkrak melihat Rendi, jagoanku dalam lomba balap motor kali ini harus puas berada di urutan nomor dua.

Aku merengut, menghentakkan kaki karena kesal.

"Paling lambat besok sore, lo sudah harus beraksi. Gue yang akan mengantar lo langsung ke kantor Om Rafa!" ujar Dinda membuatku mati kutu.

"Lo yakin, Om lo gak nafsu sama perempuan?" tanyaku sangsi.

"Begitulah. Setelah cerai dari Tante Mira, Om gue jadi membenci perempuan. Sudah berkali-kali Oma mengenalkan Om Rafa pada beberapa cewek cantik, tapi Om Rafa tetap dingin. Bahkan tetangga gue, Tante Venti yang bodinya mirip gitar Spanyol, lo tau kan? Dia kan naksir Om Rafa. Gue pernah mergokin tuh tante bahenol nyaris telanjang di depan Om gue, tetep aja Om gue adem-adem aja. Nyetrum aja nggak, Ra!" ceritanya berapi-api. Cerita yang sudah kuhafal karena seringnya Dinda mengeluhkan kepusingan keluarganya menghadapi Om Rafa yang tiba-tiba berubah menjadi kasim kerajaan yang dikebiri, tidak tergerak sedikitpun walaupun ada wanita yang menari telanjang di hadapannya.

"Apa jangan-jangan Om lo itu sukanya pria?" dugaku asal. Sumpah, aku ngeri. Bagaimana kalau waktu masuk ke kantornya, dia ternyata lagi itu-ituan sama cowok? Hiiii...

"Hush! Ngaco! Tapi kalaupun Om gue ternyata belok, lo kudu dan wajib meluruskan kembali, Ra!"

"Eh, kok gue? Kan perjanjiannya gak gini," omelku menggerutu.

"Tapi mungkin juga ya, Ra? Soalnya aku pernah dengar dari Om Lino, pas dateng di pesta bujangannya Om Anto, Om Rafa juga gak bereaksi apa-apa waktu penarinya telanjang dan duduk di pangkuannya. Kata Om Lino, Om Rafa hanya berdecak, mengusir penari itu dari pangkuannya dengan pandangan dingin," Dinda kembali bercerita. Kali ini aku mendapat info baru.

Menurut kesimpulanku, Om Rafa kemungkinan besar memang tidak suka perempuan. Dan kalau itu benar, berarti aku aman bukan?

"Jadi, besok lo mau gue jemput jam berapa?"

Aku meringis, menggaruk kepalaku. Jika kalkulasiku tepat, berarti besok aku akan aman dan baik-baik saja. Toh perjanjiannya aku hanya menggoda semampuku. Kalau sudah kugoda tapi Om Rafa-nya tetap gak bisa berdiri, bukan salahku juga kan?

"Jemput gue jam sepuluh," kataku akhirnya.

"YESS!" teriak Dinda penuh kemenangan.

.

=====

.

.

.

.

Hallo....
Masih ingat sama aku?
Ada yang masih nungguin tulisanku gak?

Lama banget rasanya aku gak nulis di lapak oren ini.
Pandemi memang menyusahkan.... mana gak ilang-ilang itu si mbak coro-na... bikin repot aja.

Tapi... buat menaikkan imun, aku publish prolog ini dulu yaa... sambil nyelesaiin ceritanya, sebelum aku up di google play book seperti biasa.

Daaannn....
peringatan buat adek-adek yang masih dibawah umur, sekali lagi INI KONTEN DEWASA.
Jadi kalian yang masih piyik mending kabur deh jauh-jauh.
Kasihan penulis-penulis cerita mature yang terpaksa harus take down cerita mereka gara-gara otak bocil kalian. Itu sama aja kalian menghambat kreativitas penulis dan orang-orang dewasa yang pengen baca cerita sampe selesai.

Tapi yaaah... semua tergantung kalian. Asal jangan main lapor aja. Kalo gak suka ya tinggalin. Beres kan?

Oke... aku mau lihat dulu respon kalian.
Kalau memang banyak yang gak sreg ya aku unpublish aja dan langsung aku up di google.

Terima kasih...
Salam jumpa lagi :)

LianFand

Om RafandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang