Ada yang masih nungguin???
Yang bocil jangan nekat yaa...Ya udah gak usah lama-lama... cuuuzzz....
=====-----=====-----=====-----====-----=====-----=====-----=====-----=====
Rasanya aku seperti melayang. Bibir Om Rafandra yang kenyal menciumku tanpa henti. Pasokan udara di paru-paruku makin menipis. Terasa lega ketika Om Rafa melepaskan bibirku. Kuraup udaranya dengan rakus sebelum Om Rafa menciumku lagi.
Kepalaku seperti berputar saat tangan besar Om Rafa meremas dadaku dengan tubuh bawah kami menempel dan bergesekan.
"Dada kamu kecil. Tapi tidak apa-apa. Om bisa membuatnya membesar," bisiknya menyusurkan bibirnya yang basah di rahangku.
"Ugh... Om mesum! Eeemmmmhhh...." aku mengerang merasakan remasan kuat di dadaku.
"Lama-lama kamu pasti ketagihan remasan Om," desisnya mempercepat gesekan tubuh bawah kami.
Jangan salah sangka, kami masih berpakaian lengkap. Hanya saja kancing blouse-ku sudah terlepas beberapa.
"Ughmm...." bibirku dibungkam lagi oleh bibirnya. Lidahnya masuk dengan cepat, memberi sensasi memusingkan.
"Om sudah tidak tahan, Ai. Boleh ya Om minta de pe dulu. Dikiiit aja," bujuknya.
"O-omm....mau ng....nga-pain Aira....?" duh, kenapa kakiku jadi lemas begini?
"Cuma nyicip dikit kok Ai... boleh ya..." Om Rafandra meraih kedua kakiku dan mengangkatku dalam gendongannya.
Aku memekik tertahan menyadari aksinya. Apalagi ia menggendongku dan mendudukkanku di atas meja kerjanya. Bibirnya menyambar bibirku lagi ketika aku sudah duduk dengan kaki menjuntai. Tangannya bergerilya kemana-mana. Aku hanya bisa menahan tubuhku agar tidak terlentang dengan bertumpu pada kedua siku-ku.
"Mmmhhh..... Ooommmmhh..... Om mau ngapaiiinnn...." aku panik ketika ia melepaskan ikat pinggangnya dan menurunkan retsleting celana bahannya.
"Sudah keras, Aira... sakit kalau gak dikeluarin," ringis Om Rafandra menurunkan sedikit celananya hingga menyembulkan gundukan tubuh bawahnya yang nampak menonjol mendesak boxer- nya.
Aku melotot lalu menutup kedua mataku dengan sebelah tangan. Duh, Om Rafa sudah makin menodai mataku. Bukan hanya dada bidang dan perutnya yang ber-kotak-kotak, tapi sekarang sudah lebih ke bawah lagi. Dan mataku akan semakin tidak polos jika gundukan itu dibuka.
"Ih... Om mesum! Lepasin Aira, Om. Aira mau pulang," rengekku dengan mata masih kututup.
"Nanti Om pasti antar kamu pulang, Ai. Tapi biarin Om selesaiin ini dulu ya. Sakit banget loh Ai," Om Rafa memepetku lagi.
Aku panik. Bingung berpikir bagaimana caranya keluar dari sini.
"Aira mau pulang, Om...."
"Iya, Om janji bakal antar kamu pulang. Tapi ini tanggung, Ai. Sebentar saja," Om Rafa menarik lututku, menempatkan dirinya di antara kedua kakiku, menggendongku lagi dan membawaku ke sofa.
Ia mengurungku terbaring dengan berada di atasku. Tubuhnya bergerak menekan tubuhku dengan gigi gemeletuk.
"Lain kali, kalau lagi sama Om, pakai rok saja. Kalau pakai celana jeans gini susah, Ai," gerutunya.
"Aduh! Sakit nih Om! Mesum banget sih? Lepasin Aira dong Om!" aku menjerit kesakitan, memukul tangannya dan mengomel ketika Om Rafa meremas dadaku dengan kuat.
"Biar cepet tumbuh, Ai," ia kembali bergerak.
Aku melotot lagi. Tubuh bawahku ditekan olehnya. Om Rafa menggesek-gesekkan gundukan miliknya yang terasa keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Rafandra
RomanceMature Romance. 'Bijaksanalah dalam membaca dan bersikap pada cerita ini. Jika tidak suka, tinggalkan dan abaikan. Konten dewasa. Untuk yang belum dewasa lahir batin, sebaiknya jauh-jauh sana!' . . . . . . . Sepanjang info yang kudapat, duda tanpa a...