Part 9

314 53 17
                                    

Hangyul membuka mata perlahan, tapi segera memejamkan mata lagi. Cahaya matahari yang menyilaukan membuat matanya terasa perih. Hangyul mengucek mata, lalu mencoba duduk dan melihat sekeliling.

Ruangan kelasnya masih lengang. Hangyul bangkit, lantas menggerakkan pinggang yang terasa kaku. Lehernya juga terasa sakit.

Tidurnya semalam sangat tidak nyenyak, selain lantai kelasnya keras dan dingin, nyamuk yang berkeliaran juga tidak tanggung-tanggung. Hangyul menggaruk tangan dan pipinya yang penuh bentol.

Hangyul terasuk ke bangkunya, lalu duduk. Ia lantas menatap ke depan, kearah papan tulis yang dipenuhi coret-coretan anak buahnya.

Kebanyakan coretan itu tentang makian terhadap guru, tapi ada juga yang menjadikan papan itu ajang untuk menitip salam.

Hangyul menguap, lalu tanpa sengaja melirik meja di sebelahnya, meja Chaeyeon.

Hangyul tersenyum sendiri, mengingat kejadian semalam. Ia tak pernah menyangka masih ada hal yang bisa membuatnya tersenyum setelah mimpi buruknya selama tiga tahun menjadi nyata.

Hangyul menghela napas, sekarang teringat pada sosok ayahnya yang muncul di pintu rumah setelah tiga tahun di penjara.

Hangyul berpikir ia masih punya waktu dua tahun, tapi ternyata ia salah. Ayahnya sekarang sudah kembal. Itu yang menolak Hangyul untuk pulang.

Tanpa ia sadari, ia meraba punggungnya yang mendadak terasa sakit. Bukan karena tidur di lantai yang keras, tapi karena luka di masa lalu. Luka yang sampai kapan pun tak akan bisa sembuh.

"Hei"

Hangyul mendongak, lalu melongo saat melihat siapa yang barusan berbicara.

Chaeyeon muncul dari pintu kelas, lantas masuk dengan ceria sambil menenteng sebuah tas berwarna pink.

Ia meletakkan tas itu di atas meja Hangyul, membuka isinya dan menyododrkannya pada Hangyul.

Hangyul hanya menatap bingung kotak bekal di tangan Chaeyeon.

"Gue tau lo pasti masih di sini" kata Chaeyeon sambil tersenyum. "Mankanya gue dateng pagi- pagi. Ini, sarapan dulu"

Hangyul menatap Chaeyeon yang masih tersenyum, lalu kembali menatap kotak bekal bergambar Hello Kitty itu dan menerimanya. Chaeyeon segera duduk di depannya.

"Punya lo...?"

"Oh gue udah makan" jawab Chaeyeon cepat, membuat Hangyul mengangguk-angguk.

Hangyul lantas membuka tutup kotak bekal itu, membuat Chaeyeon segera meringis. "Gue nggak bisa masak, sorry ya"

Hangyul menatap nasi putih beserta beberapa sosis goreng di bentuk gurita dan telur orak arik yang ada di dalam kotak bekal itu, tapi tak lantas melahapnya.

Ia menatap Chaeyeon lekat-lekat, lalu dengan sekali gerakan cepat, ia meraih kepala Chaeyeon dan mengecup dahinya.

Chaeyeon melongo parah sementara Hangyul segera asyik mengunyah sosis. Beberapa saat kemudian, Chaeyeon sadar dan memegang pipinya sendiri yang sudah terasa panas.

Hangyul melihatnya dari sudut mata, tapi pura-pura tidak peduli walaupun setengah mati ingin tertawa.

"Siapapun juga bisa masak yang kayak begini" komentar Hangyul setelah selesai makan, membuat Chaeyeon mendelik.

Hangyul tertawa, lalu menepuk kepala Chaeyeon.

"Makasih" gumam Hangyul tak jelas sambil bangkit dan mengelus-elus perutnya yang kenyang.

"Apa?" tanya Chaeyeon pura-pura tak mendengar, tak ingin melepaskan Hangyul kali ini.

Hangyul berdecak kemudian mendekati Chaeyeon yang segera menunduk.

OUR STORY (REMAKE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang