"Lho, Chaeyeon kok di sini?" tanya Jaehyun, lelaki berjaket hitam itu.Mataku rasanya kini terasa sangat panas dan pedih. Entah mengapa, rasanya aku bahagia sekali melihat sosok Jaehyun ada di sini, sekaligus sedih mengingat perlakuan Wooseok yang selama beberapa hari ini sangat tak pantas untuk dikatakan sebatas hubungan senior-junior.
"Jaehyun... aku mau pulang. Pergi dari Wooseok," tangisku akhirnya.
Jaehyun yang panik, berjalan cepat menghampiriku di ujung rak. "Di sini ada... Wooseok? Wooseok Jung adik kelas kita?" Dengan payahnya, aku hanya bisa mengangguk sambil terisak. "Dia... nyulik kamu? Dan keluarga kamu nggak ada yang tahu?"
Aku menggeleng. "Aku kangen mama sama papa, Jae. Aku kangen rumah. Seburuk apa pun rumahku, aku tetap merindukannya. Awalnya Wooseok baik ke aku, sampai aku sadar, dia cuma pembunuh."
Jaehyun meneguk ludahnya. "Pembunuh...?"
"Kak Chaeyeon, ayo pulang! Udah kemaleman, nih." Seruan Wooseok menyadarkan kami berdua.
Aku kembali menangis dengan mulut tertutup oleh tangan besar milik Jaehyun. Ia membawaku ke ruangan privasi minimarket. Untungnya karyawan di sini tidak melihat aksi ekstrem kita untuk bersembunyi dari Wooseok.
Setelah dirasa aman, kami mulai keluar dari persembunyian. Tak lupa kami membayar dulu barang yang akan kami beli ke kasirㅡuntungnya Jaehyun mau membayarkan jatahku.
Kami mengendap menuju keluar minimarket, berjaga-jaga kalau saja Wooseok masih menunggu di luar minimarket. Benar saja, kami ketahuan ketika hendak berjalan menuju persimpangan jalan. Lelaki itu berteriak sambil berlari mengejar kami dengan sekantung plastik di tangan.
Jaehyun sontak menarik lenganku agar ikut berlari. Namun tak bisa, karena semakin lama aku merasa bocor di celanaku. Agaknya, Jaehyun yang menyadari keterlambatanku menoleh dan melotot kala melihatku ... entahlah melihat apa.
"Kalau lagi dapet, bilang. Tuh, sampai bocor gitu!" Ia berdecak dan melepaskan lenganku dari cengkramannya. Tanpa kusangka, ia melepas jaketnya dan mengikatkannya ke pinggangku agar noda di celanaku tak terihat. "Sekarang, ayo!"
Kami berlari tanpa arah sampai akhirnya Wooseok tak terlihat lagi di belakang kami. Mungkin ia sudah lelah, baguslah. Jaehyun juga menghentikan aksi pelariannya ketika tahu Wooseok sudah tidak lagi mengejar.
Ia lantas beralih padaku. "Jadi, sekarang kamu mau ke mana?" tanyanya.
Seperti yang sudah kalian duga, aku kembali menangis. Napasku yang masih terengah-engah membuat dadaku semakin sesak. Aku terus mengatakan untuk pergi ke kosan Jinyoungㅡtak ada pilihan lain lagi.
Rasanya tubuh seseorang memelukku dari depan. Bukan Wooseok, melainkan Jaehyun. Pelukannya benar-benar hangat, tak seperti pelukan Wooseok yang malah membuatku ketakutan. Pantas saja Eunha akan segera tenang jika Jaehyun memeluknya.
"It's okay, it's okay... sepupumu ada di sini, tenanglah."
Suara serak itu semakin membuatku sakit. Mendengarnya membuatku sangat kecewa terhadap perlakuan lelaki itu. Alih-alih mengatakan "aku ada di sini", ia malah berkata "sepupumu ada di sini". Apa dia pikir dengan adanya sepupuku di sini, aku bisa tenang begitu saja? Mengapa hanya aku yang diperlakukan berbeda olehnya?
Aku tidak bodoh
Aku tahu aku berbeda di matanya. Jadi, kulepas pelukan hangatnya dan berlari secepat mungkin menuju arah yang berlawanan. Sesekali kuusap air mata yang hampir terjun bebas dari ujung dagu.
Perlukah perlakuan yang berbeda itu ditujukan padaku?
"Chaeyeon, mau ke mana?!" seru Jaehyun dari kejauhan. Ia bahkan tidak berusaha untuk mengejarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Ingkar | Jaeyeon Fanfiction
Fanfiction[ON HOLD] ❝ Teruntuk Jung Jaehyun, malamku ❞ Pulished on : [6 Januari 2020] Genre : Fanfiction, Teenfiction #1 in ingkar [13 Januari 2020] #1 in chaeyeondia [4 Februari 2020] #1 in jaechae [2 April 2020] ©leewookyung, 2020