08 | Penjara

212 25 8
                                    


Kalian tahu, hal bodoh apa yang Wooseok lakukan agar aku bisa tetap sekolah meski dibawah pengawasannya? Tentu saja, kami pergi ke sekolah bersama dengan pengawasan ketatnya. Ia bilang, ia akan menyuruh semua anggota gengnya untuk menjagaku. Itu artinya, Dokyeom juga akan berpatisipasi. Duh.

"Kamu nggak akan macam-macam pada anakku, 'kan?" tanya mama Wooseok sambil memegang kemudi mobil. Sedangkan, Wooseok di depanku sama sekali tak berkutik.

Setahuku, keluarga Wooseok adalah keluarga Jung dibawah setelahku. Keluarga Jung yang dimiliki Wooseok adalah keluarga Jung yang sama seperti keluarga Jung yang dimiliki papa tiriku dulu. Kalau saja aku adalah anak kandung dari papa tiriku, aku pasti sudah menjadi bagian dari keluarga Jung-nya dan selalu menderita karena teror Wooseok.

Ini perlu dicatat; Wooseok tak peduli hubungan apa yang dimilikinya denganku, pastinya ia akan menghalalkan cara apa pun untuk mendekat. Menyeramkan, bukan?

"Bukan aku lah yang macam-macam, tapi anak Tante," kataku kelewat santai. Haruskah aku menaruh rasa hormat pada orang yang telah membunuh Tante Eun? Meski itu tak sengaja, setidaknya ia juga berniat untuk membunuh mama.

Mama Wooseok mengunpat dari tempatnya. Aku tak peduli. Kalau ia berniat membunuhku, aku juga bisa membunuhnya dengan spontan. Memiliki pengalaman melakukan pembunuhan ternyata cukup menarik. Tidak akan ada orang yang berani membunuhku karena berita masa laluku itu.

Kami sampai di depan gedung sekolah. Aku dan Wooseok menginjakkan kaki di halaman sekolah bersamaan dan juga menutup pintu mobil bersamaan juga. Untungnya halaman sekolah masih sepi, tak akan ada orang yang memperhatikan kami meski rasanya janggal.

"Aku akan tinggal sebentar di kelasmu kalau Kak Dokyeom belum datang." Wooseok mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana. Ia berjalan mendahuluiku menuju pintu utama sekolah.

Aku berdecak dan mengikuti langkahnya. Karena sudah berhasil memilikiku, lelaki itu jadi bersikap semena-mena denganku.

Kami sampai di kelasku dan mendapati kelas yang kosong tanpa ada satu pun manusia di dalamnya. Itu berarti Wooseok akan menungguku sampai Dokyeom datang. Untuk apa, sih? Aku juga tidak akan macam-macam.

Aku duduk di bangkuku, menaruh tas dan membuka buku. Untuk berjaga-jaga, ia menyita ponselku sampai nanti aku bebas. Masa bodoh tentang pemberitahuan yang hanya akan diumumkan lewat via chat, ia akan memberitahuku.

"Chaeyeonㅡ"

"Kak," potongku.

Ia sadar, lantas segera meralat perkataannya. "Oke, Kak Chaeyeon. Aku minta maaf telah menculik, menyandera, atau pun menyekapmu. Aku tidak akan berbuat semena-mena kalau Kakak juga nggak menyebalkan sama aku. Semoga kamu nyaman sama aku."

Aku diam tak berkutik. Saat mengangkat kepalaku, wajahnya benar-benar ada di depan wajahku. Hampir saja wajah kami bertabrakan kalau saja aku tidak mundur beberapa senti. Namun, Wooseok tetap tersenyum memangku kepalanya dengan kedua tangannya.

Harus kuakui, Wooseok cukup tampan untuk ukuran adik kelas. Kalau dipikir-pikir lagi, ia juga tipeku. Cool, tinggi, aku pun menyukai gaya rambutnya. But, semua fakta itu tak membuatku suka pada sosoknya. Aku sudah cukup kesal dan lelah akan perbuatan nekatnya ini.

"Hei, hei, hei, Wooseok Jung!" Seseorang berteriak di ambang pintu. Kami menoleh, mendapati Dokyeom yang panik melihat kami berduaan dengan mesra di kelas. "Sialan, jangan kira karena kamu berhasil ngurung dia di rumah kamu, Chaeyeon jadi milik kamu! Aku juga harusㅡah."

Aku mengernyit saat Dokyeom mengatakan itu. Mengapa dia marah kalau aku bersama Wooseok? Apa benar tebakan yang dikatakan Kyulkyung saat itu, kalau Dokyeom ... sudahlah, jangan bahas itu.

Semesta Ingkar | Jaeyeon FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang