Seperti kata pepatah, nothing impossible, atau di dalam bahasa Indonesia yang artinya tak ada yang tak mungkin. Begitulah. Aku memang percaya pepatah itu, tapi untuk hal yang satu ini, aku benar-benar tidak akan mau menerima.
Waktu malam yang harusnya kugunakan untuk menikmatinya sendiri malah terganggu oleh kedua sosok yang bahkan tak kuharapkan sama sekali. Mereka menghancurkan ekspetasiku malam itu. Tak ada yang mengalah berarti bahwa akulah yang harus mengalah.
"Kamu serius enggak tahu apa itu diksi?" Sekali lagi Pak Lee bertanya kepadaku, dan kujawab kembali dengan gelengan pelan. Pria itu menghela napas berat sambil menatapku heran. "Bapak kira kamu udah tahu segala tentang kepenulisan, tapi ternyata...? Kamu masih newbie?"
Aku tersenyum miris. "Iya, Pak. Aku juga baru kepikiran buat nyoba jadi penulis," kataku mantap.
Pak Lee di depanku menatapku serius. Dengan tatapan itu, aku tahu apa maksudnya. Sebentar lagi ia akan mebgeluarkan sebuah pertanyaan kepadaku. "Lalu, apa alasan kamu nyoba jadi penulis? Enggak sembarang orang bisa ikut pembinaan menulis. Kamu tahu kenapa? Karena aku akan memilih dengan seletif dari tujuannya."
Haruskah aku bilang, aku mendapatkan solusi itu dari Jaehyun? Atau harus kusembunyikan saja darinya?
"Aku akhir-akhir ini suka membaca novel. Menurutku kalimat dan kata di setiap cerita memiliki khas-nya masing-masing. Mungkin aku juga bisa mencobanya," jawabku pada akhirnya.
Pak Lee memicing padaku. Agaknya ia kurang puas dengan alasanku barusan. Ya, siapa juga yang mau menerima anak baru sepertiku di pembinaan seperti ini? Setidaknya aku harus mengetahui dasar-dasar aturan menulis seperti itu jika ingin ikut pembinaan di sekolah.
"Baiklah. Aku akan menerimamu. Lagi pun pembinaan ini tidak memiliki satu anggota pun." Pak Lee menghela napas. "Padahal sebentar lagi akan ada ajang perlombaan yang sangat disayangkan jika sekolah kita tidak memiliki perwakilannya."
Memang benar adanya fakta itu, pembinaan menulis tak memiliki satu anggota pun. Tak banyak remaja seumuranku yang suka dengan kegiatan menulis. Aku pun hampir termasuk salah satu dari mereka kalau saja Kyulkyung dan Jaehyun tak mengenalkanku pada buku yang masih terasa sedikit tabu bagiku.
Baiklah, aku akan berusaha agar bisa menjadi perwakilan dari sekolah. Tak apa kalah, yang penting aku sudah berusaha demi sekolah.
Begitulah kegiatanku sampai petang menjelang. Aku terus mempelajari dasar-dasar kepenulisan ketika Kyulkyung tiba-tiba datang dan bilang bahwa sudah saatnya aku pulang. Kebetulan Kyulkyung juga sedang ada kegiatan tambahan mendadak di kelasnya, jadi ia terpaksa untuk juga pulang malam.
Setelah pamit kepada Pak Lee, aku merangkul tas dan keluar dari perpustakaan yang menjadi tempat latihanku. Tak kusadari, langit sudah berubah warna menjadi keunguan di atas sana. Satu bulan kecil terlihat bulat sempurna di atas sana. Agaknya malam ini akan terjadi bulan purnama yang luar biasa indahnya dan aku tak boleh melewatkan momen indah ini sedikit pun.
Kyulkyung di sampingku menawari untuk pergi keluar malam ini. Namun, jawabanku tentu tidak. Setelah mendapat pencerahan dari Pak Lee, sepertinya aku harus melakukan kegiatan menulis rutin setiap malamnya, mulai malam ini. Apalagi dengan jadwal lomba yang mengejar di belakangku.
"Kok kamu jahat sih! Masa pulang bareng aja gak mau?"
"Hei, kau bukan siapa-siapaku. Menjauhlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Ingkar | Jaeyeon Fanfiction
Hayran Kurgu[ON HOLD] ❝ Teruntuk Jung Jaehyun, malamku ❞ Pulished on : [6 Januari 2020] Genre : Fanfiction, Teenfiction #1 in ingkar [13 Januari 2020] #1 in chaeyeondia [4 Februari 2020] #1 in jaechae [2 April 2020] ©leewookyung, 2020