WD : 7

1 1 0
                                    

***

"Mikirin apa asik banget keliatannya." kata laki-laki yang duduk disamping Alex, dia adalah Fadric. "Sampe senyam senyum sendiri"

"Hah?" Alex menimpali perkataan lawan bicaranya. Lalu detik berikutnya Alex terkekeh sebagai jeda ucapannya membuat Fadric yang melihat nya merasa tidak masuk akal langsung berdiri dari duduknya dan mengidikan bahu, acuh. "Sejak kapan gua senyam senyum sendiri?" pertayaan itu membuat Fadric mendelik dan menganga lebar. Namun tak lama setelahnya Fadric me-normal-kan kembali ekspresi nya.

Fadric menghela nafas tidak menghiraukan perkataan Alex. Toh, Alex sepertinya sangat sedang tidak waras kali ini. Pikirnya saat ini.

"Ikut nga ke-Cafe?" tanya Fadric tanpa menghentikan langkah kakinya menuju parkiran dimana seoerda motor jesayangannya berada.

"Ngapain?"

"Beli besi buat ngrung lo!" ketus Fadric saat sudah memakai helmnya. "Ya makan lah!" lanjutnya lagi.

Setelah itu Alex melangkahkan kakinya menuju parkiran pula. Dia menaiki sepeda motor besar berwarna merah. Detik berikutnya dia melaju mendahului Fadric yang masih menatap kearahnya. Benar-benar Alex sedang tidak waras. Fadric yang menunggu, tapi dirinya pula yang malah akhirnya ditinggal.

***

Gadis cantik berpawakan yang terbilang pendek tengah duduk di atas ranjang. Siapa lagi kalau bukan Vallen. Dengan setelan baju tidur berwarna biru tua yang sangat longgar di lekuk tubuhnya. Sesekali dia melirik ponsel yang ada di genggamannya, berharap ada notifikasi dari Mamanya. Yah, sejak tadi dia bicara dengan Mamanya sebelum akhirnya Vallen pergi mengurung diri dikamar nya, begitu ia turun ingin mengambil Minun Vallen tidak menemukan Lauryn di rumahnya. Hingga kini.

Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, namun belum ada juga tanda-tanda Lauryn pulang dari kepergiannya. Biasanya yang sudah-sudah, ketika Vallen tidak mengetahui ketika Mamanya pergi, langsung saja ketika pulang Mamanya akan menuju kamar dimana anaknya berada. Tapi, kini wanita itu tak kunjung nonggol. Takut, sangat takut. Ini malam hari, gelap, dengan suara hujan yang membentur atap rumah, tak lupa juga angin mengibaskan gorden kamar gadis itu yang dibiarkan jendelanya terbuka. Untung saja saat ini sudah tidak apa suara petir yang terdengar. Sungguh, ini seperti diberbagai film horor yang pernah dilihat.

Hingga beberapa menit mungkin jam Vallen masih betah dengan posisikan duduk nya diatas ranjang king zize nya disana. Helaan nafas panjang sering sekali ia lakukan saat merasakan angin malam yang menbus kulit. Tatapan matanya terarah kearah jendela yang ia biarkan terbuka. Vallen tahu itu yang membuat angin malam menerobos masuk. Vallen tak peduli jika besok dia akan bangun siang. Toh, menurut perhitungan hari besok hari Minggu.

Kaki Vallen sudah turun dari atas ranjang, suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar. Hingga langkah kakinya berhenti. Vallen menoleh kebelakang tepatnya kearah pintu kamar nya. Bersamaan dengan itu, pintu tersebut terbuka dan memperlihatkan seorang wanita yang tersenyum kearahnya dan cukup membuat dirinya ikut tersenyum lega. Vallen berlari menuju wanita itu dan memeluknya erat.

"Belum tidur?" kata Lauryn.

Vallen mendongok, menatap Mamanya kemudian dia melepas pelukannya. "Belum, Mah."

"Maaf, Mama lupa kasih kabar kalo Mama ada pertemuan di kantor dadakan dan tadi Mama juga sempet nunggu hujan reda. Mama lupa ngga bawa mobil."

"Iya, nga papa kok Mah, yang penting Mama udah pulang sekarang." Vallen tersenyum.

"Tidur." titah Lauryn singkat kemudian melangkah meninggalkan kamar Vallen. "Jangan lupa baca doa, sayang." lanjut nya.

Vallen menganggukan kepala, saat Lauryn sudah membalikan badannya. Entahlah, mungkin wanita paruh baya itu tidak melihatnya.

***

Waktu terus berputar hingga pagi menjemput sampai malam menampak. Begitu terus setiap hari. Bicara soal waktu, saat ini memang sudah pagi. Jarum jam menunjuk keangka enam dini hari.

Terdengar dari dalam kamar Vallen sangat berisik sekali dengan ocehan burung yang beradu dengan koko-kan ayam. Memang Vallen tidak memelihara hewan itu, tapi tetangga rumahnya.

Gadis itu masih mengulung dirinya didalam selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhnya.

Selain untuk tidur, mau apa lagi. Dirumah dia hanya dengan Mamanya. Bicara soal Mamanya, mungkin sebentar lagi akan ada acara gedoran pintu keras didepan kamar Vallen. Dialah alarm hari liburnya. Namun tak bisa dipungkiri Vallen sangat menyukai hal itu.

Ceklek

Pintu kamar terbuka, terlihat seorang wanita berdiri dengan menyilangkan kedua tangannya didepan dada. Siapa lagi kalau bukan Lauryn. Wanita itu menggeleng tidak percaya pada kelakuan anaknya yang masih betah terlelap. Ide jahil muncul diotak Lauryn.

Dengan membawa kemonceng ditangan kirinya dia berjalan menghampiri ranjang Vallen. Melingkapkan selimut itu dan mengelitik seluruh wajahnya mengunakan kemonceng tadi.

"Ihs ... Apaan sih ini." gumannya dengan suara paruh khas bangun tidur.

Lauryn terkekeh pelan, kemudian berbisik ditelinga Vallen dengan suara serak yang dibuat horor. "Kenalan ya, sama hantu."

Detik berikutnya Vallen membuka matanya dengan cepet. Kemudian memposisikan dirinya duduk. Matanya melotot tajam namun, sangat terlihat ketakutan. Mungkin Vallen tadi terkejut.

"Diaman lo hantu sialan."

Mamanya yang mendengar itupun tertawa. "Ngga liat hantu itu berdiri disini?" sontak Vallen menoleh.

"Mama!" ucapnya sambil mendelik.

Lauryn hanya tersenyum kemudian meninggalkan kamar Vallen. Tak henti-hentinya, Vallen mencibir dan berguman yang tidak jelas karena waktu tidurnya terganggu begitu saja.

Dengan sedikit malas, Vallen menuruni anak tangga dan menuju meja makan. Bahkan dia juga belum mencuci mukanya. Ia berniat mencucinya di wastafel dapur.

"Dimana?"

"...."

"Kalau tidak penting, saya akan menolak."

"...."

"Penting bagimu? Soal apa itu?"

"...."

"Tiga puluh menit."

"...."

Tut

Vallen mendengarkan suara Mamanya yang sedang berbicara dengan orang yang entah siapa dari telepon. Gadis itu mencoba tidak peduli. Toh, mungkin rekan kerja Mamanya.

Segera ia membuka piring yang telungkap diatas meja kemudian mengambil nasi dan lauk yang sudah tersedia. Vallen memilih makan dulu sebelum Mamanya datang.

Lima menit Vallen berkutik diruang makan, tidak terlihat tanda-tanda Mamanya datang. Vallen menghela nafas panjang dan berjalan meninggalkan tempat itu. Namun, belum sampai ia berjalan manik matanya melihat Mamanya tengah berjalan dengan membawa tas kecil. Terlihat wanita itu tengah mengecek isi tas itu sambil berjalan.

"Mama mau kemana?" tanya Vallen pada Lauryn.

Mamanya menoleh kemudian tersenyum lembut. Dia mendekati anaknya dan merangkul pundaknya erat. Tak bisa Vallen lupakan pelukan Mamanya yang sejak dulu tetap saja terasa hangat. Bahkan seperti tambah hangat disetiap harinya walaupun umurnya yang tak bisa dikatakan muda lagi.

"Mau keluar sebentar." jawab wanita itu kemudian.

Vallen hanya mengangguk.

"Jaga rumah. Jangan ke mana-mana." kata Lauryn kembali.

"Iya, hati-hati, Mah." sahut Vallen seadanya.

Wanitapun itu pergi. Kini tinggal Vallen seorang di rumah besar bertingkat dua itu.

"Mungkin tidur lagi aja kali." kata Vallen kemudian berlari menuju kamarnya. Disana dia akan bermalas-malasan saat ini.

Pintu kamar ditutup dengan keras. Menghamburkan tubuhnya diatas ranjang dan mencoba terlelap.

Drettt...

Why DeploreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang