Kelopak mata Rangga jadi agak menyipit, begitu melihat seorang gadis cantik sedang menunggunya di tengah alun-alun depan istana yang luas ini. Seorang gadis yang begitu cantik, mengenakan baju ketat warna merah muda. Sehingga, membentuk tubuhnya yang ramping dan indah. Sebilah pedang tertihat tersampir di punggungnya.
Tampak kakinya melangkah begitu melihat Pendekar Rajawali Sakti muncul didampingi Pandan Wangi, Danupaksi, dan dua orang punggawa. Di belakang mereka juga terlihat Ki Lintuk, Panglima Rakatala, Paman Wirapati, dan empat orang panglima, serta patih. Gadis itu berhenti melangkah setelah jaraknya tinggal sekitar enam langkah lagi di depan Pendekar Rajawali Sakti.
"Ada perlu denganku, Nisanak...?" tanya Rangga ramah.
"Kalau kau memang Pendekar Rajawali Sakti, aku ada perlu denganmu," tegas sekali jawaban gadis cantik itu.
"Hm. Siapa namamu, Nisanak?"
"Nini Ratih."
"Lalu, apa keperluanmu?"
"Aku hanya mengemban tugas untuk menjemputmu."
"Menjemputku? Untuk apa...?" tanya Rangga, terkejut.
Pendekar Rajawali Sakti jadi teringat Setan Pisau Terbang yang juga menunggunya, untuk membawanya menghadap pada pemimpinnya. Rangga jadi bertanya-tanya sendiri dalam hati. Kenapa begitu banyak orang yang ingin bertemu dengannya?
Inikah rahasia yang selama ini disembunyikan para pembesar istana padanya? Rangga jadi tidak mengerti. Dia tidak tahu, siapa orang-orang yang ingin bertemu dengannya kali ini. Juga, apa maksud mereka hendak bertemu dengan cara sangat membingungkan ini.
"Kau akan tahu nanti setelah sampai di sana, Pendekar Rajawali Sakti. Dan kuharap, kau tidak menimbulkan kesulitan yang akan membuat semua orang sengsara," kata Nini Ratih bernada mengancam.
"Kurang ajar...!" desis Ki Lintuk jadi geram, melihat tingkah gadis itu.
"Nisanak! Kau tahu, dengan siapa kau berhadapan, heh...?" bentak Paman Wirapati.
Hampir saja Paman Wirapati yang berangasan itu melompat menerjang. Untung saja, Rangga segera mencegahnya. Laki-laki berusia sekitar empat puluh lima tahun itu hanya mendengus saja, memandang penuh kebencian pada gadis cantik yang berdiri angkuh di halaman alun-alun Istana Karang Setra itu.
Para panglima dan patih yang ada di belakang Pendekar Rajawali Sakti sudah bersiap hendak mencabut senjatanya. Diam-diam, mereka sudah menggeser dan saling merenggang menjauh. Sementara, beberapa orang prajurit juga sudah siaga, tinggal menunggu perintah saja. Kesigapan para panglima dan prajurit Karang Setra itu membuat gadis cantik yang mengaku bemama Nini Ratih jadi tersenyum. Sementara, Rangga melangkah ke depan beberapa tindak. Sehingga jarak di antara mereka jadi semakin bertambah dekat.
"Nisanak! Kuharap, kau bisa menyadari kalau sedang berada di mana saat ini. Aku tidak ingin terjadi sesuatu tanpa ada sebab yang pasti," kata Rangga.
"Aku tahu kau memang berkuasa di sini, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi kedatanganku hanya mengemban tugas. Aku harus membawamu sekarang juga dengan cara apa pun. Kuharap kau juga bisa memakluminya, Pendekar Rajawali Sakti. Dan aku juga tidak ingin mereka semua jadi susah," terdengar sinis nada suara Nini Ratih.
"Sombong...!" dengus Pandan Wangi mendesis.
Sikap Nini Ratih yang angkuh dan tidak memandang sedikit pun pada Pendekar Rajawali Sakti yang juga Raja Karang Setra ini, membuat pembesar yang ada jadi berang. Bahkan para prajurit yang semakin banyak jumlahnya juga sudah tidak sabar lagi menunggu perintah. Tapi, memang tak ada seorang pun yang memberi perintah untuk mengenyahkan gadis itu. Karena, Rangga sendiri kelihatannya masih belum terpancing, walaupun sikap Nini Ratih jelas-jelas tidak memandang sebelah mata pun padanya. Bahkan senyuman yang begitu manis terukir di bibirnya.
"Kalau boleh kutahu, siapa nama pemimpinmu itu, Nisanak?" tanya Rangga, masih tetap bersikap ramah.
"Sudah kukatakan, kau tidak perlu tahu! Kau akan tahu sendiri kalau sudah bertemu dengannya, Pendekar Rajawali Sakti!" ketus sekali jawaban Nini Ratih.
"Hm...," Rangga menggumam kecil. Keningnya terlihat berkerut. Sedangkan kelopak matanya agak menyipit, memandangi gadis cantik di depannya. Sikap yang meremehkan dan dengan kata-kata begitu ketus, membuat kesabaran Pendekar Rajawali Sakti jadi teruji. Tapi, Rangga juga tidak ingin diremehkan begitu terus-menerus. Terlebih lagi, saat ini hampir semua pembesar kerajaan dan para prajurit Karang Setra sudah berkumpul memenuhi alun-alun depan Istana Karang Setra. Rangga juga menyadari kalau mereka semua tentu tidak sudi rajanya dipandang rendah seperti itu.
"Baiklah, Nisanak. Katakan pada pemimpinmu itu. Bila ingin bertemu denganku, biar dia datang sendiri ke sini," tegas Rangga.
"Sudah kuduga., kau pasti akan menolak, Pendekar Rajawali Sakti. Hhh...!" dengus Nini Ratih sinis.
"Maaf! Masih banyak yang harus kuselesaikan. Kalau pemimpinmu ingin bertemu, sebaiknya buat dulu perjanjian dengan Ki Lintuk," kata Rangga seraya memutar tubuhnya berbalik.
"Tunggu...!" sentak Nini Ratih cepat Rangga mengurungkan ayunan kakinya. Dan belum juga tubuhnya bergerak memutar kembali, tiba-tiba saja terasa adanya desir angin dari arah belakang.
"Hup!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melesat ke atas. Saat itu, terlihat sebuah benda berwama keperakan meluncur deras di bawah telapak kakinya. Benda bercahaya keperakan itu langsung menghantam dada seorang prajurit yang berada tidak jauh dari Pendekar Rajawali Sakti.
Crab!
"Aaakh...!"
Jeritan panjang melengking dan menyayat seketika terdengar, bersamaan dengan ambruknya prajurit yang malang itu ke tanah. Hanya sebentar saja prajurit itu menggelepar, kemudian diam tak bergerak-gerak lagi.
Sementara itu, manis sekali Rangga kembali menejakkan kakinya, sekitar lima langkah lagi di depan Nini Ratih. Sorot matanya terlihat begitu tajam. Dan wajahnya jadi memerah menahan geram.
"Kau harus ikut denganku, Pendekar Rajawali Sakti," desis Nini Ratih dingin.
"Hih...!"
Cepat sekali gadis itu menghentakkan tangan kanannya ke depan, memberi satu pukulan yang begitu cepat ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti. Namun dengan kecepatan luar biasa sekali, Rangga mengegoskan tubuhnya. Sehingga, pukulan gadis cantik itu hanya menemui tempat kosong.
"Yeaaah...!"
Dengan tubuh sedikit miring ke kiri, Rangga cepat mengebutkan tangan kanannya. Langsung memberikannya satu sodokan yang begitu cepat, disertai pengerahan tenaga dalam tidak penuh. Sodokan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti itu tetap mengarah ke lambung kiri gadis cantik ini.
"Ikh...!"
Namun, cepat sekali Nini Ratih menarik mundur kakinya. Hingga, sodokan tangan Pendekar Rajawali Sakti hanya mengenai angin kosong saja.
"Hup! Hiyaaa...!"
"Heh...?!"
Rangga jadi kaget setengah mati, begitu tiba-tiba saja dari arah belakang melesat bayangan biru muda. Dan belum juga hilang rasa keterkejutannya, tahu-tahu Pandan Wangi sudah terlihat menyerang Nini Ratih begitu gencar. Akibatnya, gadis cantik itu harus berjumpalitan menghindari serangan-serangan yang begitu cepat dan beruntun dari si Kipas Maut.
"Hiya! Hiya! Yeaaah...!"
Dengan jurus-jurus pendek yang begitu cepat, Pandan Wangi terus merangsek gadis cantik yang mengenakan baju warna merah muda agak ketat ini. Namun tampaknya, Pandan Wangi tidak memberi kesempatan sedikit pun pada lawan untuk balas menyerang. Dia terus berusaha mendesak dengan jurus-jurusnya yang cepat dan dahsyat. Sementara, Rangga tidak dapat lagi berbuat apa-apa. Pendekar Rajawali Sakti hanya bisa menyaksikan pertarungan itu dari jarak yang tidak begitu jauh.
"Hup! Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja, Nini Ratih melenting tinggi-tinggi ke atas. Beberapa kali dia berputaran di udara, lalu cepat sekali meluruk turun menjauhi Pandan Wangi. Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, gadis cantik berbaju merah muda itu menjejakkan kakinya di tanah.
Sret!
Pedang yang tersampir di punggung, langsung tercabut keluar. Nini Ratih cepat-cepat menyilangkan pedangnya di depan dada, begitu melihat Pandan Wangi mengeluarkan senjata mautnya berupa sebuah kipas baja putih berkilat keperakan. Gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu membuat beberapa gerakan yang begitu indah. Kipasnya berkelebatan begitu cepat dan manis, sehingga sedap dipandang mata. Tapi, keindahan gerakannya itu justru mengandung maut yang menggetarkan.
"Kipas Maut...," desis Nini Ratih langsung mengenali.
"Hup! Hiyaaat...!"
Bagaikan kilat, Pandan Wangi melompat menerjang Kipasnya dikibaskan beberapa kali, mengarah kebagian-bagian tubuh Nini Ratih yang mematikan. Begitu cepat serangan yang dilancarkannya, sehingga membuat Nini Ratih jadi terkesiap sejenak. Namun dengan cepat pula wanita berbaju merah muda itu berkelit menghindari serangan-serangan cepat si Kipas Maut ini.
"Uts! Yeaaah...!"
Bet!
Begitu ada kesempatan, Nini Ratih cepat mengebutkan pedangnya ke arah dada. Tapi, Pandan Wangi sudah menempatkan kipasnya di depan dada. Hingga, benturan dua senjata tak dapat dihindari lagi.
Tring!
"Ikh...?!"
Nini Ratih jadi terpekik kaget setengah mati, begitu pedangnya beradu dengan kipas Pandan Wangi. Maka cepat-cepat wanita berbaju merah muda itu melompat mundur beberapa langkah. Saat itu juga tangan kanannya terasa bergetar. Hampir saja pedangnya terlepas dari genggaman, kalau tidak cepat-cepat dipindahkan ke tangan kiri. Nini Ratih langsung menyadari kalau tingkat ilmu tenaga dalam yang dimilikinya masih di bawah si Kipas Maut itu.
"Hiyaaa...!"
Belum juga Nini Ratih bisa berbuat lebih banyak lagi, cepat sekali Pandan Wangi sudah melakukan serangan kilat.
Wuk!
"Uts...!"
Nini Ratih cepat-cepat menarik tubuhnya ke belakang, begitu Kipas Maut milik Pandan Wangi mengibas mengancam tenggorokannya. Ujung kipas yang runcing itu lewat sedikit di depan tenggorokan gadis cantik berbaju merah muda ini. Dan belum juga Nini Ratih bisa menegakkan tubuhnya kembali, bagaikan kilat Pandan Wangi sudah menghentakkan kakinya. Langsung diberikannya tendangan dahsyat
"Hiyaaa...!"
"Oh...?!"
Desss!
"Akh...!"
Tidak ada kesempatan lagi bagi Nini Ratih untuk berkelit menghindar. Tendangan keras yang mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi itu tepat mendarat di dadanya. Maka tak pelak lagi, gadis berbaju merah muda itu terpental beberapa batang tombak jauhnya ke belakang. Lalu, keras sekali tubuhnya menghantam tanah, dan bergulingan beberapa kali. Sementara, Pandan Wangi sudah melompat cepat mengejarnya. Secepat itu pula kipas mautnya dikebutkan ke arah leher gadis itu.
"Hiyaaat..!"
Wuk!
Trak!
"Heh...?! Hup!"
Bukan main terkejutnya Pandan Wangi, begitu ujung kipas mautnya yang hampir saja merobek leher Nini Ratih tiba-tiba saja terasa membentur sesuatu yang begitu keras dan kuat. Akibatnya, kipas itu hampir saja terpental lepas dari tangannya. Maka cepat-cepat tubuhnya melenting, berputar dua kali ke belakang. Pada saat itu terlihat sebuah bayangan putih berkelebat begitu cepat melewati tubuhnya. Dan tahu-tahu, di samping tubuh Nini Ratih yang tergeletak di tanah, sudah berdiri Pendekar Rajawali Sakti. Satu kaki pemuda tampan berjubah putih itu menginjak pedang gadis cantik berbaju merah muda ini.
"Kau tidak perlu membunuhnya, Pandan," kata Rangga.
"Huh...!" Pandan Wangi hanya mendengus saja. Pandan Wangi menyimpan kembali Kipas Mautnya ke balik ikat pinggang. Sementara, Rangga mengambil pedang Nini Ratih yang diinjaknya. Kemudian dibangunkannya gadis itu hingga berdiri. Tampak darah kental mengalir keluar dari sudut bibirnya yang merah. Sorot matanya terlihat begitu tajam, tertuju lurus ke arah Pandan Wangi. Dari sorot matanya yang tajam, jelas kalau kekalahan ini tidak bisa diterimanya.
"Panglima Rakatala... Masukkan dia ke penjara," perintah Rangga.
"Hamba, Gusti Prabu," sahut Panglima Rakatala.
Bergegas laki-laki hampir separuh baya yang masih keiihatan gagah itu menghampiri. Lalu dicengkeramnya lengan Nini Ratih yang sudah tak berdaya itu dekat ketiaknya. Tanpa berkata apa-apa lagi, Panglima Rakatala membawa gadis itu ke dalam penjara. Sementara, Nini Ratih sempat melirik tajam pada Pandan Wangi.
"Kenapa tidak kau biarkan saja aku membunuhnya, Kakang?" desis Pandan Wangi kurang puas.
"Ini bukan rimba persilatan, Pandan. Ini kerajaan yang memiliki hukum dan peraruran-peraturan. Kau tidak bisa bertindak seenaknya di sini," kata Rangga mengingatkan.
"Huh!" Pandan Wangi hanya mendengus saja.
Rangga hanya tersenyum dan mengajak gadis itu kembali masuk ke dalam istana. Sementara, para panglima dan patih langsung mengatur penjagaan lebih dekat lagi di sekitar bangunan istana ini. Kemudian Rangga meminta Ki Lintuk, Paman Wirapati, Danupaksi, serta beberapa pembesar istana untuk berkumpul di Balai Sema Agung. Tak ada seorang pun yang membantah, dan semuanya langsung menuju ke Balai Sema Agung. Sementara, Rangga sendiri membawa Pandan Wangi ke ruangan lain.
"Kau meminta mereka ke Balai Sema Agung, tapi mengapa malah membawaku ke sini, Kakang...?" rungut Pandan Wangi.
"Ada yang ingin kubicarakan secara pribadi denganmu, Pandan," sahut Rangga kalem.
"Tentang apa?" tanya Pandan Wangi sambil memandangi wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau," sahut Rangga tegas.
"Aku...?!" Pandan Wangi jadi tidak mengerti.
"Ya, kau!"
"Aku tidak mengerti maksudmu, Kakang. Ada apa denganku...?" Pandan Wangi jadi kebingungan, tidak mengerti maksud perkataan Pendekar Rajawali Sakti.
"Tadi hampir saja kau membunuh Nini Ratih di depan para patih, panglima, dan prajurit. Tindakanmu tadi bisa menjatuhkan citra baikmu selama ini di Karang Setra," tegur Rangga.
"Maafkan aku, Kakang. Aku paling benci jika kau direndahkan orang di depan umum," ucap Pandan Wangi.
"Ah..., sudahlah. Apa kau ingin ikut ke Balai Sema Agung?" Rangga mengalihkan pembicaraan.
"Aku akan melihat Cempaka," tolak Pandan Wangi.
Rangga segera melangkah menuju Balai Sema Agung. Sementara, Pandan Wangi terus saja berjalan menyusuri lorong yang menuju kamar Cempaka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
75. Pendekar Rajawali Sakti : Kabut Hitam Di Karang Setra
ActionSerial ke 75. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.