Rangga memandangi wajah-wajah yang tertunduk dalam di depannya. Memang tidak banyak jumlah pembesar yang ada di Kerajaan Karang Setra ini. Mereka adalah, Ki Lintuk, Panglima Rakatala, Paman Wirapati, dan beberapa orang lagi yang dulu sama-sama berjuang mendirikan Kerajaan Karang Setra. Sekitar tiga puluh orang panglima dan patih tampak hadir pula di situ. Tak ada seorang pun dari mereka yang berbicara, sehingga keadaan di dalam ruangan besar yang disebut Balai Sema Agung ini jadi terasa begitu sunyi. Perlahan Rangga duduk di kursi yang indah dan berwarna kuning keemasan.
Meskipun masih mengenakan pakaian pendekarnya, tapi Rangga kelihatan begitu berwibawa jika sudah berada di atas kursi singgasana Kerajaan Karang Setra ini. Dan hal itu membuat tak ada seorang pun yang berani mengangkat kepalanya, walau hanya sedikit. Mereka semakin tertunduk dalam, menekuri lantai yang licin dan berkilat. Kembali Rangga memandangi orang-orang yang dipercayakan mengatur tata kepemerintahan kerajaan ini.
"Kalian tahu, kenapa aku meminta semua berkumpul di sini pada tengah malam begini...?" terdengar begitu dalam suara Rangga.
Tak ada seorang pun yang mengeluarkan suara. Mereka semua tetap diam dengan kepala tertunduk begitu dalam. Sementara, Rangga kembali mengedarkan pandangannya, merayapi kepala-kepala yang tertunduk menekuri lantai. Sedikit napasnya dihembuskan begitu kuat dan keras. Sementara, Danupaksi yang duduk agak jauh di sebelah kanan, juga hanya bisa diam membisu. Sesekali matanya sempat melirik wajah Rangga.
"Kalian tahu, apa yang telah terjadi malam ini?" tanya Rangga lagi, masih dengan suara begitu dalam.
Tetap tak ada seorang pun yang bersuara.
"Seseorang telah menyelinap masuk, dan menciderai Cempaka," sambung Rangga.
Mereka semua yang ada di Balai Sema Agung ini jadi terkejut, begitu mendengar kalau Cempaka mendapat celaka. Dan lebih terkejut lagi, karena ada seseorang yang menyelinap masuk ke dalam istana ini. Akibatnya adik tiri Raja Karang Setra ini mendapatkan celaka.
"Kalian tidak perlu berpura-pura terkejut. Aku tahu, kalian sebenarnya sudah tahu akan hal ini. Dan kalian menyembunyikan sesuatu dariku," kata Rangga lagi.
"Ampun, Gusti Prabu. Apa sebenarnya yang telah terjadi?" tanya Paman Wirapati seraya memberi sembah dengan merapatkan kedua telapak tangan di depan hidung.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, Paman Wirapati," agak mendesis suara Rangga.
Paman Wirapati langsung terdiam.
"Katakan, Panglima Rakatala. Apa yang terjadi sebenarnya?" desak Rangga sambil menatap Panglima Rakatala yang duduk bersila di samping Ki Lintuk.
Tapi, Panglima Rakatala hanya diam saja. Dia tidak tahu, apa yang harus dikatakan pada Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan saat ini, kabut hitam benar-benar tengah menyelimuti seluruh wilayah Kerajaan Karang Setra. Terlebih lagi, di dalam lingkungan istana ini. Peristiwa yang terjadi malam ini, merupakan awal datangnya kabut hitam itu.
"Ki Lintuk...?" Rangga beralih menatap Ki Lintuk.
Sedangkan laki-laki tua yang menjadi penasihat kerajaan itu hanya diam saja. Sedikit pun kepalanya tidak terangkat. Pandangan Rangga beralih ke arah Paman Wirapati, lalu kembali kepada Panglima Rakatala dan semua pembesar kerajaan lainnya yang ada di dalam ruangan Balai Sema Agung ini. Tak ada seorang pun yang berani mengangkat kepala. Demikian pula Danupaksi yang duduk di kursi sebelah kanan Pendekar Rajawali Sakti. Dia hanya diam saja, tidak berani memandang wajah yang kelihatan memerah tegang itu.
"Edan...! Apa-apaan kalian ini, heh...? Apa kalian sudah jadi bisu semua?!" bentak Rangga tidak bisa lagi menahan kekesalannya.
Namun, tetap tak ada seorang pun yang membuka suara. Sambil menghentakkan kakinya dengan kesal, Rangga bangkit berdiri dari singgasananya. Hatinya benar-benar kesal, karena tak ada seorang pun yang membuka mulut. Apalagi menceritakan apa yang tengah terjadi di dalam Istana Karang Setra ini.
"Baik! Jika kalian tidak bersedia mengatakan yang sebenarnya, aku tidak akan segan-segan memenjarakan kalian semua. Sikap ini sudah menandakan kalau kalian ingin memberontak!" terdengar tinggi nada suara Rangga.
Para pembesar itu jadi tersentak kaget. Sungguh tidak disangka kalau Raja Karang Setra ini akan mengeluarkan ancaman seperti itu.
"Aku tunggu salah seorang dari kalian besok pagi. Kalau tidak ada yang menghadap, terpaksa kalian dipenjarakan sampai ada yang mau mengatakan rahasia ini," sambung Rangga lagi.
Setelah berkata demikian, Rangga segera meninggalkan Balai Sema Agung. Dan kepala-kepala yang tadi terangkat kaget, kembali bergerak tertunduk lesu. Tak ada seorang pun yang membuka suara, sampai Pendekar Rajawali Sakti tidak terlihat lagi di dalam ruangan yang besar dan megah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
75. Pendekar Rajawali Sakti : Kabut Hitam Di Karang Setra
AcciónSerial ke 75. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.