BAGIAN 4

511 17 0
                                    

Malam ini udara di sekitar Desa Kranggan begitu dingin. Angin bertiup kencang, membuat daun-daun berguguran dan terhempas di tanah. Langit tampak menghitam kelam, tertutup awan hitam yang menggumpal bergulung-gulung menutupi cahaya rembulan dan bintang. Sesekali terlihat kilatan cahaya di langit yang disusul terdengarnya ledakan guntur bagai hendak memecahkan seluruh alam raya ini.
Tak ada seorang pun terlihat di luar. Jalan-jalan di seluruh Desa Kranggan satu pun tidak terlihat manusia berjalan. Begitu sunyi keadaannya, hingga deru angin yang begitu kencang terdengar bagai hendak menghancurkan desa ini. Dari kejauhan terdengar lolongan anjing hutan yang begitu panjang memilukan, membuat bulu kuduk siapa saja yang mendengarnya jadi meremang.
Saat itu, terlihat sesosok tubuh berbaju serba hitam yang panjang dan longgar tengah bergerak cepat menuju ke arah Timur Desa Kranggan. Gerakannya begitu cepat dan ringan, seakan-akan melayang di atas tanah. Sedikit pun tak terdengar suara dari ayunan kakinya yang begitu ringan bagai tidak menapak permukaan tanah. Sosok tubuh hitam itu baru berhenti bergerak setelah sampai di tanah pekuburan yang letaknya tidak seberapa jauh di sebelah timur Desa Kranggan.
"He he he...!"
Terdengar tawanya yang terkekeh kering mengerikan. Dia berdiri tegak didepan sebuah gundukan tanah kuburan yang tampaknya masih baru dan terawat apik. Perlahan kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, seakan tidak ingin ada orang lain yang melihatnya. Kemudian, matanya menatap tajam pada kuburan di depannya dari balik kain kerudung berbentuk kerucut yang menutupi seluruh kepala dan sebagian wajahnya.
Memang sulit untuk bisa mengenali wajahnya, karena hampir tertutup kain kerudung hitam. Terlebih lagi, malam ini begitu gelap. Sedikit pun tak ada cahaya bulan dan bintang menghias angkasa raya. Sebentar orang itu berdiri mematung memandangi kuburan yang kelihatan masih baru, kemudian kedua tangannya perlahan terangkat ke atas. Kepalanya pun bergerak menengadah ke atas, mengikuti gerakan, kedua tangannya. Tampak bibirnya yang pucat bergerak-gerak seperti menggeletar. Kemudian...
"Hup!"
Begitu kedua tangannya merapat di samping pinggang, dia melompat tinggi ke udara. Lalu, tubuhnya menukik deras dengan kaki merapat tertuju lurus ke tengah kuburan itu. Dan....
Brus!
Cepat sekali orang aneh berbaju hitam pekat itu melesak masuk ke dalam kuburan. Tanah di sekitar kuburan jadi bergetar, bagai diguncang gempa kecil. Tampak asap putih mengepul ke udara bergulung-gulung dari kuburan yang berlubang cukup besar. Dan tak berapa lama kemudian, terlihat orang aneh itu menyembul perlahan-lahan sambil memondong sesosok tubuh yang terbungkus kain putih bernoda tanah merah.
Orang itu bergerak melayang ke atas, lalu pelan-pelan sekali kakinya menjejak tanah di pinggir kuburan yang sudah berlubang. Asap putih yang menggumpal dari dalam kuburan itu pun menyebar tertiup angin. Tampak orang aneh berbaju serba hitam itu berdiri tegak memondong sesosok tubuh yang terbungkus kain putih bernoda tanah merah berlumpur. Perlahan diletakkannya mayat itu, kemudian dipandanginya beberapa saat. Hati-hati sekali ikatan kain putih di kepala mayat itu dibukanya.
"He he he...!"
Suara tawa terkekeh kembali terdengar saat terlihat seraut wajah wanita yang cukup cantik di balik kain putih yang membungkusnya. Dengan sikap hati-hati, kembali diikatnya ujung kain di kepala mayat wanita, dan dibungkusnya lagi dengan rapi.
"He he he...!"
Sambil tertawa terkekeh, orang aneh itu memondong lagi mayat perempuan yang diambilnya dari dalam kuburan itu. Kemudian tubuhnya berbalik da melangkah ringan meninggalkan kuburan. Ayunan langkah kakinya begitu ringan, seakan-akan telapak kakinya tidak menyentuh tanah sedikit pun juga. Sebentar saja, dia sudah tidak terlihat lagi ditelan gelapnya malam. Secercah cahaya kilat menyambar membelah langit yang kelam.
"He he he...!"
Suara tawa terkekeh masih terdengar, dan semakin menjauh. Kemudian suara itu menghilang terbawa hembusan angin kencang di malam pekat ini. Tidak ada seorang pun yang melihat kejadian itu. Dan malam terus merayap semakin bertambah larut. Titik-titik air hujan mulai merembes jatuh menyirami bumi. Tak berapa lama kemudian, hujan pun turun dengan deras sekali, bagaikan ditumpahkan dari langit. Kilat semakin sering menyambar disertai guntur yang menggelegar memecah angkasa.

***

Kegemparan terjadi di Desa Kranggan, ketika salah seorang anak gembala melihat sebuah kuburan terbongkar pagi ini. Itu adalah kuburan seorang gadis yang baru meninggal kemarin. Dan ini, berarti sudah dua kuburan terbongkar. Rangga dan Pandan Wangi yang berada di rumah Kadik, juga mendengar berita itu. Mereka bergegas ke tanah kuburan yang berada di sebelah Timur di luar Desa Kranggan.
"Pasti dia akan menciptakan pasukan dari mayat yang dibangkitkan dari kuburnya," desis Kadik menggumam perlahan, seakan bicara pada diri sendiri.
Rangga yang mendengar gumaman kecil itu langsung memandanginya tajam-tajam. Sementara, Pandan Wangi yang tidak mendengar terus mengamati kuburan yang menganga cukup besar. Tidak ada lagi orang lain di sekitar tanah kuburan ini, selain mereka bertiga.
"Siapa dia, Kadik?" Tanya Rangga ingin tahu.
Kadik tidak langsung menjawab. Ditariknya napas dalam-dalam dan dihembuskannya kuat-kuat. Lalu, kepalanya bergerak berpaling menatap Pendekar Rajawali Sakti yang berdiri tepat di sebelah kanannya. sedangkan Rangga sendiri terus memandangi tanpa berkedip.
"Iblis Penggali Kubur," terdengar pelan sekali suara Kadik.
"Siapa dia?" Tanya Rangga lagi.
"Aku tidak tahu. Aku juga hanya mendengar namanya saja dari Ki Jungut. Tapi, dia sudah tewas oleh...," Kadik tidak meneruskan.
Rangga juga tidak mendesak lagi. Dia tahu, siapa Ki Jungut itu. Kadik sudah menceritakannya ketika sadar dari pingsannya dan ditolong Pendekar Rajawali Sakti. Tapi dari cerita Kadik, belum ditemukan titik terang sedikit pun. Rangga juga belum bisa menduga maksud si Iblis Penggali Kubur yang mengambil mayat-mayat dari dalam kubur. Entah, untuk apa mayat-mayat itu dikumpulkan. Tapi ada satu keanehan yang menjadi beban pikiran Rangga saat ini. Si Iblis Penggali Kubur hanya mengambil mayat-mayat gadis yang baru satu hari meninggal dan dikuburkan. Untuk apa mayat-mayat gadis yang baru meninggal itu...?
Pertanyaan ini yang terus mengganggu benak Pendekar Rajawali Sakti. Sementara, Pandan Wangi sudah selesai memeriksa sekitar kuburan yang berlubang menganga cukup besar itu. Gadis berbaju biru muda yang berjuluk si Kipas Maut itu menghampiri Rangga yang berada di sebelah kanan Kadik, pemuda dari Desa Kranggan yang ternyata putra bekas seorang panglima perang kerajaan.
"Bagaimana...? Ada yang kau temukan, Pandan?" Tanya Rangga langsung.
Pandan Wangi menggelengkan kepala perlahan. Sedikit nafasnya ditarik, kemudian dihembuskannya pelan sekali. Pandangannya langsung tertuju pada Kadik yang juga tengah memandanginya, kemudian beralih pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Dia bukan penggali kubur biasa, Kakang," duga Pandan Wangi perlahan.
"Maksudmu...?" Rangga tidak mengerti.
"Kau lihat saja sendiri. Sedikit pun tidak ada bekas galiannya. Tanah di sekitar lubang seperti hangus terbakar," sahut Pandan Wangi menjelaskan pengamatannya.
Rangga bergegas mendekati lubang kuburan itu. Pendekar Rajawali Sakti berjongkok sebentar mengamati, kemudian kembali mendekati Pandan Wangi dan Kadik. Saat itu, tiba-tiba saja bertiup angin kencang disertai suara menggemuruh bagai terjadi badai. Dan saat itu juga, langit jadi gelap tersapu awan hitam yang berrgulung-gulung menutupi seluruh angkasa. Rangga cepat melompat ke depan Kadik. Pandan Wangi juga segera menggeser kakinya mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Mendadak....
Crlark! Glarrr...!
Secercah cahaya kilat membersit terang di angkasa, disertai ledakan guntur yang menggelegar dahsyat menggetarkan jantung. Bahkan, sampai-sampai mengejutkan tiga orang yang ada di tengah-tengah tanah pekuburan ini. Dan belum lagi keterkejutan itu lenyap, kembali mereka dikejutkan oleh bergetarnya bumi yang dipijak.
Saat itu, terlihat asap tebal berwarna kemerahan mengepul bergulung-gulung dari dalam kuburan yang terbongkar. Tak berapa lama kemudian, tanah kuburan itu bergerak merapat. Dan asap kemerahan yang mengepul pun menghilang tersapu angin. Mendadak, langit kembali cerah. Angin pun tidak lagi berhembus kencang. Kemurkaan alam hanya terjadi sesaat, namun sudah membuat Rangga dan Pandan Wangi sempat berjaga-jaga untuk melindungi Kadik.
"Pertanda apa ini, Kakang?" Tanya Pandan Wangi setengah bergumam, seperti untuk diri sendiri.
"Hmmm...," namun Rangga hanya menggumam perlahan saja.
Sedangkan wajah Kadik sudah terlihat memucat. Dia teringat peristiwa yang pernah dialaminya kuburan ini, sebelum jatuh pingsan dan ditolong kedua pendekar muda dari Karang Setra itu. Kejadian yang hampir sama, tapi kali ini lebih dahsyat lagi. Hanya saja, sekarang tidak muncul mayat wanita seperti yang terjadi pada jasad kekasihnya.
Namun demikian, Kadik jadi cemas juga. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri dengan wajah pucat pasi dan tubuh gemetar. Tapi setelah beberapa saat keadaan tenang, ternyata tidak seorang pun yang terlihat muncul di kuburan ini. Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak dengan kepala bergerak-gerak perlahan seperti tengah mengerahkan ilmu 'Pembeda Gerak dan Suara'.
Namun juga Pendekar Rajawali Sakti belum mendapatkan sesuatu. Sekitar kuburan ini begitu sunyi. Hanya desir angin lembut saja yang terdengar mengusik gendang telinga. Namun tiba-tiba saja...
"Kau merasakan sesuatu, Pandan...?" pelan sekali suara Rangga.
Pandan Wangi terdiam. Kepalanya dimiringkan sedikit, mempertajam pendengarannya. Sebentar kemudian wajahnya berpaling menatap Pendekar Rajawali Sakti yang masih diam dengan sikap seperti hendak menghadapi musuh tangguh dan berbahaya.
"Aku tidak mendengar apa-apa," kata Pandan Wangi perlahan setengah berbisik.
"Pusatkan seluruh perasaanmu pada telapak kaki," ujar Rangga tanpa berpaling sedikit pun juga.
Tapi belum juga Pandan Wangi mengikuti kata-kata Pendekar Rajawali Sakti, mendadak....
Brul! Blar...!
"Heh...?!"
"Ohhh...!"
Pandan Wangi dan Kadik langsung berlompatan mundur dengan terkejut, begitu tiba-tiba saja didepan mereka menyembul dua sosok tubuh dari dalam tanah. Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak pada kedua kakinya.
"Oh, makhluk apa ini...?!" Desis Pandan Wangi mendesah.
Hampir Pandan Wangi tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Ternyata dari dalam tanah muncul dua sosok makhluk yang sulit untuk bisa dikenali lagi. Dua sosok makhluk berbentuk mayat yang seluruh wajah dan tubuhnya sudah rusak. Kedua mayat hidup itu bergerak lamban, mendekati Pendekar Rajawali Sakti yang masih tetap berdiri tegak tak bergeming sedikit pun.
Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti begitu tajam tak berkedip sedikit pun saat mengamati dua sosok makhluk mayat hidup yang sudah rusak keadaannya. Bau busuk yang memualkan langsung menyebar menyengat hidung. Ulat-ulat kecil memenuhi hampir seluruh tubuh kedua makhluk itu yang sudah mengelupas daging-dagingnya.
"Hmm.... Sekali pun datang dari dasar neraka, tidak pantas kau ada di atas permukaan bumi ini," desis Rangga dingin menggetarkan.
Tiba-tiba saja, salah satu dari makhluk mayat hidup itu melompat menerjang Rangga begitu cepat. Kedua tangannya terulur ke depan, mengarah langsung ke leher Pendekar Rajawali Sakti.
"Hap!" Cepat-cepat Rangga memiringkan tubuhnya menghindari terjangan makhluk mayat hidup yang menyebarkan bau busuk memualkan perut itu. Tapi belum juga tubuhnya sempat ditarik tegak kembali, satu makhluk mayat hidup lainnya sudah memberikan serangan dengan kibasan tangan kanan yang berkuku runcing mengarah ke lambung kanan.
"Uts!" Rangga segera mengegoskan tubuhnya menghindari sambaran tangan rusak berkuku runcing dan hitam itu. Cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang beberapa langkah. Dan pada saat itu, tiba-tiba saja dari dalam tanah menyembul sebuah tangan rusak dan kotor berlumpur. Langsung dicengkeramnya pergelangan kaki Pendekar Rajawali Sakti. Dan pada saat yang bersamaan, mendadak Kadik menjerit keras.
"Heh...?!" Pandan Wangi yang berada dekat dengan pemuda desa itu jadi terkejut. Cepat Kipas Mautnya ditarik keluar, dan langsung dikebutkan ke tangan rusak yang menyembul dari dalam tanah yang mencengkeram pergelangan kaki Kadik.
Cras!
Tangan yang hampir tidak berdaging itu langsung buntung terbabat kipas baja putih yang terkenal maut Itu. Pada saat yang bersamaan, Rangga sudah berhasil melepaskan cengkeraman tangan rusak dan pergelangan kakinya. Cepat-cepat tubuhnya melenting, dan langsung mendarat dekat di samping Pandan Wangi. Begitu ringan gerakannya, hingga tidak menimbulkan suara sedikit pun saat menjejak tanah yang berumput agak basah ini.
"Tinggalkan tempat ini, cepat...!" seru Rangga.
"Kau sendiri...?" Pandan Wangi ingin protes.
"Jauhkan Kadik dari sini. Nanti aku menyusul," potong Rangga cepat.
Pandan Wangi tidak membantah lagi. Cepat-cepat disambarnya tangan Kadik, dan diajaknya berlari meninggalkan tanah kuburan itu.
Sementara, Rangga sudah kembali sibuk menghadapi dua makhluk mayat hidup yang menyerangnya dengan cepat dan bergantian. Saat itu, tangan-tangan rusak dan kotor berlumpur semakin banyak bersembulan dari tanah, seakan-akan siap menerima Pendekar Rajawali Sakti. Akibatnya, pemuda berbaju rompi putih itu harus berjumpalitan di udara.
"Hup! Yeaaah...!"
Begitu memiliki kesempatan, Rangga cepat-cepat melenting ke udara, lalu manis sekali hinggap di atas dahan pohon. Lalu tubuhnya kembali melenting ke pohon lainnya. Beberapa kali Pendekar Rajawali Sakti berlompatan dari satu pohon ke pohon lain. Dan dengan gerakan indah kakinya mendarat di tanah, agak jauh dari tanah kuburan itu.
"Phuihhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang. Tampak mayat-mayat hidup dan tangan-tangan rusak yang bersembulan dari dalam tanah itu tidak berusaha mengejar. Bahkan kembali melesak masuk ke dalam tanah.
Sementara itu Rangga berdiri tegak memperhatikan. Pendekar Rajawali Sakti belum juga beranjak pergi, meskipun tidak ada lagi makhluk mayat hidup dan tangan-tangan rusak di sekitar tanah pekuburan itu. Beberapa saat lamanya, Rangga masih berdiri mematung memandangi tanah pekuburan. Kemudian tubuhnya berputar berbalik, dan melangkah pergi. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, mendadak saja berkelebat sebuah bayangan hitam memotong di depannya.
"Hup!" Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang sambil berputaran di udara dua kali. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, sedikit pun tidak terdengar suara saat kakinya menjejak tanah kembali.
"Hmmm...." Pendekar Rajawali Sakti bergumam kecil saat melihat di depannya sudah berdiri sesosok berbaju jubah panjang warna hitam pekat. Sulit untuk bisa melihat wajahnya, karena tertutup kerudung hitam berbentuk kerucut yang menyelubungi seluruh kepala.
"Hmmm...," kembali Rangga menggumam perlahan.
"Tinggalkan desa ini. Pendekar Rajawali Sakti. Jangan coba-coba mencampuri urusanku," terasa dingin sekali nada suara orang itu.
"Heh...?! Kau tahu namaku?! Siapa kau?!" Rangga jadi terperanjat.
"Aku biasa dipanggil Iblis Penggali Kubur. Dan kuharap, kau cepat tinggalkan desa ini. Jangan coba-coba mencampuri urusanku di sini. Dan kalau kau keras kepala, kau akan menghadapi pasukan mayatku," desis orang aneh berbaju jubah hitam yang mengenalkan diri sebagai si Iblis Penggali Kubur.
Dari nada suaranya, jelas kalau orang itu laki-laki. Dan Rangga tahu kalau ancaman itu tidak bisa dianggap main-main. Tapi, apakah Pendekar Rajawali Sakti akan mengikuti begitu saja hanya karena ancaman? Rangga kini malah melangkah beberapa tindak, mendekati. Sikapnya begitu tenang. Bahkan senyuman tipis terukir di bibirnya. Dan kini, jarak mereka tinggal sekitar tujuh langkah lagi.
"Kau yang mencuri mayat-mayat di sini?" Tanya Rangga agak datar nada suaranya.
"Itu bukan urusanmu, Pendekar Rajawali Sakti!" Sahut si Iblis Penggali Kubur ketus.
"Untuk apa kau mencuri mayat?" Tanya Rangga lagi, tidak mempedulikan jawaban yang begitu ketus dan tidak bersahabat.
"Sudah kukatakan, itu bukan urusanmu!" Bentak Iblis Penggali Kubur lagi. "Kau tinggalkan desa ini secepatnya, atau mati di sini oleh pasukanku, Pendekar Rajawali Sakti!"
"Hmmm. Kau mengancamku, Kisanak," desis Rangga agak menggumam.
"Semua penduduk Desa Kranggan akan kujadikan mayat kalau kau masih terlihat besok pagi, Pendekar Rajawali Sakti. Dan, ingat! Aku tidak pernah main-main. Kalau kau tetap keras kepala, aku tidak segan-segan menghancurkan kerajaanmu dengan pasukan mayatku!" semakin dingin saja nada suara si Iblis Penggali Kubur.
Belum juga Rangga bisa membuka suara, si Iblis Penggali Kubur sudah melesat pergi cepat sekali. Begitu cepatnya, hingga dalam sekejapan mata saja sudah tidak terlihat lagi bayangannya. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak memandang ke arah kepergian laki-laki aneh yang mengaku berjuluk Iblis Penggali Kubur.
"Hmmm, siapa dia? Dan, dari mana dia tahu diriku...?' gumam Rangga perlahan, bertanya-tanya pada diri sendiri.
Memang sulit menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti sekarang ini. Dan bukan hanya itu saja pertanyaan yang muncul di kepala Rangga. Begitu banyak pertanyaan yang bermunculan, tapi tak satu pun yang bisa terjawab. Dan Rangga sen-diri belum bisa menduga apa-apa, karena semuanya masih belum jelas. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu, untuk apa si Iblis Pengali Kubur itu membentuk pasukan dari mayat-mayat yang dicurinya dari dalam kubur.
"Apa pun ancamannya, aku tidak bisa tinggal diam begitu saja. Perbuatannya sudah menyalahi kodrat alam. Bagaimanapun caranya, semua ini harus bisa kuhentikan," desis Rangga bertekad.
Pendekar Rajawali Sakti terus melangkah pergi dengan ayunan kaki yang begitu ringan. Seakan-akan, telapak kakinya tidak menyentuh tanah. Dan sebentar saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah jauh meninggalkan kuburan itu. Bahkan kini sudah kembali bertemu Pandan Wangi dan Kadik di perbatasan sebelah timur Desa Kranggan.
"Ayo kita ke rumahmu, Kadik," ajak Rangga langsung, sebelum Pandan Wangi melontarkan Pertanyaan.
Dan memang, mulut Pandan Wangi sudah terbuka ingin bertanya. Tapi, pertanyaan itu hanya tertinggal di tenggorokan saja, karena Rangga sudah melangkah mendahului. Sedangkan Kadik mengikuti dari belakang. Maka Pandan Wangi pun bergegas melangkah mengikuti kalau tidak ingin tertinggal. Sebentar saja mereka sudah berjalan berdampingan, memasuki Desa Kranggan yang tampak masih tetap sunyi.

***

76. Pendekar Rajawali Sakti : Iblis Penggali KuburTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang