BAGIAN 5

444 16 0
                                    

Satu pekan sudah berlalu, setelah kejadian yang mengerikan yang dialami Kadik, Pandan Wangi dan Pendekar Rajawali Sakti. Dan kini setiap hari selalu saja ada yang meninggal di Desa Kranggan. Mereka yang meninggal adalah gadis-gadis muda, di bawah usia sembilan belas tahun. Dan setiap kali ada penguburan, esok harinya kuburan itu selalu ditemukan sudah terbongkar. Bahkan mayat yang dikuburkan lenyap entah ke mana.
Peristiwa ini tentu saja membuat seluruh penduduk Desa Kranggan jadi gempar. Mereka langsung dicekam kengerian yang menggelisahkan. Bahkan kini, tak ada seorang pun yang berani lagi keluar dari rumah kalau malam sudah menjelang. Sudah beberapa orang peronda melihat, gadis-gadis yang sudah meninggal waktu itu berkeliaran di desa ini. Namun, sampai saat ini belum ada korban. Tapi, hampir setiap hari ada saja gadis desa yang meninggal mendadak.
Rangga yang masih berada di desa itu juga teringat ancaman si Iblis Penggali Kubur. Maka kecemasan pun tidak dapat lagi disembunyikan. Hatinya benar-benar cemas kalau Iblis Penggali Kubur sampai benar-benar melaksanakan ancamannya. Iblis itu memang ingin membuat seluruh penduduk Desa Kranggan menjadi pasukan mayatnya, dan untuk menghancurkan Kerajaan Karang Setra. Dan kini sudah lebih dari sepuluh orang gadis meninggal dalam waktu kurang dari dua pekan saja.
"Ada yang meninggal lagi, Kakang."
Rangga mengangkat kepalanya sedikit, langsung menatap wajah Pandan Wangi yang kelihatan begitu cantik pagi ini. Tapi sinar matanya kelihatan begitu lelah. Pandan Wangi memang sudah lelah, karena sampai saat ini belum juga bisa memergoki si pencuri mayat.
"Gadis...?" Tanya Rangga terdengar pelan sekali suaranya.
Pandan Wangi mengangguk.
"Hhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang.
Saat itu, terlihat Kadik datang menghampiri dari samping rumah. Pemuda keturunan bangsawan yang hidup di desa sejak masih kecil itu langsung menghempaskan tubuhnya di samping Rangga. Tampak keringat mengucur membasahi seluruh wajah, leher, dan tubuhnya. Nafasnya pun terdengar memburu. Bahkan seperti tidak peduli dengan pandangan mata Rangga dan Pandan Wangi yang menyorot begitu tajam.
"Dari mana pagi-pagi begini, Kadik?" Tanya Rangga tetap menatap pemuda desa itu.
"Mencari si Iblis Penggali Kubur," sahut Kadik datar.
"Untuk apa?"
"Iblis keparat itu telah menyandera emak ku, Rangga. Aku harus membunuhnya!" dengus Kadik bernada geram.
Rangga diam memandangi dengan sinar mata agak tajam, tak berkedip sedikit pun juga. Sementara, Pandan Wangi yang sudah duduk di sebelah Pendekar Rajawali Sakti juga memandangi Kadik yang masih sibuk mengatur jalan nafasnya. Sesekali punggung tangannya menyeka keringat di leher.
"Dia juga telah membuat kekasihku sengsara dalam kematiannya. Iblis itu akan membuat seluruh penduduk Desa Kranggan ini jadi mayat hidup!" sambung Kadik masih dengan nada suara menggeram berang.
"Dari mana kau tahu itu?" Tanya Rangga agak tersentak kaget.
"Semalam dia menemuiku, dan mengancam akan membuat seluruh penduduk desa ini menjadi mayat hidup kalau aku tidak segera menyerahkan Cupu Batu Mustika Biru. Dia juga meminta agar aku tidak mengizinkan kalian berdua tinggal di sini," sahut Kadik seraya berpaling menatap Rangga begitu dalam.
"Kau menghendaki begitu?" Tanya Rangga.
"Tidak. Biar kau tetap di sini, Rangga. Kita hadapi iblis keparat itu bersama-sama," tegas Kadik.
"Aku memang akan menghentikannya. Tapi, tidak dengan cara gegabah," kata Rangga juga tegas nada suaranya.
"Kau punya rencana, Rangga?" Tanya Kadik.
Rangga tidak langsung menjawab, dan jadi terdiam mendengar pertanyaan Kadik barusan. Sebenarnya, tidak terlalu sulit menjawab pertanyaan itu. Tapi, Rangga memang tidak pernah mengatakan setiap rencana yang ada dalam kepalanya. Karena, dia tidak pernah percaya penuh pada keberhasilan sebuah rencana. Pendiriannya, sematang apa pun rencana yang sudah disiapkan, tidak akan mencapai hasil sepenuh yang diinginkan.
Dan semua itu tergantung pelaksanaannya. Itu sebabnya, kenapa Rangga tidak pernah mengatakan setiap rencana yang ada di kepalanya. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti berdiri, dan melangkah menghampiri kudanya yang tertambat di pohon kenanga, tepat di sudut sebelah kiri halaman rumah ini. Dielus-elusnya leher kuda hitam yang tinggi tegap dan bernama Dewa Bayu itu. Kuda hitam Dewa Bayu tampak kesenangan mendapat elusan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!" Dengan gerakan indah sekali, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke punggung Dewa Bayu. Kemudian, dihentakkan tali kekang kudanya yang terbuat dari perak. Kuda itu pun berjalan perlahan-lahan, keluar dari halaman rumah Kadik yang cukup luas ini.
Sementara, Pandan Wangi dan Kadik hanya memandangi saja kepergian Pendekar Rajawali Sakti dengan kuda tunggangannya.
"Mau ke mana dia?" Tanya Kadik.
Pandan Wangi hanya mengangkat bahunya sedikit saja. Dia sendiri tidak tahu, ke mana Rangga akan pergi. Gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu tidak lagi merasa heran atas sikap Rangga yang pergi begitu saja tanpa berkata apa-apa. Dia tahu, persoalan yang sedang dihadapi Pendekar Rajawali Sakti dianggap berat. Dan biasanya, Rangga akan melakukan sesuatu tanpa ada satu rencana pun di kepalanya.
"Aku pergi dulu, Kadik," pamit Pandan Wangi seraya bangkit berdiri.
"Mau ke mana?" Tanya Kadik.
"Ke rumah kepala desa," sahut Pandan Wangi. Si Kipas Maut itu langsung saja berjalan menghampiri kudanya sebelum Kadik melontarkan pertanyaan lagi. Gadis itu langsung melompat naik ke punggung kuda putihnya.
Sementara, Kadik hanya bisa memandangi tanpa dapat berbuat apa-apa. Dia terus memandangi Pandan Wangi yang menuju ke rumah Kepala Desa Kranggan.

76. Pendekar Rajawali Sakti : Iblis Penggali KuburTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang