Pernah mendengar atau membaca motivasi tentang orang-orang dengan usia muda yang sudah memiliki ini, sudah mencapai itu, dan sudah menggapai sesuatu hal yang besar? Atau pernah mendengar ketika tetangga menanyakanmu apa saja yang telah kamu capai di usiamu kini sekaligus memberi tahumu bahwa orang terdekat mereka yang seusiamu telah mencapai sesuatu yang lebih darimu seakan sedang membandingkan? Atau bahkan orang tuamu sendiri yang melakukannya?
Percayalah semua orang pernah mengalaminya. Bahkan orang yang dijadikan pembanding juga dibanding-bandingkan dengan orang lainnya.
Hal ini bisa disebut dengan peer pressure.
Biasanya seseorang benar-benar memikirkan itu di saat usia remaja hingga mendekati umur 30-an. Tekanan yang dirasakan yang timbul dari orang-orang sekitar yang satu usia. Semua pernah mengalaminya, atau paling tidak, pernah terbesit di pikiran walau tidak benar-benar membuat tertekan banyak.
Termasuk Haryan juga pernah mengalami itu, bahkan sampai sekarang. Ketika dirinya sudah sukses dengan kafe miliknya yang pendapatan per hari nya bisa mencapai omset ratusan juta. Bahkan ia sudah bisa membiayai adek-adeknya. Termasuk kuliah Honey, uang jajan untuk Gina selagi dirinya mencari pekerjaan, dan uang cemilan untuk Gino yang terkadang datang ke kafe hanya untuk minta kue gratis.
Tetapi, entah bagian mana yang belum cukup. Papa masih tetap selalu menekannya.
Usia 17 dirinya, papa menekannya, bahwa anak laki-laki sulung teman papa di usia sama sudah membantu orangtuanya mencari biaya hidup.
Usia 21 dirinya, papa menekannya, bahwa anak-anak teman papa yang usia segitu sudah kerja jadi pegawai sementara Haryan masih uring-uringan revisi skripsi.
Usia 23 dirinya, papa menekannya, bahwa orang-orang di usianya sudah mapan dan sudah siap menikahi anak gadis orang. Sementara dirinya masih sibuk membuat americano di kafe orang.
Usia 25 dirinya, papa menekannya, bahwa orangtua yang anaknya berumur sama sudah menimang cucu mereka. Sementara Haryan masih sibuk gali lubang tutup lubang demi menjaga kafenya tidak bangkrut karena mendirikan kafe sendiri tak semudah kelihatannya.
Dan kini di usia 27 dirinya, ketika kafe nya sudah terbilang sukses hasil dari kerja keras dan sifat pantang menyerahnya. Papa masih saja menekannya dengan satu pertanyaan, 'kapan kamu akan menikah?'
Ayolah. Selama hampir setengah perjalanan hidupnya. Hanya diisi oleh tekanan-tekanan teman sebaya yang disokong dari papa sendiri. Kalau dia tidak punya mama dan adek-adek yang selalu di sisinya. Haryan sudah lama bunuh diri karena kerasnya hidup ditambah tidak adanya dukungan moral dari sang papa membuatnya stress berkepanjangan.
Seperti saat ini, ketika waktu sudah menunjukkan pukul 10 lewat 10. Matahari bersinar cerah. Jam dinding tersenyum, sementara wajah Haryan kaku tak berekspresi. Di sampingnya duduk, ada Fariz Sukma Antara, kepala keluarga Fronza yang sedang menyesap teh dari cangkir stainless berukuran besar.
Teras samping yang semula panas, sekarang tidak lagi disinari karena matahari sudah berpindah dan sinarannya bergeser sedikit lebih ke halaman samping. Di teras itulah sepasang bapak dan anak sulung itu duduk memandang bunga-bunga yang dirawat oleh mama dan sesekali dibantu Honey.
"Bagaimana anak gadis teman papa yang papa bilang tempo hari. Kamu sudah bertemu dengannya?"
Haryan mengangguk, "Sudah pa"
"Apa kalian sudah membicarakan pernikahan?"
Haryan memandang Fariz dengan tatapan jera. "Pa, kami baru bertemu sekali. Itu terlalu cepat. Papa bahkan tidak bertanya apa aku menyukainya atau tidak"
"Haryan!" panggil Fariz tegas. "Di usiamu yang sekarang kamu tidak punya hak untuk membicarakan suka atau tidak. Kamu pikir kamu remaja tanggung yang masih main cinta-cintaan"
KAMU SEDANG MEMBACA
Placebo Effect
RomanceGina menyadari bahwa kebanyakan orang akan merasa jika terjebak dalam cinta masa lalu adalah hal yang menjengkelkan. Belum lagi dengan julukan 'si gagal move on' yang kerap disandingkan di belakang nama. Tetapi Gina tidak sependapat, buktinya diriny...