³⁶| dingin

835 163 27
                                    

Tak terasa esok sudah waktunya siswa senior untuk bertempur melawan kekejaman soal ujian terakhir sebelum melepas baju putih abu mereka. Di hari tenang sebelum masuk ujian ini, Sugih bersedia menghabiskan waktunya menyelami gudang ilmu di perpustakaan. Tentu saja ia tak sendiri, Irena menemani Sugih belajar. Cukup sudah gadis itu tak akan pernah membawa pacarnya masuk dunia malam, cowok polos modelan Sugih tak pernah bisa diajak masuk dunia malam. Irena mengalah untuk itu, biar saja dia yang bosan dan mengantuk menunggu Sugih selesai belajar sampai puas.

Irena menopang dagu dengan tangan kanannya. Kelopak matanya sudah sering turun saking mengantuk, Irena menahan rasa kantuk itu sekuat yang ia bisa. Walau akhirnya ia kalah juga, topangan dagunya ambruk. Irena tidur dengan menaruh kepala di meja baca.

Bruuuk...

Sugih mendengar suara bagaimana Irena menumpahkan kepalanya di meja. Ia tersenyum melihat sosok yang biasanya galak dan sering marah-marah itu tertidur tenang di meja. Namun, petugas perpustakaan tak mengizinkan pengunjungnya di tempat itu. Sugih harus membangunkan Irena, "Ren...bangun yuk!" Sugih mengusap punggung Irena yang terbalut kain bajunya. "Ngghh..." Irena masih nyaman dalam keadaan seperti itu.

"Kita pindah tempat biar kamu gak bosan!" Sugih berbisik di kuping Irena pelan. "Nggh...kemana? Kemana ke taman baca? Entar dulu deh..." Irena kembali ke posisi tidurnya. "Kita ke café aja yuk..." Ajak Sugih berbeda dari tebakan Irena.

"Hah? Café? Gak bercanda kan nih?"

"Iya ayo makanya..."

Senang reaksi Irena pacar monotonnya mengajak ke tempat yang lebih baik. Setidaknya daripada tumpukan buku yang membosankan. Café yang suasananya ramai dan santai lebih baik dari ini. "Ayo... dong..." Irena sadar diri ia barusan tersenyum sendiri membayangkan suatu hal romantis yang mungkin terjadi. Tapi ternyata ia masih duduk di kursi sementara Sugih terus mengajaknya buru-buru.

•••

Kriiinggg...

Di café yang sama seperti hari lalu, Jihan mesra dengan buku yang dibacanya. Tidak lupa juga ia menyalakan laptop di meja ditemani segelas es kopi yang membantu pikirannya terbuka. "Hai Jihan..." Aji kembali hadir di meja Jihan. Gadis itu memalingkan wajah dari Aji, "Maaf lagi gak mau diganggu." Jihan cukup ketus pada Aji, walau begitu tuan narsis tetap tersenyum padanya. "Oke...gue ga ganggu, tapi ini punya lo kan?" Jedai merah muda yang kemarin tertinggal ditunjukkan Aji ke mata Jihan.

"Jedai gue itu, sini balikin!"

Jihan membawa jedainya secara paksa dari tangan Aji. "Kemarin lo tinggal di meja ini, gak usah marah gue bukan pencuri." Lagi, bibir atas Aji melekuk menyimpul senyuman. Aji mengulang apa yang pernah dilakukan saat Jihan berkunjung di malam Minggu lalu  betul ia menggeser kursi di depan Jihan. Duduk di sana seperti tak punya dosa pada gadis itu. "Bank Soal MIPA untuk kelas 12." Buku yang Jihan letakkan di meja diraih Aji lalu dibaca judulnya. "Oh... kamu lagi belajar buat ujian, pantesan sering marah-marah." Jihan merebut paksa buku dari tangan Aji.

"Diem jangan ganggu!"

"Ups...sorry, maaf ya kakak ganggu adek belajar."

"Iiih... lo bisa gak sih gak muncul terus di depan gue!"

"Gak ada kerjaan lain apa selain muncul di café kek gak ada kerjaan aja."

Jihan membentak Aji, sudah hilang rasa sabar di benak Jihan. Kemunculan Aji malah membuat dia semakin menambah beban stress menghadapi ujian esok hari. Tetap, Aji santai dan cuek dengan gondoknya Jihan pada dirinya. Sudah kecut padahal Jihan beraut. "Bos... stok biji kopi kita yang dari Gayo sudah datang, mohon tanda tangan tanda terima paketnya." Staff café datang menghampiri Aji.

The Sibling's ProblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang