Kriiing...krriiinggg...
Jika alarm beker tak berfungsi membangunkan Sugih, maka berterimakasih pada dering nyaring ponsel di nakasnya. Sebelah tangannya meraba-raba di mana getar ponsel berada. Meskipun masih setengah sadar, Sugih mengangkat teleponnya. "Halo..." ucapnya lirih dan serak. Sayup-sayup Sugih mengenal suara orang meneleponnya, suara yang dulu sering meneleponnya tiap pagi. Irena. Baru kali ini, Irena meneleponnya lagi sepagi ini.
"Kamu beneran ngajak ketemuan?"
"Hoamhh... aku siap-siap nanti."
Sugih menyandarkan punggungnya ke papan tempat tidur. Mencerna apa yang baru saja terjadi. Irena benar-benar mengajaknya bertemu? Apakah ini pertanda mereka akan kembali merajut cinta yang lama memilih istirahag. Sugih bersemangat, ia meninggalkan tempat tidurnya. Apapun tentang Irena tidak boleh dilewatkan.
"Na na na eeee ya..."
Gerak tubuh Sugih yang aktif, Yuna risih melihat kelakuan kembarannya pagi ini. "Napa lo, kesuruapan apa keremian hah?" Yuna yang tengah sarapan di meja makan geleng-geleng melihat Sugih shuffle dance di tempatnya berdiri. "Sarap emang nih orang satu."
"Ah lu mah kagak bisa lihat orang seneng dikit."
"Seneng?"
"Emang lu seneng karena apa?"
"Yah pokoknya sesuatu yang hilang akhirnya kembali setelah sekian purnama berlalu." Sugih mendongak lalu menyimpan telapak tangan di dada, seolah bersyukur atas apa yang terjadi hari ini.
"Lebay amat."
"Biarin pfffffttt..." Sugih membawa gelas miliknya, ia kembali ke kamarnya meninggalkan Yuna yang masih sarapan di meja makan.
°°°
Bukan cuma Sugih yang senang dengan hari ini. Tepat di depan pagar rumahnya, sepeda motor antik berhenti di depan rumah. Klakson motor berbunyi, saat itu Yuna keluar rumahnya. "Wow... motor ini masih ada ya, padahal dulu gue tabrakin ke pohon nih." Yuna terkekeh mengingat dosa konyol yang ia perbuat di masa lalu, merusak motor antik milik Sean. "Udah siap pergi kan?" Sean memberikan helm penumpang.
"Ciieee gak sabaran..." Yuna meraih helm dari tangan Sean. "Emang kita mau kemana sih?"
Tanya Yuna penasaran, dari kemarin Sean mengajaknya pergi tapi tidak memberitahu tujuan kemana mereka akan pergi. Sean berkata ini adalah kejutan untuk Yuna, ya sudah Yuna tidak mempermasalahkan itu panjang lebar."Suatu tempat yang penting buat lo nanti."
"Hmm?"
"Udah, sini pake dulu helmnya!" Sean memasangkan pengait helm di bawah dagu Yuna.
Dengan motor merah antik Sean membonceng Yuna di belakangnya, cuaca belum terlalu panas. Hari masih terlalu pagi untuk dikatakan siang. Perjalanan yang ditempuh juga tak terlalu jauh, dan Yuna tahu tempat apa ini. Ruko lama yang tak terpakai, namun di dalamnya masih ada kehidupan sebuah keluarga. "Ini rumah lo kan?" Sean mengangguk. "Kalo ke sini doang, kenapa lo gak bilang dari tadi sih!" Yuna menyenggol bahu Sean.
"Biar gak rempong." Singkat Sean.
"Yuk masuk!" Sean menggenggam tangan Yuna tanpa ragu.
"Bu, Sean pulang!" Sean membawa Yuna masuk ke rumah. "Sana duduk Yun!" Sean mempersilakan Yuna untuk tidak sungkan di rumahnya. "Loh Sean kok kamu sudah pulang lagi?" Ibu muncul dari kamarnya. "Katanya barusan mau pergi, kok udah balik lagi." Sean mencium tangan ibunya.
"Enggak bu, Sean cuma ngajakin orang ke sini."
"Kenalin bu ini Ayuna." Sean membawa Yuna mendekat sang ibu. "Panggil aja Yuna, ini..." Sean mendadak ragu mengatakan sesuatu di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sibling's Problem
FanfictionSeason 1: Chapter 1 - Chapter 38 Yuna dan Sugih itu saudara kembar. Bedanya, Yuna itu sering buat masalah di sekolah sementara Sugih yang akan kena tumbal dari semua tingkah konyol dan badung saudari kembarnya. Lalu bagaimana kalau si kembar ini te...