01

4.5K 76 2
                                    

Ricis membuka mata, ketika dilihat jam bekernya berbunyi nyaring. Jarum jam menunjuk angka 11. Segera gadis cantik itu beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi.

Setelah selesai dengan segala ritual bersih-bersihnya ia mengambil sembarang baju lalu mengenakan mukena untuk melaksanakan dzuhur.
Selepas salam ia tak langsung melepas mukenanya. Lama ia duduk sambil merenung.

"De, mbak ga pernah minta kamu jadi ustadzah malah mbak seneng kamu punya cara lain untuk berdakwah. Mbak harap kamu benar-benar manfaatkan ini untuk lebih dekat dengan Allah untuk menjadi pribadi yang lebih lagi. Mbak percaya kamu bisa, kamu kuat. Jaga kesehatan yaa."

Kata-kata Mbak Oki semalam ternyata masih menguasai pikirannya. Tiba-tiba air matanya mengalir begitu saja. Benarkah ia sudah mengajarkan hal baik kepada pengikutnya yang tak sedikit ataukah justru tanpa sadar ia keliru. Merasa benar padahal salah.
Namun segera ia beristigfar dan menepis air matanya. Ia tak boleh cengeng seperti ini. Masih banyak The Ricis yang selalu mendukungnya, akhir-akhir ini ia juga merasa nyaman dengan Tim Ricis yang seakan menjadi keluarga keduanya semenjak ia memilih untuk tak lagi tinggal bersama orang tuanya.
Ia segera beranjak, melipat mukenanya. Lalu mencuci muka dan menggunakan riasan tipis di wajahnya sekedar untuk menutupi sembab di matanya.

Ketika sudah merasa tak ada yang salah dengan penampilannya, ia bergegas keluar kamar dan menuju ruang makan.

"Mbak Yanti, masak apa mbak?"
Ricis bertanya pada mbak yang sudah lama sekali bekerja dengan keluarganya itu.

"Itu ada ikan kesukaannya Mbak Ria, monggo mbak mumpung masih anget. " Jawab Mbak Yanti yang kini tengah merapikan piring.

"Wah.. Makasih mbak. Mbak Yanti udah makan? Bareng yuk sekalian."
Tawar Ricis tulus.

"Saya sudah mbak barusan, monggo Mbak Ria saja."

"Oalah yasudah, saya makan ya mbak. "

"Bismillah.." Ricis memakan suapan pertamanya.
Sembari makan ia mengecek ponsel.

Tiba-tiba, Ogund --editor sekaligus DOP Ricis-- datang menghadap.

"Maaf mi, editor baru udah dateng."

"Oh iya gund, kamu urus aja dulu. Aku selesain makan dulu."

"Oke mi."

Ricis pun menyelesaikan makannya dengan cepat. Ia lupa kalau hari ini akan kedatangan editor baru.

Setelah selesai makan, ia pun menuju ruang tengah. Pandangan Ricis langsung tertuju pada 2 orang yang ia yakini merupakan editor baru pilihan Ogund.
Sebelumnya ia memang telah mengirimkan data video mentah yang harus diedit untuk calon editornya itu dan ia juga sudah melihat hasil editan mereka.

"Assalamualaikum.. Editor baru itu yaa? Selamat datang di Rumah Ricis."
Ricis menyambut dengan ceria.

Wajah 2 orang yang terlihat tegang itu ragu-ragu menyunggingkan senyum.

"Gak usah tegang, rileks aja. Ehmm.. Saya juga sudah melihat hasil editan kalian dan saya rasa kalian cocok. Semoga betah yaa,"

"Untuk hal-hal lebih lanjutnya kalian bisa tanyain ke Ogund atau boleh langsung ke saya juga. Tapi sekarang gak bisa lama-lama udah janji sama Vazo, Aryesh. Minta bantuannya ya gund." Ricis melirik Ogund yang ikut duduk santai menemani 2 orang baru itu.

"Siap mi. Eh, gak kenalan dulu nih?" Sergah Ogund saat Ricis hendak pergi.

"Eh iya lupa. Nama saya Ria Yunita, tapi akrab dengan sebutan Ricis soanya saya Cantik dan manis. Aryesh sama Vazo biasa manggil saya Yuyun soalnya kita udah kenal lama. Tapi Ogund sama Boim biasanya panggil umi. Kalian panggil Umi juga aja ya." Terang Ricis dengan ceria

"Duh anak gue makin banyak." Ricis nyeletuk pendek sambil tertawa.

Ogund ikut tertawa sedangkan dua orang lainnya cuman tersenyum sungkan.

"Kamu namanya siapa?" tunjuk Ricis

"Jaelani umi. 19 tahun dari Bandung." Terang pemuda yang paling ujung.

"Wah masih muda banget, baru lulus ya? Hem si bungsu nii." Komentar Ricis lalu ia melirik ke pemuda di sebelah Jae.

Pemuda berambut ikal juga sedikit gondrong itu balas menatap atasan barunya itu.

"Saya Wildan Alamsyah, 20 tahun dari Jakarta."

--- TBC ---

Jujur aja saya baru banget jadi the ricis, jadi ini tidak semuanya real ya. Murni imajinasi saya dan saya selipkan kejadian nyata yang setahu saya aja.
Mohon maaf kalau banyak kesalahan.

--Win

TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang