04

1.7K 87 7
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Wildan masih berkutat dengan laptopnya. Jae pamit ke ruang tengah di mana masih ada Rio dan Derry yang masih asyik main Pes. Seperti biasa, kerjaan Jae selalu lebih cepat selesai.

Tes..

Akhirnya air mata yang sejak tadi ditahannya keluar juga. Sekuat tenaga ia menahan untuk tidak menangis ketika mengedit video ini. Tapi ketika sendirian, akhirnya ia tak sanggup juga. Air mata terus berjatuhan mengaburkan pandangannya pada layar. Segera ia usap matanya, ia harus tetap fokus menyelesaikan pekerjaannya ini.

Akhirnya ia mengedit dengan sesekali mengusap matanya yang berair, lain kali ia akan menolak saja jika Umi Ricis menyuruhnya mengedit konten tentang keluarga lagi.

Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 5.

"Dan.. Subuhan dulu .. "

Jae mengguncang-guncang bahu Wildan. Tumben sekali anak ini masih tidur. Dan seperti biasa posisi tidurnya selalu di kursi dengan kepala telungkup ke meja. Apa salahnya sih pindah dulu ke sofa biar agak nyamanan dikit gitu.

Wildan menggeliat pelan. Lalu menoleh pada Jae.

"Astagfirullah.. Mata lo nape dah?" pekik Jae.

Wildan masih mengedip-ngedipkan matanya. Rasanya matanya berat sekali untuk dibuka.

"Jam berapa nih?" Wildan malah bertanya balik.

"Jam 5. Udah cepet subuh dulu."

Wildan buru-buru berwudhu. Matanya terasa berat terbuka hingga ia tidak ingat saat adzan subuh berkumandang. Ia menyempatkan melihat cermin saat di kamar mandi, lantas beristigfar dalam hati. Gila matanya sembab sekali. Pantas saja jae kaget saat tadi melihatnya bangun tidur. Ah setelah subuh ia harus segera pulang, bisa gawat kalau sampe umi Ricis atau Tim Ricis melihat matanya, bisa diinterogasi dia.

Baru saja ia hendak bertakbir, tiba-tiba terdengar langkah kaki.

"Tunggu Dan. Jamaah." teriak Rio yang sepertinya baru bangun juga.

Ia pun maju selangkah, lantas berniat kembali.

"Allahu Akbar... "

.
.
.
.

"Assalamualaikum Warahmatullah..
Assalamualaikum Warahmatullah..."

Wildan lantas menoleh ke belakang lalu menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
Rio menerimanya lalu matanya memicing heran kala melihat wajah Wildan yang agak sedikit beda.

"Lah lo habis nangis ya dan?"

Wildan langsung membuang muka.

"Kagak bang. Dah ah gue mau langsung pulang ngantuk."

Wildan lantas bangkit lalu berjalan keluar.

Sayup-sayup ia mendengar Rio bergumam, "Dia kagak nangis gara-gara nonton drakor kan yaa."

Wildan terkekeh pelan.

"Mana ada nonton drakor. Waktu gue habis dipake ngedit."

*****

"Dan sini dan.. " Ricis langsung memanggil begitu Wildan masuk rumah.

Waktu sudah hampir malam lagi. Wildan menghampiri Ricis yang tengah duduk santai. Ada Jae juga Rio di sana. Di depan kursi sudah di set kamera. Sepertinya mereka sudah siap mau ngonten.

"Iya mi, kenapa?" Wildan deg degan, apa editannya semalam ada yang salah ya.

Seakan tau apa yang ada di pikirannya, Ricis berkata, "Editan semalam udah aku lihat tadi. Sip ga ada masalah. Udah tayang juga tadi jam 3."

TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang