Bagian 22

6.7K 1K 43
                                    

Aexio masih memikirkan tentang Cia beberapa jam lalu. Raut wajahnya berubah ketika sesuatu terpikirkan olehnya. Aexio menggelengkan kepalanya, tidak mungkin Cia yang mengambil kalung itu.

Dahulu ketika Aexio masih tinggal di apartemennya, Aexio selalu menggunakan sandi yang sama pada brangkasnya. Bukan hanya brangkas, tapi ia juga menggunakan sandi itu pada tiap hal yang membutuhkan keamanan. Dan Cia merupakan satu-satunya yang tahu akan hal itu.

Semakin Aexio mencoba menyangkal, kecurigaannya semakin terasa kuat. Ia sangat yakin Ophelia tidak akan menghilangkan kalung itu, jadi hanya Cia kemungkinan lainnya.

Cia tidak menyukai Ophelia, bisa saja Cia menggunakan cara ini untuk menjebak Ophelia. Aexio tidak percaya pemikirannya bisa sampai sejauh ini, tapi jika benar memang Cia yang melakukannya, maka Cia sudah bertindak terlalu jauh.

"Apa yang kau pikirkan?" Ophelia datang dengan secangkir kopi hangat untuk Aexio.

"Tidak ada." Aexio tidak berniat membohongi Ophelia, untuk saat ini pemikirannya belum terbukti. Ia tidak ingin menuduh Cia sebelum ada bukti kuat.

Ophelia menyerahkan kopi pada Aexio. "Ini."

Aexio tersenyum penuh arti. "Terima kasih, Istriku."

"Kau membuatku mual."

Aexio terkekeh geli. "Itu wajar karena saat ini kau sedang mengandung."

Ophelia memutar bola matanya. Aexio selalu memiliki jawaban dari setiap ucapannya.

Aexio menarik napas dalam. Ia menelan kopi buatan Ophelia udah payah.

Ophelia menyadari ada yang salah dengan raut wajah Aexio. "Ada apa? Kau sakit? Jangan mati dulu, aku belum siap jadi janda."

Aexio tergelak. "Aku juga belum mau meninggalkanmu, Macanku."

"Lalu?"

"Kopi buatanmu sangat enak."

Ophelia curiga pada pujian Aexio kali ini. Raut wajah Aexio tadi menunjukan sebaliknya.

"Hey, jangan. Ini punyaku." Aexio menahan cangkir yang hendak diambil oleh Ophelia.

Ophelia berkeras. Pupil matanya membesar memerintahkan agar Aexio melepaskan cangkir itu.

"Astaga!" Wajah Ophelia terlihat menderita meminum kopi buatannya sendiri. "Bodoh! Aku lupa memasukan gula."

Aexio kembali mengambil cangkir dari tangan Ophelia. "Sesekali menikmati kopi pahit bukan masalah."

Ophelia ingin menahan Aexio, tapi ia terlambat. Aexio sudah menghabiskan kopi itu. "Bagaimana jika kau sakit perut?!" kesal Ophelia.

"Kau mencemaskanku, ya?" Aexio menggoda Ophelia. Matanya menatap Ophelia jenaka.

"Kau suka sekali bercanda! Aku serius!"

"Aku juga serius. Kau mencemaskan aku?"

"Ya. Kau puas?!" balas Ophelia ketus.

Aexio menarik Ophelia ke dalam dekapannya. "Manisnya."

Ophelia tidak mengerti jalan pikiran Aexio. Sepertinya Aexio mulai tidak masuk akal.

"Aku senang kau mencemaskanku." Aexio tersenyum manis.

Jantung Ophelia berdebar tak karuan lagi. Ia menarik napasnya mencoba untuk menenangkan diri. Semua masih karena sentuhan Aexio.

Tak mau ketahuan Aexio. Ophelia melepaskan pelukan Aexio. Ia meraih cangkir yang sudah kosong. "Aku akan membawa ini turun." Kemudian pergi begitu saja.

Lily of the ValleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang