Bagian 25

6.7K 1K 34
                                    

Aexio menepis tangan Cia yang tengah membersihkan jasnya yang terkena tumpahan kopi.

"Ayolah, Aexio. Aku hanya ingin membersihkannya saja. Jangan terlalu dingin seperti itu." Cia kembali mencoba membersihkan jas Aexio.

Aexio kembali menepis tangan Cia. "Aku bisa melakukannya sendiri." Ia mendorong kursinya mundur lalu berdiri. Aexio melepaskan jas yang ia kenakan, hanya menyisakan kemeja putih yang membuat auranya semakin bersinar.

Cia memperhatikan Aexio yang membelakanginya. Dahulu punggung kokoh Aexio merupakan salah satu tempat ternyaman baginya untuk menyandarkan kepala.

Mengikuti nalurinya, Cia merengkuh pinggang Aexio dari belakang. Namun, tak bertahan lama karena Aexio cepat melepaskan tangan Cia dari perutnya.

"Berhenti menyentuhku! Tubuh ini bukan milikmu lagi!" Aexio memperingati Cia tajam.

Tak terhitung jumlahnya berapa kali Aexio menghujamkan pisau ke hatinya, Cia masih tetap berdiri tak mau pergi.

"Aku hanya ingin merasakannya. Ternyata masih sama. Hangat seperti dulu." Ada kesakitan luar biasa saat Cia mengatakan kalimat-kalimat itu.  Ia sendirilah yang telah meninggalkan Aexio. Pilihannyalah yang telah membuat ia kehilangan tempat ternyamannya.

Aexio ingin meledak. Kenapa Aleycia bertindak seperti ini setelah ia berhasil membuang sedikit demi sedikit perasaannya pada Cia? Aexio tidak ingin membahas apapun tentang masa lalu.

"Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan saat ini. Namun, dengarkan ini baik-baik. Aku tidak memiliki sedikit saja rasa yang tertinggal untukmu. Dan aku tidak pernah menginginkan kau kembali padaku. Kau hanya masa lalu, dan aku telah menghapusmu. Jangan lagi berani datang padaku karena aku tidak ingin berurusan denganmu." Aexio mengatakan kalimat panjang itu dengan tatapan serius.

Tubuh Cia menggigil halus. Matanya mulai berair, tapi ia menahan tangisnya.

"Kau berbohong.  Tidak akan semudah itu menghapus cinta kita."

"Kenapa tidak mudah? Aku memiliki Ophelia yang bisa menggantikan posisimu."

Cia tersenyum getir. Hatinya makin tercabik-cabik.  "Ophelia hanya pelarianmu saja. Kau sedang keliru."

"Kau salah. Aku mencintainya." Jawaban itu meluncur begitu saja dari mulut Aexio.

Cia kehilangan pijakannya. Ia mundur satu langkah tanpa ia sadari. Jantung Cia seperti ditekan batu, dadanya terasa sangat sesak.

"Tidak! Kau tidak mencintainya. Kau hanya mencintaiku." Cia menolak kenyataan. Wajahnya terlihat begitu hancur. Ia pergi meninggalkan ruangan Aexio dengan tatapan kosong sekaligus marah.

Aexio tak pernah berpikir untuk meyakiti hati Cia, tapi kali ini ia harus benar-benar melakukannya karena ada hati yang harus ia jaga. Hati istrinya.

Seperginya Cia, Aexio menghubungi Tiffany. Ia meminta agar Tiffany membawakan pakaian ganti untuknya.

Tiffany datang beberapa saat kemudian. Ia mendekati Aexio dengan bingkisan di tangannya.

"Ada apa dengan pakaianmu?" Tiffany melihat ke jas Aexio yang tersampir di sofa.

"Basah." Aexio mengeluarkan bingkisan yang Tiffany bawa kemudian memakainya.

Basah? Tiffany mengerutkan keningnya. Matanya melihat ke cangkir kopi Aexio yang kosong. Sepertinya jas Aexio terkena tumpahan kopi.

"Apa yang Cia lakukan di sini?" tanya Tiffany.

Aexio tidak ingin membahas apapun tentang Cia. "Jika Cia datang lagi ke perusahaan, jangan biarkan dia masuk ke ruanganku."

Lily of the ValleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang