02

2.9K 329 9
                                        



"Hanaaa Han! Hana!!" Aku berteriak sambil berlari ke arah Hana yang kini tengah fokus menyalin sesuatu di papan tulis.

Setelah aku memenuhi hukumanku, aku segera berlari menghampiri Hana. Aku harus tahu mengenai Avin. Banyak pertanyaan dan dugaan muncul di benakku ketika melihat pemuda tadi. Bagaimana ia memainkan ponsel hingga satu pesan masuk dari Avin.

Katakan padaku bahwa itu bukan hanya kebetulan!

"Duh apaan sih Qi, gak usah teriak kali." dengus Hana sambil mengusap sebelah telinganya.

"Jawab jujur!" Desakku sambil duduk di kursi depan Hana.

"Jujur apaan?" Tanyanya bingung dan mulai menatap serius ke arahku. Aku menarik nafas panjang, berusaha menetralkan degub jantungku yang mendadak kencang sejak tadi.

"Kalau lo sahabat gue, lo pasti tahu tentang Avin, kan?"

Hana menampilkan cengirannya, "Tahu lah, orang hampir tiap hari lo cerita tentang Avin mulu ke gue."

Oh benarkah itu?

"Oke bagus, jawab jujur ke gue, apa selama ini Avin ada deket di sekitar gue? Maksud gue, Avin selalu ada buat gue, Kan?"

Oh ya ampun, saking bingungnya hendak memulai darimana pertanyaanku jadi berputar-putar seperti itu.
Hana mengerutkan dahinya tampak berpikir.

"Bisa jadi!" Jawabnya membuatku menghela nafas gusar.

"Jadi lo juga sekongkol sama keluarga gue buat gak ngasih tau ke gue tentang Avin juga?"

Lagi lagi Hana cengengesan membuatku ingin menangis saja.

"Sorry ya, ini yang minta pacar lo kok, seriusan." Ucapnya sambil memperlihatkan dua jarinya tanda damai.

"Please jawab pertanyaan gue yang satu ini aja, gue mohonnn," ucapku sambil menggenggam erat tangannya, menampilkan ekspresi paling menyedihkan yang ku punya supaya ia luluh.

Hana menatapku dan akhirnya menghela nafas, "Oke." jawabnya membuatku senang bukan kepalang.

"Tapi gue cuma bisa jawab satu pertanyaan aja!"

Lanjutnya membuat harapanku runtuh seketika. Ah baiklah tidak masalah. Sekarang yang harus aku lakukan adalah memikirkan satu pertanyaan yang mungkin bisa menjadi akar informasi yang lain mengenai Avin.

Dan seketika aku teringat pemuda yang tadi menatapku dari pinggir lapangan. Seingatku pemuda itu memakai seragam yang sama denganku, hanya saja tanda kelasnya berbeda, mungkin kakak kelas?
Aku berdehem lalu kembali menatap Hana yang tampak menunggu pertanyaan dariku dengan wajah cemas.

"Avin masih sekolah kan? Apa---"

"Iya dia masih sekolah. Cukup gue gak terima pertanyaan yang lain!" serobotnya memotong ucapanku.

Aku menganga, Heii bahkan aku tidak sempat memikirkan pemilihan kata untuk pertanyaanku tadi. Aku berniat membetulkan kalimatnya dan dia malah memotong ucapanku.

"Heh jangan dipotong dulu, maksud gue apa Avin sekolah di sini?" Ucapku sambil menarik tangan Hana saat melihat sahabatku itu bangkit hendak pergi.

Dia mengangkat sebelah alisnya padaku.
"Satu pertanyaan Qi, inget? Pertanyaan lo yang pertama beda sama yang barusan lo sebutin."

Aku mengerang frustasi, apa sih yang dilakukan Avin sampai sampai sahabatku sendiri tidak mau memberitahukan aku?!
Aku melepaskan tangan Hana dengan tidak rela, lalu meletakkan kepalaku di atas meja, memikirkan tentang Avin membuat kepalaku serasa ingin percah seketika.

MY UNKNOWN BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang