Aku mengerjapkan mataku perlahan, setelah sadar sepenuhnya, aku menatap ke sekeliling. Ah ternyata ini kamarku, pasti Kak Abi yang menggendongku dari mobil ke kamar.
Setelah melihat jam yang menunjukan pukul 5 sore, aku segera beranjak untuk mandi. Aku keluar dengan perasaan lebih segar, dengan memakai piyama pink motif bunga mawar, aku mencepol asal rambutku, memakai sendal berbuluku lalu segera turun ke lantai bawah. Lapar sekali rasanya.
Belum sampai kakiku menginjak undakan tangga, aku mendengar suara gelak tawa dua orang pemuda dari arah kamar Kak Abi. Aku mengerutkan dahi bingung, siapa yang sedang bertamu?
Tak lama aku berdiri mematung di sana, karena selanjutnya aku kembali melanjutkan langkahku yang terhenti. Di Ruang makan sudah ada Bunda dan Ayah, padahal ini bukan jam makan malam.
"Qia sini sayang, Bunda baru aja selesai bikin cemilan."
Ah, itu yang ku tunggu.
Dengan semangat aku berlari kecil menghampiri meja makan. Menarik salah satu kursi di samping Bunda sambil mengendus bau harum yang menguar. Hmm wangi sekali.
"Tunggu Kak Abi sama temennya ya."
Aku mengurungkan niatku yang hendak menyuapkan sepotong brownies ke mulutku. Ck, padahal aku lapar sekali.
"Kak Abiii ayok turun! Qia laperr!"
"Qia."
Aku menoleh pada Ayah, lalu menunjukan cengiranku. Oh apakah di keluargaku ini juga menerapkan aturan 'tidak boleh bersuara keras di meja makan'?.
Aku menopang daguku dengan tangan, sesekali menoleh ke arah tangga berharap Kak Abi segera turun. Lama sekali sih, memangnya mereka sedang apa di kamar? Membangun candi?
Harapanku terkabul, terdengar derap langkah dari lantai atas membuatku menoleh. Disana turun Kak Abi dan seorang pemuda yang terasa familiar tetapi aku tidak ingat siapa dia. Mataku terus menatapnya sampai dia duduk di depan Kak Abi yang duduk di sampingku.
"Qia?"
Aku mengerjap, lalu menatap Bunda yang memanggilku.
"Malah bengong, katanya udah lapar."
Lagi, aku menunjukan cengiranku sambil meraih potongan kecil brownies yang belum jadi ku makan tadi.
"Ganteng ya?"
Belum ku kunyah makanan di mulutku, bahkan garpunya masih ku gigit, aku menoleh pada Kak Abi yang barusan berbisik dan sekarang menatapku dengan jahil.
"Masih gantengan Avin!" Balasku. Sebenarnya teman Kak Abi itu tampan, tapi aku yakin pasti Avinku lebih tampan dari dia. Yaa meskipun aku tidak ingat wajahnya.
"Ohh masih gantengan Avin."
Aku refleks mencubit Kak Abi saat dia berbicara begitu dengan cukup kencang. Ayah, Bunda dan pemuda itu menatap kami. O ow, apakah teman Kak Abi akan tersinggung?
Tapi sepertinya tidak, karena yang ku lihat dia hanya acuh sambil kembali memakan brownies di depannya.
"Oh iya, kamu masih inget temen Kakak yang ini nggak?"
Aku menggeleng dengan jujur, kini dapat ku lihat pemuda itu tersenyum kecil sambil mengunyah brownies.
"Dia Marvel, yang sering kamu palakin kalau main ke sini." Kata Kak Abi sambil tergelak. Aku meringis. Benarkah itu?
"Marvel juga lho yang sering antar jemput kamu kalau Kak Abi sama Ayah nggak bisa." Bunda menambahi sambil mengisi gelas di hadapan Ayah dengan air putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY UNKNOWN BOYFRIEND
Teen FictionAku memiliki seorang kekasih Tapi aku tidak tahu siapa kekasihku. Aneh? Memang! Jangan pernah menganggap aku berkhayal, karena aku benar benar memiliki kekasih! Kita sering bertukar pesan Telfon Dan dia sering mengirim hadiah ke rumah. Tapi sekali l...