Belonging

14.1K 610 48
                                    

"Selamat pagi sayang."

Jemari lentiknya menyisir surai hitam miliknya sendiri. Tetesan demi tetesan air dingin yang sehabis membasahi dari ujung kepala sampai ujung kaki lelaki dengan kulit bagaikan salju dan otot-otot lembut yang menggantikan semua lemak tak berguna di tubuhnya mengalir turun tertarik gravitasi, sangat terpaksa melepaskan diri dari kulit hangat lelaki itu.

Ia berjalan keluar dari kamar mandi dengan sehelai handuk berwarna putih yang melilit pinggangnya. Ototnya yang terbentuk sempurna itu terpampang begitu saja tanpa ada penghalang apapun yang menghalanginya. Seolah-olah sudah kebiasaan yang sangat lama ia lakukan sendiri, ia melangkah keluar dan berjalan memasuki sebuah ruangan yang berada tepat di depan kasur besarnya.

Kedua kakinya hanya berdiri disana tanpa mau membiarkan salah satu kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan dengan pencahayaan yang sangat minim itu. Hanya secercah cahaya matahari yang malu-malu menampakkan diri karena gorden dari jendela kamar itu masih tertutup sangat rapat. Seolah-olah sudah kebiasaan ia hanya berdiri sebentar dan beralih kearah ruangan lain yaitu lemari pakaiannya.

Pakaian-pakaian formal yang terdiri dari kemeja, blazer, celana, hoodie, sweater, kaos, jaket dengan segala macam bahan tergantung bebas di ruangan dengan nuansa berwarna hitam dan abu-abu di dalamnya. Begitu elegan dengan menonjolkan cermin yang tertempel di dinding, memberikan ruang di depannya dimana yang berdiri disana akan menerima pencahayaan berwarna putih bagaikan salju. Memberikan angle dan lightning terbaik untuk pakaian terbaik juga.

Ia mengambil sebuah kemeja berwarna hitam dan satunya berwarna putih, tak lupa pasangannya adalah blazer berwarna hitam pula. Tubuh kekar nan proposional itu sangat pas dengan pakaian apapun yang ada di dalam ruangan ini. Kalaupun ia harus berpakaian sesederhana atau sejelek apapun, di tubuh pria tampan ini maka dia tak akan pernah terlihat rendah.

Seolah-olah sudah terlahir sebagai silver spoon, manusia ini terlalu sempurna.

Kemeja hitam, blazer hitam, celana yang senada dengan kemejanya, ia tak perlu memakai dasi karena penampilannya sudah cukup menjelaskan siapa dirinya. Tak lupa ia mengambil secara acak jam yang ada di laci di belakangnya. Sebuah meja yang dilapisi kaca transparan, menampilkan gemerlapnya dunia di dalam sana. Setelah jam berwarna perak berkilau lembut itu menempel di tangan kanannya, ia menarik laci kecil lagi di bawah sana dan mengambil sebuah anting-anting kecil yang hanya sebelah saja.

Setelah merasa ia sangat sempurna langkah kakinya berjalan menjauhi ruangan yang hanya bisa dirinya yang mengakses.

Langkah kakinya bergerak lagi ke jendela besar yang menjadi pemandangan setiap ia tidur dan saat ia akan menghabiskan waktunya sebentar disini sebelum otak dan fisiknya harus kembali bertarung demi nama baik perusahaannya sendiri.

Jendela dengan bingkai kaca yang menempel dari lantai sampai dinding menampilkan pemandangan indah yaitu taman pribadi miliknya yang sangat hijau dengan berbagai macam tanaman yang tentu dirinya sendiri tidak merawat itu tetapi ada pelayan lain dibawah sana yang mengurus rumah ini untuknya.

Tapi ia masih kenal baik dengan isi ruangan ini, karena toh ini masih jerih payahnya.

"Masih belum bangun?" Ujarnya sembari ia duduk dan mengambil ipad yang tergeletak di meja kaca di sampingnya.

Ipad itu terbuka dan otomatis beberapa chat dari email kantor maupun nomor kantor masuk ke dalam notifikasi ipadnya. Layarnya mulai bergerak menampilkan apa yang empunya inginkan, dimulai dari layar satu ke layar lainnya, menampilkan gambar itu dan pesan apapun yang dikehendaki sang insan itu.

Jemarinya mengetuk-ngetuk hand-chairnya, dan ia mengernyit saat sesuatu yang ia tunggu tidak memberikan respon ataupun menjawab panggilannya, "Sudah mati hm?"

Chain - YiZhan - [Bahasa Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang