Luka ku dalam, hati ku berubah puing, rasaku mati, ego ku kalah, mata ku basah.
Sudah cukup? Atau kau masih mau melanjutkan drama ini? Drama yang gak pernah kamu akui ada, tapi perlahan kamu mengakhiri nya.
Awalnya aku berfikir, kamu mulai menyadari aku, keberadaan ku. Nyatanya? Hancur.
Hanya itu kan yang aku dapat darimu sekarang?
Jika ku bisa memilih, aku pengen nya nggak ketemu aja sama kamu, terlalu sakit, walaupun memang kamu lah sumber bahagia ku.
Kadang, bahkan kamu nggak ngapa-ngapain pun udah bikin aku seneng, nggak tau kenapa.
Lalu, perlahan semua berubah. Kamu mulai menjauh.
Sebentar. Sejak kapan kita dekat? Naas aku terlalu berharap.
Kemunduran mu membantu aku buat buka mata, dan mendorong aku buat ngelihat realita nya.
Ini aneh, bahkan setelah serentetan rasa sakit yang kamu kasih, sayang aku ke kamu nggak pernah berkurang, apalagi hilang.
Rasanya, aku seperti boneka berperasaan.
Kamu nyari aku waktu kamu lagi jatuh, sakit, hancur, sedih, dan sekawan kelabu yang kamu punya.
Tapi setelah semua usaha ku mengembalikan cahaya kamu, kamu pergi gitu aja. Sampai-sampai aku bingung, ada yang salah?
Ada yang salah sama aku? Apa yang salah dari aku yang ngebuat kamu pergi dari aku tiba-tiba?
Pertanyaan tanpa jawaban. Teka teki itu gak pernah aku temuin ujung nya.
Aku berharap akhirnya akan bahagia, seperti kebanyakan cerita novel yang aku baca, nyatanya... Runtuh.
Harapan ku runtuh.
Siapa yang tidak hancur ketika akar bahagianya di rebut begitu saja? Siapa yang tidak sakit ketika sumber harapannya di ambil paksa?
Udah cukup. Udah terlalu sakit. Takutnya ini bakalan bikin aku nyerah. Aku mundur ya, rasaku sudah mati sekarang.
-nf-

KAMU SEDANG MEMBACA
Rinai Rindu (Hiat Dulu)
PoetrySelamat Datang! Mari bersama melambung tinggi, menggapai harap, meraung rindu, menggenggam sakit, dan menyapa kehilangan. Di Rinai Rindu, kamu tidak sendiri. Sakit mu tak akan beku lagi, kehilangan mu akan jadi abu, saatnya mengudara bersama derasny...