Blood, Sweat and Tears (NC21+) (Oneshoot)
Author: Mincha
Cast: BTS Jimin, an angle
Genre: Romance, NC, rateM, Fantasy.
Length: oneshoot
Jimin pov
Aku menatap lagi gadis itu, sayap hitamnya mengepak sangat lebar berkilau di bawah cahaya rembulan. Ia menghadap pada dinding kaca yang mengizinkan cahaya sang bulan menembus menuju dirinya. Kulitnya bersinar tak tertahankan begitu menawan. Aku masih mengawasinya saat ia menikmati kekuatan mengalir menuju tubuhnya dari cahaya malam itu. Ia sudah menunggu sangat lama untuk mendapatkan cahaya yang hanya muncul beberapa kali karena cuaca yang tak bersahabat. Aku masih teringat betapa ia begitu lemah saat energinya terus terkuras setiap harinya tanpa bisa di gantikan oleh makanan apapun, hanya dua hal yang bisa membuatnya tetap hidup, cahaya bulan dan satu lagi, satu hal lagi yang selalu ingin aku berikan tapi ia tetap menolaknya.
Ia tersenyum lebar dan menghirup udara begitu dalam sebelum melepaskannya secara perlahan. Apa cahaya bulan itu begitu hebat hingga bisa membuat ia mengabaikanku? Padahal aku sudah duduk di sini sejak tadi dan ia mengabaikanku 1001%. Tapi aku tak berniat sedikitpun mengusik waktunya, ia sudah menunggu begitu lama untuk bisa bermandikan cahaya bulan dan mengepakkan sayap legamnya. Selama ini dua benda indah itu hanya tersembunyi di dalam punggungnya karena ia tak punya cukup energi untuk mengeluarkan dan mengepakkannya, membuat ia terjebak menjadi seorang manusia biasa yang bahkan tidak bisa merasa kenyang dengan makanan.
Sudah lewat tengah malam saat ia mulai menyadari bahwa aku masih di sini menyaksikannya. Ia menatapku dan tersenyum begitu manisnya, dia lebih indah dari cahaya bulan, ia bahkan lebih gemerlap dari benda bulat berlubang itu yang tak pernah mampu mengalihkan pandanganku darinya. Ia berjalan mendekat dan duduk di sebelahku masih dengan sayap lebarnya, ia sangat berhati-hati agar kedua sayap indah itu tidak mengenai dan menyakitiku. Ia duduk menyamping dan berhadapan denganku masih bersama senyum yang mengukir dengan menawan di wajah porselennya.
“Kau tidak pernah secantik ini”
Pujianku berhasil membuat wajah indahnya merona semakin manis memaksa bibirku menarik seulas senyum.
“Aku tidak pernah merasa sehidup ini, rasanya sangat mengerikan saat aku hanya tergeletak tidak berdaya di atas ranjang tanpa ada yang bisa kita lakukan”
Yah… aku kembali flashback menuju kemarin saat ia terbaring lemah dan aku tidak bisa melakukan apapun, tidak akan ada obat yang bisa menyembuhkan dan memberikannya energi untuk bertahan hidup. Aku sangat bersyukur bulan bisa bersinar sangat baik malam ini dan ia bisa mengembalikan kekokohan dirinya.
“Apa kau sudah selesai? Bulannya tidak akan bersinar lebih lama lagi”
Ia mengangguk,
“Aku akan bertahan untuk beberapa hari ke depan”
Aku menyentuh wajah itu menikmati betapa menawannya dia, tidak pucat seperti biasanya.
“Kau membuat dadaku sesak”
Ia terkejut mendengarkan penuturanku, terlihat jelas dari perubahan ekspresinya yang mendadak.
Aku menghembuskan nafasku pelan sebelum tersenyum padanya.