Mataku menatap kosong. Laki-laki itu menyenderkanku ke dinding lift. Sedangkan dia menelpon seseorang dan terdengar mengucapkan beberapa kalimat perintah. Aku hanya bisa menangis saat itu. Aku ingin pulang. Aku tidak tahan dengan situasi seperti ini. Bagaimana tidak? Tadi itu … benar-benar suara tembakan asli. Aku—aku melihatnya sendiri bahkan menjadi pemerannya. Ini sulit dipercaya. Tolong … aku hanyalah orang biasa yang menjalani kehidupan biasa tapi—apa yang terjadi sekarang?
“JANGAN MENANGIS!” Dia membentak. Sontak saja aku malah menangis lebih kencang. Belum lagi rasa sakit diperutku yang terus menjadi. Sepertinya lukanya kembali terbuka. Ah, mana darahku mulai merembes ke bajuku. Tanganku menekan luka sekuat-kuatnya. Tapi percuma, tidak memberi efek apapun. Rasa sakitnya bahkan semakin menjadi. Kepalaku mulai berdenyut kembali. Detik berikutnya, tubuhku melayang.
Tidak.
Aku tidak pingsan.
Laki-laki itu yang menggendong tubuhku. Sontak saja aku meronta. “LEPASKAN! TOLONG LEPASKAN AKU! AKU TIDAK TAHU APA-APA!
“Diam! Jika kamu ingin selamat, diam! Tangisanmu itu akan membuat kita mati!” Serunya. Aku tidak tahu harus menurutinya atu tidak. Tapi, seketika tubuhku berhenti meronta. Aku menggingit bibirku. Rasanya disaat seperti ini, bayangan kelebatan dosa yang aku perbuat semakin jelas terlihat di pelupuh mataku. Ya Tuhan … apa karena dosa-dosa ku aku ditempatkan di situasi yang mengerikan ini?
Dia memasukkanku ke dalam mobil. Tepatnya di jok paling belakang. “Tetap berbaring. Apapun yang terjadi tetap berbaring. Jangan sekali-kali kamu bangun.” Titahnya.
Setelah mengucapkan hal itu, dia beralih ke kursi kemudi. Dia mengendarainya dengan cepat. Bahkan bannya berdecit keras dengan lantai. Situasi di jok belakang tidaklah nyaman. Aku beberapa kali terantuk-antuk. Aku berusaha mempertahankan posisiku untuk tetap berbaring. Ingat! Apapun yang terjadi tetap berbaring.
Seberkas cahaya masuk ke dalam mobil. Beriringan dengan suara tembakan yang menyertai. Aku berdoa dalam hati. Semoga hari ini cepat berlalu dan aku cepat pulang.
DOR! DOR! DOR!
Refleks aku melipat kaki agar tidak terkena peluru. Tapi anehnya, walaupun diluar begitu menderu suara tembakan tapi tidak ada satupun yang masuk ke dalam mobil. Apa ini namanya mobil dengan anti peluru?
CKITTTT
BRUGH
“Bangsat!”Entah menabrak apa, tapi benturannya keras. Aku terjatuh ke bawah jok. Sakit sekali rasanya. Tapi yang empunya mobil tak menghiraukan hal ini. Dasar! Ia kembali menarik pedal gas sehingga terdengar jelas dia sengaja menubrukkan sesuatu dengan mobilnya.
DOR! DOR! DOR!
Tembakan itu bukan dari arah luar. Tapi dalam mobil ini. Aku pastikan dia yang menembak.
BRUGH!
Untuk yang kedua kalinya, dia menabrakkan mobilnya kembali. Entah menabrak apa lagi. Yang jelas, setelah itu aku tidak bisa mendengar apa-apa lagi.
********
“Kamu sudah sadar?”
Sebuah suara membuatku terheran-heran. Nah .. sekarang aku berada dimana lagi? Tanyaku pada diri sendiri. Pasalnya, kini aku kembali terbaring di sebuah ruangan yang berbeda dari yang terakhir kali. Bahkan, aku sekarang dapat mendengar sebuah kicauan burung diluar sana. Cahaya matahari pun masuk dan membuatkau sedikit silau. Tunggu …
Apa selama ini aku mimpi?!
Aha! Aku pasti mimpi.
Ya. Aku pasti mimpi.
Aku mencubit lenganku, mencoba mencari kepastian. Aku harus bangun! HARUS. Urusanku masih banyak. Bagaimana mungkin aku masih tidur dan malah berpimpi yang tidak ada bagus-bagusnya ini? Kena tusukan lah, tembakan lah, tabrakan lah, ruangan rahasia dan … laki-laki menyebalkan itu! Hahaha …. Bangunlah Raidilla Anjani! Ini karena kamu lebih suka melihat film action daripada mendengar petuah-petuah orang sholeh! Jadi otakmu sudah stuck pada hal-hal yang tidak masuk akal! Padahal … kamu—kamu akan segera dikeluarkan jika tidak segera memperbaiki dokumen kerjasama bosmu yang kena tumpahan seblak!
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHARESI
Short StoryPernah berpikir film yang pernah kamu tonton terjadi di hidupmu? Mustahil memang. Tapi bukankah tidak ada yang mustahil bagi Tuhan? Sayangnya ... itu terjadi padaku. Ah ... lebih baik kita anggap semua ini fiksi saja, ya. Daripada kepalamu berat kar...