Bunyi; Sembunyi

72 12 2
                                    

Terima kasih yang sudah ngevote cerita ini! Peluk satu per satu kalian semua!

Selamat membaca!

***

Hoshi mencium Jihoon.

Satu hal yang sangat diinginkan Hoshi, dan baru terpenuhi sekarang.

Hal itulah yang membuat Hoshi tersenyum puas sepanjang jalan. Ia tidak mengusik kebungkaman Jihoon, dan terus berjalan menggiring Jihoon sampai tiba di sebuah rumah yang selama ini hanya ia huni sendiri.

Lebih tepatnya, selama Jihoon pergi.

Hoshi tersenyum tipis melihat Jihoon termangu di depan rumah itu. Sekilas, seperti rumah pada umumnya. Halamannya tidak terlalu luas dan memiliki taman di sudut kiri.

Meskipun rumah itu gelap, tapi Jihoon tahu, rumah ini jauh lebih terawat dibanding terakhir kali ia datang kemari.

Hoshi tersenyum tipis menatap Jihoon. Masih seperti yang tadi, Hoshi membiarkan Jihoon tenggelam dalam pikirannya sendiri. Bahkan Hoshi yakin, kalau Jihoon tidak akan kabur meski Hoshi tidak memegangi tangannya lagi.

 "Woozi-ya, apakah kau teringat sesuatu?" tanya Hoshi membuyarkan pikiran Jihoon.

Jihoon menoleh, dan ia melihat Hoshi sedang melompati batu-batu berbentuk lingkaran di taman yang mengarah ke halaman samping.

Jihoon tertegun sejenak. Tentu ia ingat batu-batu itu.

Melihat reaksi Jihoon, Hoshi lagi-lagi tersenyum tipis. Jihoon pun dalam diamnya juga mengikuti langkah Hoshi. Dirinya tahu batu-batu ini menuju ke mana meskipun sekitar mereka gelap gulita.

"Masih seperti dulu," kata Hoshi setelah berhenti.

Jihoon mengangkat muka.

Jihoon menatap Hoshi sebentar, kemudian mengalihkan pandangannya ke pintu berbentuk persegi di depan Hoshi. Jihoon menahan napas sesaat.

Benar kata Hoshi. Ketika bagian depan rumah ini tampak bersih dan terpelihara, pintu yang mengarah pada lorong basement rumah ini masih terlihat kotor, persis seperti sekian tahun lalu. Mungkin memang sengaja dibiarkan kotor, supaya orang awam yang melihatnya akan mengira jika pintu ini hanyalah tempat penampungan sampah.

"Kau boleh masuk duluan," kata Hoshi setelah membuka pintu itu.

Jihoon diam, tak bergerak seincipun dari tempatnya berdiri. Dari posisinya, Jihoon hanya melihat kegelapan dari pintu yang dibuka oleh Hoshi.

"Woozi-ya--"

"Aku tidak tahu seberapa licik mafia jaman sekarang, Soonyoung," potong Jihoon.

Hoshi menghembuskan napas kencang.

Ternyata Jihoon belum percaya Hoshi sepenuhnya.

"Apalagi dengan tangan terikat seperti ini," Jihoon menatap Hoshi. "Kecuali kau mau melepas simpulnya," kata Jihoon lagi seraya memutar tubuh, menunjukkan tangannya yang masih menempel di punggung.

Hoshi menatap Jihoon lama, berpikir.

"Aku akan melepas talinya, tapi aku harus menggandeng tanganmu," ujar Hoshi. Jihoon mendelik. "Hanya untuk memastikan kau masih terus bersamaku," Hoshi menambahkan.

"Soonyoung--"

"Aku tahu kau pintar, Woozi," tukas Hoshi. "Bahkan sejak awal aku berpikir untuk tidak melepas ikatan itu sama sekali," cetus Hoshi.

Jihoon memutar bola matanya.

"Kalau begitu, kau duluan," kata Jihoon.

Hoshi menggeleng.

"Lebih baik kita masuk bersama-sama," putus Hoshi lantas menghampiri dan berdiri di belakang tubuh Jihoon, persis seperti ketika membawa Jihoon pergi dari lapangan kota.

Jihoon mendengus. Negosiasinya tidak berhasil.

"Kenapa kau terus mengikat tanganku?" tanya Jihoon ketika mereka berhasil memasuki pintu persegi tadi dan berjalan di lorong gelap.

"Lalu membiarkan kau kabur lagi? Tidak akan, Woozi. Aku tidak ingin kehilangan dirimu lagi," jawab Hoshi.

"Kecuali kau sudah berada di sini dan dapat aku pastikan kau tidak bisa pergi kemana-mana," lanjut Hoshi sambil mengecup puncak kepala Jihoon.

Jihoon kaget, tapi tidak bisa menghindar. Lorong ini terlalu gelap, dan Hoshi menyukai fakta itu. Sekali lagi Hoshi menciumi rambut Jihoon yang meskipun sudah lama tak bersua, aroma itu masih sama.

Selalu jadi favorit Hoshi.

tbc.

Halo! Apakah bingung perpindahan Hoshi dengan Soonyoung? Antara Woozi dengan Jihoon?

Kalau iya, akan aku visualkan di bab selanjutnya. Yang jelas, mereka orang yang sama. Hihiw! 

M A F I AWhere stories live. Discover now