Pertemuan yang Heroik

90 5 0
                                    

Ninja putih yang dinaiki Adlan dan Waiz memasuki jalan Pantura. Sejurus kemudian mereka memasuki pelataran sebuah mall besar, Rita Supermall.

Setelah memarkirkan motor di area parkir sebelah timur gedung, Waiz dan Adlan berjalan masuk ke pintu utama Rita. Begitu melewati pintu masuk, udara sejuk air conditioner langsung menyambut pori-pori kulit keduanya.

Mereka langsung naik ke lantai tiga, tempat berbagai macam buku bacaan tersedia. Sesuai rencana, Adlan dengan bantuan Waiz mencari novel-novel yang ada pada daftar belanjanya.

Satu novel best seller karya Kang Abik, dan dua karya tere-liye sudah di tangan.

"Bagaimana? Sudah dapat semuanya?" Tanya Waiz sambil melihat-lihat deretan buku sains. Membelakangi Adlan.

"Belum, kurang satu." Sibuk menelisik deretan buku di depannya. Membelakangi Waiz.

"Kurang apa?" Mendekati Adlan, ikut melihati deretan buku yang sedang dilihati Adlan.

"Bumi Cintanya Kang Abik."

"Sudah kamu cari di bagian buku-buku fiksi?"

"Sudah semuanya, ini rak terakhir."

"Lebih baik kita tanyakan ke penjaga saja."

"Boleh, ayo."

Keduanya lalu melangkah menuju tempat penjaga bookshop.

"Maaf, Mba, dari tadi saya cari novel Bumi cinta karya Habiburrahman tapi tak ketemu, kalau boleh tahu di sebelah mana yah?" Tanya Adlan.

"Oh, maaf, Mas, novel Bumi Cintanya sudah habis, yang terakhir baru saja dibeli, mungkin baru datang lagi minggu depan."

Penjaga wanita itu tersenyum ramah.

"Yaah, habis. Gimana, Iz?" Menatap Waiz, meminta pendapat.

"Mau bagaimana lagi, kita cari di toko buku lain saja, kalau tidak ada juga, yaa kita tunggu sampai minggu depan." Waiz mengangkat bahu.

Adlan pun memutuskan untuk mencukupkan diri dengan tiga novel itu, toh dia bisa menghabiskan waktu satu minggu tersebut untuk membaca ketiganya sembari menunggu stok Bumi Cinta datang lagi.

Setelah membayar untuk ketiga novel yang dipilih, Adlan dan Waiz melangkah keluar. Mereka memutuskan untuk langsung pulang karena tidak ada keperluan lain lagi.

"Iz, berikan kuncinya."

Sambil berjalan ke tempat parkir Adlan memandangi Waiz dengan senyum aneh.

"Kunci apa?" Waiz pura-pura tidak tahu.

"Kunci motornya lah, masa kunci rumahmu."

"Tidak! Janjinya besok ya besok!" kata Waiz tegas.

"Ayolah, Kawan, please please please." Adlan
membulatkan matanya, memasang wajah memelas.

"Kamu pikir dengan memasang ekspresi seperti itu mukamu jadi imut-imut kaya bayi, hah? Yang ada malah amit-amit!"

Adlan segera memasang ekspresi normal. Sial!

"Ayolah, Iz, kita kan teman, aku janji gak akan ngebut deh, yah?"

Waiz menggelengkan kepalanya, tidak! Tapi seperti biasa, Adlan tetaplah Adlan, ia tak akan menyerah kalau belum mendapatkan apa yang dia mau, apalagi dari Waiz.

Bujuk rayu dan penolakan terus menerus silih berganti mengiringi langkah mereka hingga ke tempat di mana Ninja putih diparkir.

Saat Waiz mengeluarkan kunci motor dari saku celananya, tiba-tiba tangan Adlan menyambarnya dengan sangat cepat.

Adlan & Nadia (Mozaik Cinta 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang