BAB 1

15 2 0
                                    

"Namira Dinar" panggil seorang guru dengan menggunakan pengeras suara di tengah lapangan pagi itu.

Aku melangkahkan kakiku maju kedepan, kearah sekelompok anak-anak yang masih berseragam putih-biru. Aku sudah lulus beberapa bulan yang lalu dan sekarang adalah hari pertama ujian masuk SMA.

"Radina Kesuma Putri" panggil guru tersebut membuat wajahku sumringah.

"Dinaaa!" teriakku pada Radina ketika mendengar namanya dipanggil.

"Aku gugup banget nungguin. Takut banget kalau namaku ngga dipanggil." Ucap Radina masih dengan wajah pucatnya.

"Haha. Santai saja, Din. Kalau aku dipanggil, kamu pasti dipanggil juga!." Kataku sambil menenangkannya.

Nama-nama yang dipanggil adalah siswa-siswa yang bebas ujian tertulis dan dinyatakan lulus. Hanya perlu mengikuti wawancara saja. Katanya, dilihat dari hasil ujian nasional saat SMP. Tapi sebenarnya aku tidak terlalu perduli perkara itu. Karena aku tidak ingin masuk sekolah ini. Tapi Bapak tiba-tiba mendaftarkan aku kesini dan akhirnya disinilah aku. Beruntung juga ada Radina, sahabatku dari kelas delapan SMP.

Radina adalah manusia yang jauh berbeda denganku. Dia tampak pendiam dan tidak banyak bicara. Tapi sebenarnya dia sangat cerewet. Dia pintar dan rajin belajar. Disini dia tinggal dengan kakek dan neneknya, orang tuanya ada diluar kota. Dan sewaktu SMP aku senang sekali kerumah kakeknya, buat sekadar main atau numpang makan.

Telur dadar buatan neneknya sangat enak!. Jadi kangen.

Kalau aku, Namira Dinar. Aku adalah kebalikan dari Radina. Aku bukan gadis pendiam, aku suka berbicara. Tidak suka belajar juga. Aku lebih senang berorganisasi kalau di sekolah. Bukan anak nakal, tapi hiperaktif saja. Rumahku cukup jauh dari sekolah, sekitar tujuh kilometer. Makanya sering main di rumah kakeknya Radina.

Entah darimana aku dengan manusia ini bisa berteman. Yang jelas sejak satu kelas di kelas delapan, aku dan dia tidak terpisahkan. Ditambah nama panggilan kami yang hanya beda satu huruf, Dina dan Dinar.

***

Setelah pembagian hasil ujian masuk SMA dan kami dinyatakan lulus. Tentu saja! Hal yang ditunggu-tunggu adalah hari-hari masa orientasi siswa baru. Dan kisah ini dimulai dari sana.

Mungkin kisah ini akan menjadi kisah yang biasa saja bagi kalian. Tapi tidak untukku, untuk seorang Dinar. Dari sinilah aku mengenal, bahwa waktu tidak pernah benar-benar mampu menyembuhkam luka. Dan seseorang telah membuktikannya padaku.

Matanya selalu membawa luka dan bahagia.

TBC

TIME NEVER HEALSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang