"Males" kata laki-laki itu sambil memegang pengeras suara kemudian dengan cepat menyerahkannya pada siswa lain yang berdiri disampingnya.
"Hah? Apa tadi?" Tanya Kak Julia.
"Males" sahutnya dengan suara yang masih bisa kudengar.
Tidak ada jawaban dari Kak Julia. Aku mengalihkan pandanganku kearah kakak-kakak perempuan yang melihat kearah laki-laki itu. Beberapa dari mereka berbisik-bisik sambil mengarahkan jari telunjuk kearahnya.
Dia memang tampan, sangat malahan. Postur tubuh yang tinggi, tidak kurus tapi cukup berisi. Kulitnya putih, bibirnya yang berwarna merah muda sangat kontras dengan warna kulitnya. Rambutnya yang agak kemerah-merahan dan cukup panjang untuk ukuran siswa baru. Matanya yang sipit dengan iris berwarna kecokelatan. Bagaimana Semesta mampu menciptakan satu makhluk sepertinya?.
Tapi jauh dari fisiknya yang aku yakini mampu membuat siapapun jatuh cinta. Aku lebih tertarik dengan kepribadiannya. Bahkan ketika berdiri didepan, dia tidak tersenyum sedikitpun. Dan itu membuatku semakin mengagumi laki-laki ini, bahkan disaat aku belum mengetahui namanya.
"Dia tampan banget. Ya kan, Rin?" Tanyaku pada Karin yang duduk disampingku.
"Iya, terserahmu" sahut Karin tanpa memperdulikanku.
"Kayaknya aku jatuh cinta deh, Rin" kataku.
"Terserah kamu, Dinar" Karin hanya menjawab sekadarnya.
Setelah diberikan nasihat agar terus memakai selayer kecuali pada saat istirahat, siswa-siswa itu turun dari panggung. Aku terus memperhatikan laki-laki itu. Dia sudah merebut seluruh atensiku, seluruh duniaku dan seluruhnya luruh.
***
"Jadi ketua regu kalian sudah mendapatkan masing-masing satu lembar kertas. Nah bisa dilihat disana ada denah sekolah kita. Nanti kalian akan keliling sekolah dan menamai setiap bagian kotak dengan ruangan yang diberitahu oleh kakak pembina kalian." Jelas Kak Julia. "Kakak pembina dipersilahkan untuk mendampingi adik-adiknya. Kembali lagi kedalam aula setelah 30 menit." Lanjutnya.
"Kak? Bawa perlengkapan juga?" Tanyaku sambil menunjuk kearah rompi dan segala hal yang hanya dengan melihatnya pun kepalaku sudah cukup pusing.
"Ah iya! Perlengkapan kalian ditinggal saja didalam aula. Bawa alat tulis saja." Katanya menggunakan pengeras suara.
Aku berdiri mengikuti arahan ketua regu. Sambil membawa buku catatan kecil dan satu bolpoin. Aku berjalan mengekori Karin, karena hanya Karin yang aku kenal di regu ini. Aku dan Karin berteman sejak Sekolah Dasar, meski kami tidak begitu dekat. Tapi ya, setidaknya ada seseorang yang aku kenal.
Banyak kok orang-orang yang kukenal disini. Karena rata-rata lulusan dari SMPku juga masuk ke SMA ini. Malahan di kotaku terkenal kalau SMPku dulu itu adiknya SMA ini, karena banyak yang melanjutkan sekolahnya ke sini. Tapi berhubung semua orang sibuk, terutama Radina, jadi aku tidak punya teman untuk mengobrol banyak.
Aku melihat kesekitarku, ternyata sekolah ini sangat luas. Lebih luas dari perkiraanku. Terdiri dari 28 kelas untuk tiga angkatan dengan tiga jurusan yaitu Matematika Ilmu Alam (MIA), Ilmu-ilmu Sosial (IIS) dan Ilmu Keagamaan (IKA).
Tidak hanya itu, sekolah ini juga punya dua musholla untuk siswa dan untuk siswi. Lapangan volly dan lapangan basket yang berada ditengah-tengah sekolah. Taman hijau yang berada diantara kelas X dan kelas XI.
Ruangan untuk pembelajaran keterampilan seperti pertanian, tata busana dan mebel. Jadi siswa tidak hanya diberikan pembelajaran terkait mata pelajaran umum, tetapi juga tentang keterampilan. Keterampilan bercocok tanam dan mengolah hasilnya. Keterampilan membuat busana, baik berupa baju, celana sampai tas-tas yang unik. Dan keterampilan mebel membuat lemari-lemari, rak untuk tanaman dan lain-lain.
Disini juga ada perpustakaan yang cukup lengkap, Bapak yang jaganya juga baik dan ramah. Ada UKS, ruangan OSIS, aula yang cukup besar, ruangan guru yang sangat luas, ruangan konseling, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, laboratorium IPA sampai ruangan khusus untuk anak-anak kaligrafi dan toilet sebanyak 13 buah untuk mempermudah proses pembelajaran. Entahlah.
Memang pantas disebut sebagai sekolah terfavorit di kotaku. Karena tempatnya nyaman dan rindang. Oh iya, jangan lupakan kantinnya. Disini ada kantin pusat didalam sekolah, ada sekitar empat penjaga kantin. Dengan tempat duduk yang sudah disediakan. Tidak perlu takut kelaparan. Kalaupun bosan makan di kantin, masih bisa kok kabur keluar buat nyari makan.
"Sudah semuanya?" Tanya Karin pada Seri, ketua regu kami.
"Iya sudah keisi semuanya" jawab Seri.
"Yaudah, langsung balik ke aula aja, ini tinggal 4 menit lagi" kata Karin yang kubalas dengan anggukan, tanda setuju.
Kami berjalan kembali menuju aula. Tanpa sengaja aku melihat laki-laki itu berdiri tidak jauh dariku. Dia hanya berdiam diri sambil memperhatikan teman-temannya mengisi denah. Tentu saja, tanpa senyuman sedikitpun. Aku bahkan sampai berpikir, apa dia adalah manusia? Dia bahkan tidak memiliki ekspresi apapun.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME NEVER HEALS
Teen FictionKatamu, waktu dapat menyembuhkan luka. Kataku, waktu tidak akan pernah menyembuhkan apapun. Buktinya, sampai hari ini, bahkan ketika hari-hari menjelma menjadi tahun-tahun sepi. Rasanya masih sama. Masih menyakitkan. Namira Dinar.