Dua insan tengah berada di bawah lampu yang berderet di sekeliling jalan. Tujuannya, menghempaskan semua rasa sedih dan kecewa.
"Aku kecewa sama kamu! Kamu mempermainkan hatiku!"
"Tolong, dengarkan penjelasanku sebentar!" bujuk sang pria.
"Nggak ada yang perlu dijelasin! Semuanya udah jelas, 'kan?" Napas gadis itu naik turun.
Mata cokelatnya berkaca-kaca. Beberapa detik kemudian, bulir-bulir air mata jatuh di pipinya, tapi segera ia hapus. Cinta yang sebentar lagi akan kandas di telan gelapnya malam.
Amar menatap Kenari lekat-lekat, menerawang iris mata berbaur rembulan. Sesosok yang mengisi hari-harinya selama setahun belakangan.
"Perbuatanmu udah nggak bisa aku maafin, Mar."
"Aku dan dia hanya sebatas teman." Kenari lalu tersenyum smirk-meremehkan sosok di depannya.
"Haha, hanya teman? Teman yang diajak berkeliling kota, saling menyuapi es krim, dan mengirimi kata-kata romantis. Apa itu yang di namakan TEMAN?" Kenari mengeluarkan segala unek-unek di hatinya dan memberikan penekan di kata terakhir.
"Maaf. Kemarin dia nangis. Jadi, aku ajak dia berkeliling kota."
"Cukup! Lebih baik, kita akhiri aja." Kenari menatap tajam ke arah Amar dan memberi jeda atas kalimatnya barusan. "Kita putus!" Amar mendelik tak percaya. Perlahan, kulit putih yang terkena pantulan cahaya lampu memerah.
"Oke, kalo ini yang kamu mau! Aku juga seneng karena ngelepas cewek egois sepertimu!" ucap Amar tak kalah sinisnya.
Amar langsung pergi meninggalkan Kenari sendiri. Gadis itu menatap punggung lelaki yang baru saja berstatus sebagai 'mantan'. Berjalan gontai di bawah deretan lampu jalanan yang sedikit ramai. Tak peduli beberapa pasang mata yang lewat melihatnya penuh tanya. Yang Ia inginkan sekarang adalah kasur beserta perangkatnya.
Sekitar Lima puluh meter dari jembatan Kantilever, matanya menyipit, tertuju pada seorang lelaki yang sedang menatap aliran air di jembatan.
"Apakah dia mau bunuh diri?" batinnya yang tak sesuai dengan otaknya yang sedang berantakan. Ia langsung mendekat dan menarik lengan sang lelaki. Sontak yang di ganggu kaget.
"Lepaskan!" titahnya, karena jemari Kenari masih menggenggam lengan
miliknya."Kenapa kau ingin bunuh diri?" Lelaki itu bingung.
"Kau kira, saya akan melakukan hal bodoh itu?"
Ia nampak membuang muka ke arah jalanan. Rasa takut mulai menggerogoti diri Kenari. Jawaban barusan membuat hatinya kalut karena takut menyinggung perasaannya.
"Mungkin. Lalu malam-malam begini, untuk apa kau disini?"
"Bukankah seharusnya Saya yang menanyakan hal itu, Nona?"
Skak!
"Mm, aku hanya kebetulan lewat," jawab Kenari cepat. Ia tak mau kalau lelaki itu tahu kejadian beberapa menit yang lalu.
"Pergilah! tidak baik jika wanita keluar malam-malam begini. Saya di sini hanya menenangkan diri," ucapnya teduh.
"Baiklah aku akan pergi. Jaga dirimu baik-baik dan jangan melakukan hal yang aku tuduh tadi!" Kenari lalu menghentikan angkot yang kebetulan lewat di depannya. Lelaki itu hanya menatapnya penuh arti.
~~~
Setelah menempuh perjalanan selama sepuluh menit. Mobil berpintu satu di samping kiri telah berhenti menepi di tepian jalan rumahku. Lalu, aku turun dan memberikan uang kepada Bapak paruh baya yang duduk di kemudi. Kutapaki rumput-rumput yang sedang bernyanyi di bawah rembulan malam. Sayup-sayup terdengar suara pemandu acara. Ku yakin Ibu sedang menonton televisi. Ibu memang menonton dengan volume yang sedikit keras. Tapi, bukan berarti indra pendengarannya kurang berfungsi.
"Kurang seru!" katanya.
Kubuka knop pintu dengan rasa lelah bercampur amarah.
"Gimana tadi les nya?"
"Baik, Bu." Aku melenggang pergi ke kamar. Ibu pasti mengetahui bahwa anaknya ini sedang tidak baik. Tapi, Ibuku-Mila menyadari kalau aku punya privasi.
"Ayo, makan dulu! Ibu sudah siapkan Opor Ayam kesukaanmu."
"Kenari capek, mau tidur. Nanti kalau lapar Kenari makan!" teriakku di kamar. Hatiku saat ini benar-benar hancur. Aku ingin mengistirahatkan sejenak pikiran dan hati, namun sulit sekali rasanya untuk memejamkan kedua bola mata. Kenangan selama setahun bersama Amar terputar di otak.
"Arghh, jahat!" erangku sambil memukul bantal yang kuanggap sebagai wajah Amar. Kurogoh tas kulit dan menemukan apa yang kucari. Mungkin ini bisa menenangkan.
"Maaf ganggu."
"Ada masalah?" jawab orang di sebrang sana.
"Aku putus Ngga sama Amar."
"Baguslah."jawabnya enteng.
"Kok bagus sih?"
"Kamu jadi tau mana yang baik dan mana yang buruk."
"Hatiku sakit, Ngga."
"Salahmu sendiri kan?"
"Kenapa nyalahin aku terus?"
"Sudah jelas dia masih sayang sama Dea. Tapi, kamu malah mau di pacari olehnya."
"Angga, aku ingin meminta pendapatmu yang baik, bukan yang buruk."
"Aku hanya menyatakan pendapatku secara logika, Ken."
"Sudahlah berbicara denganmu sama aja, tidak membuat pikiranku tenang."
"Ken, aku minta maaf jika aku menyakitimu."
Klik!
Aku tak menjawab pernyataan Angga dan langsung mematikan ponsel secara sepihak.Aku tidak memikirkan perasaan Angga di sebrang sana. Benar-benar egois!
![](https://img.wattpad.com/cover/215050300-288-k372702.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ke mana Langkahku?
Teen FictionDipersilahkan untuk baper✔ HATI-HATI KARENA BERPIKIR MEMECAHKAN MASALAH⚠ Patah hati membuat Kenari Kalandara menemukan banyak hal yang belum sempat disinggahi. Tanda tanya besar tertempel di otak ketika menerima pesan dan barang-barang dari orang ta...