Andaikan Indi adalah orang normal, ia pasti akan segera ke polisi ataupun psikiater. Tapi Indi sadar kalau dia bukanlah orang normal. Ia kembali mengingat-ngingat kenapa ia bisa ada di dalam mobil bersama Ibunya.
Indi tak mungkin meneceritakan apa yang terjadi padanya di perpustakaan, apalagi dengan latar ibunya sebagai seorang dokter. Indi kembali melirik ibunya. dr.Inggrit, sapaan akrabnya, dari tadi ia diam seribu bahasa dan fokus untuk menyetir.
"Oke, bisa aku tanya lagi, kenapa mama bisa singgah ke perpustakaan?" tanya Indi yang sedari tadi mencoba merasionalkan jawaban ibunya.
"Udah berkali-kali Mama bilang, Mama tadi dari RS kebetulan lewat dan liat kamu, jadi berhenti," kata dr.Inggrit dengan alis tertaut, seolah benci dengan pertanyaan Indi yang berulang.
"Okey, soalnya nggak masuk akal aja, selama ini kalau pulang dari RS, arah ke rumah kita nggak pernah lewat perpus kota, karena jaraknya bakal lebih jauh dan, dalam kurun waktu satu bulan hanya empat kali Mama bisa pulang secepat ini," skak mat batin Indi.
Inggrit melirik putri sematawayangnya. Belum saatnya batin Inggrit. Ia lalu menghela nafas. Raut wajahnya jelas menyembunyikan sesuatu. Inggrit memacu mobilnya lebih cepat, membuat Indi semakin curiga.
"Ma pelan-pelan!" seru Indi panik.
Beberapa kali Inggrit memperhatikan kaca spion, wajahnya begitu resah. Indi tau ada yang tidak beres dengan ibunya. Ia tahu bahwa kejadian di perpustakaan pasti ada kaitannya dengan ibunya.
Indi melihat ibunya, menarik nafas dan berfikir 1001 cara untuk menceritakan kejadian hari ini, tanpa membuatnya terlihat gila ataupun membuat Ibunya menginjak rem secara mendadak.
"Aku tadi ketemu dengan orang aneh di perpus-"
Ucapan Indi terhenti karena rem mendadak. Jantungnya berdegub kencang. Dari balik kaca, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan mobil mereka.
Dari dalam mobil pria yang sama di perpustakaan keluar, diikuti oleh seorang wanita pirang dengan penampilan yang sama dengan pria itu.
"Kita harus keluar sekarang!" seru Inggrit lalu keluar dengan terburu-buru.
Indi masih tak sanggup untuk bergerak. Pikirannya kembali pada kejadian di perpustakaan.
"Ayo pergi Indi!" pintu mobil disamping Indi terbuka, lalu Inggrit menarik Indi.
Mereka lalu berlari di pinggir jalan. Beberapa orang mulai memperhatikan mereka. Bagaimana tidak, seorang wanita lengkap dengan jas dokternya berlari menggandeng tangan seorang gadis SMA.
"Mama ada utang apa dengan dua orang-orang itu? Sampe kita harus lari?" tanya Indi sambil mengatur nafasnya,
"Gak usah banyak tanya, yang jelas kita harus menjauh dari mereka," jawab Inggrit, yang menurut Indi tidak menjawab pertanyaannya.
"Kenapa nggak naik mobil aja Ma? Kan lebih cepat daripada lari?" keluh Indri.
"Kita sama saja bunuh diri kalau pakai mobil," jawab Inggrit dengan nada yang mulai kesal.
Indi lalu menoleh kebelakang, mencoba melihat kedua orang yang berhasil membuat mereka berlari seperti orang bodoh. Hilang. Mereka tak lagi ada disana. Inggrit lalu berhenti berlari, yang membuat Indi menabraknya.
"Aduh! Kenapa sih-" Indi tak berani melanjutkan kata-katanya.
Kedua orang berpakaian serba putih tadi sudah berada tepat di depan mereka.
"Indi dengerin Mama, kamu harus pergi sejauh mungkin. Kota ini udah nggak aman lagi bagi kamu," ucap Inggrit berbisik.
Indi tampak tak percaya padanya, namun Indi tak pernah melihat Ibunya dengan ekspresi se-serius ini.
"Maksud mama apa? Aku harus kemana? Terus mama gimana?" tanya Indi panik.
"Nggak ada waktu lagi Ndi, kamu harus pergi! Mereka nggak akan mengejar kamu disini, terlalu banyak orang. Dengerin mama, kamu lari menyebrang jalan raya ini, mama akan menahan mereka,"
Kedua orang itu mulai berjalan mendekati mereka. Seutas tali keluar dari balik jaket pria itu. Pria itu lalu tersenyum pada Indri.
"Kami tak akan membiarkanmu menghalangi kami Inggrit," seru perempuan pirang.
"Indi pergi sekarang!"
"Tapi Ma-"
"SEKARANG!" bentak Inggrit, yang membuat Indi mulai berlari ke tengah jalan.
Ini Cuma ilusi, ini Cuma khayalan, ini Cuma halusinasi batin Indi memberontak. Indi benar-benar membenci dirinya. Apa yang terjadi? Kenapa ia tak bisa hidup normal seperti remaja umumnya. Kenapa harus dia? Tidak.
Ini Cuma ilusi yang dibuat otaknya. Ini adalah perbuatan skizofrenia bodoh itu, ini tidak nyata batin Indi. Ia lalu berlari menuju sebuah mobil yang sedang melaju.
"Indi awas!" dari samping Inggrit menarik Indi, yang membuatnya terlempar di sisi jalan. Brukkk.
***
Nb: Episode ini menjadi akhir dari Chapter 1 ya. Tetap baca cerita Indi Go! Ya dan mari mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Indi. Chapter 2 segera dipublikasi secepatnya. Thanks for Reading guys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indi Go!
FantasyMenuju Ending: Slow Update 📌 [Fantasi - Indigo] Sejak kecil Indi selalu merasa kalau dia bukanlah anak yang normal. Namun hari itu menjadi pembuktian, kalau apa yang dia pikirkan adalah benar. Indi bukanlah.... Nb: Setiap episode dari cerita ini me...