Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Lebih dari sebulan mereka mempersiapkan pesta pernikahan mewah ini. Di ruang ganti Haru dan Nagisa mencoba menyemangati rekannya yang terlihat tanpa daya. Pria bersurai perak dengan tahi lalat manis yang menempel di dekat matanya itu bergerak gelisah, dapat ia rasakan jantungnya seperti keluar dari mulut lalu keringat sebesar biji jagung membasahi wajahnya. Haru dan Nagisa saling tatap, jengah melihat Nitori mondar-mandir di hadapan mereka.
"Ai-chan sudah coba kau tenang dulu nanti kegugupanmu semakin menjadi-jadi." Nitori berhenti. Lantas menoleh ke arah Nagisa dan Haru. Matanya berkaca-kaca ingin menumpahkan cairannya.
"Hei, hei kenapa kau menangis? Ini hari bahagiamu dan Rin, seharusnya kau tersenyum dan terlihat semangat bukan seperti orang sinting seperti itu." Kini Haru yang turun tangan. Ia menghampiri Nitori mengusak rambutnya pelan. Haru paham apa yang dirasakan Nitori, waktu pernikahannya dengan Makoto ia pun tidak beda jauh tapi kondisi Nitori yang lebih parah. Satu hal terlewatkan dari Haru dan Nagisa bahwasannya pria bersurai perak itu sering terkena panik bahkan waktu pertandingan renang di sekolah menengah, ia hampir tenggelam karena serangan panik dan takutnya menyerang.
"Tapi aku takut bagaimana kalau aku mengacaukan pernikahan ini? Bagaimana kalau aku tersandung di karpet saat aku berjalan? Dan bagaimana aku bisa menatap wajah Rin nanti." Nitori menggeleng-geleng frustasi. Ia cemas sekaligus malu jika berhadapan dengan Rin apalagi di hadapan pastur.
"Tenanglah Nitori kau tidak akan mengacaukannya. Ingat waktu kau menunggu selama itu untuk Rin, ingat saat Rin membantumu di penyisihan renang dulu. Lalu ingat saat cintamu akhirnya terbalas dan merasakan ciuman hangat pertama bersamanya. Perjuanganmu berakhir Indah di sini Nitori. Berbahagialah." Haru menyelami netra coklat itu dalam seolah ia mampu menggapai isiannya. Meraih jiwa di dalamnya. Nagisa tercengang mendengar perkataan Haru, dulu ia teramat tidak peduli dengan orang lain namun sekarang ia memberi nasihat dengan ucapan panjang seperti itu. Ahh Nagisa terharu.
Nitori terdiam. Memikirkan perkataan Haru. Ingatannya kembali ke masa-masa itu, mulai dari sakit hingga bahagia telah ia lalui dan sekarang adalah puncak dari pencapaiannya. Seharusnya ia bahagia. Seharusnya ia tidak boleh memikirkan hal-hal lainnya. Kedua iris Nitori berbinar telah menemukan pegangan, ia tersenyum manis lalu memeluk kedua sahabatnya erat. Entah apa jadinya jika Haru dan Nagisa tidak mendampinginya di saat-saat seperti ini.
"Karena kau sudah tenang kami berdua pergi ke bangku ya. Mako-chan dan Rei-chan sudah menunggu kami." Nagisa mengedipkan sebelah matanya. Ia dan Haru meninggalkan Nitori. Jantungnya masih berdegup tapi kali ini degupan kebahagiaan memenuhi relung hingga dirasa kupu-kupu berterbangan di sana.
"Kau sangat cantik hari ini Ai-chan. Sampai jumpa di altar." Keduanya resmi meninggalkan pria itu di sana.
.
.
.Orang-orang sudah berkumpul di dalam gereja mewah di kawasan elit Osaka. Semua keluarga, sahabat, dan rekan-rekan Rin dan Nitori telah mengisi tempat duduk. Hari yang sangat dinantikan oleh semuanya tentu saja. Ada yang sedikit tidak menyangka jika pria dingin berambut merah itu akan segera menikah mengingat betapa cuek dirinya soal hubungan. Bahkan mantan kapten renang semasa sekolah menengah dulu, Mikoshiba Seijuro, ragu jika juniornya itu mendapatkan jodoh. Dan lebih terkaget bahwa pendampingnya adalah junior Rin sendiri. Mikoshiba menoleh ke arah adik lelaki yang berparas hampir sama dengan dirinya. Ia melihat adiknya sekali-kali menunduk, memijit dahinya, atau celingukan mencari sekeliling. Adik bungsunya ini adalah orang yang ceria bahkan di dalam kesedihan ia masih bisa tertawa. Namun di hadapannya adik kecilnya berubah drastis menjadi orang yang tidak dikenal. Rambut merah tua yang awut-awutan, bulu-bulu halus di wajahnya tak sempat ia bersihkan, bahkan matanya tidak memancarkan cahaya sama sekali. Seolah bulan mati yang termakan kegelapan. Ia ingin bertanya mengingat betapa lamanya mereka tidak bertemu. Di saat Mikoshiba hendak bersuara, pengumuman dari pembawa acara berkumandang. Sontak semua memberikan perhatian kepada sumber suara. Lelaki dengan jas hitam beserta pendeta telah berdiri di depan altar. Mikoshiba melirik sekeliling dan matanya bertubrukan dengan mata sayu Sousuke. Lebih tepatnya Sousuke sedang memerhatikan makhluk di sebelahnya, yang lain dan tidak bukan adalah adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Ending Story
FanficNitori Aiichiro telah menunggu selama tujuh tahun. Menunggu dengan tidak adanya kepastian. Mulai dari melihatnya secara diam-diam di sekolah menengah hingga masuk perguruan tinggi ia tetap menunggu. Namun ada hari dimana semesta mendukung dan mendo...