Lima

101 8 27
                                    

Upacara pernikahan telah usai, keduanya secara resmi menyandang sebagai seorang pasangan yang sah di hadapan Tuhan tapi tidak di hadapan negara. Pesta pun telah usai, sahabat mereka dari sekolah dasar hingga menengah telah pulang ke rumah masing-masing. Makoto harus membopong Haru karena rendahnya tingkat toleran yang dapat ditampung oleh tubuhnya lalu Rei yang dibuat kelimpungan karena Nagisa merengek ingin berenang di pergantian musim dingin.

Tersisa hanya Rin dan Nitori yang harus membersihkan tempat yang seperti kapal pecah. Mereka memutuskan untuk tinggal disebuah apartemen mewah di kawasan Nagoya dengan alasan jika Rin harus pergi ia bisa mengajak Nitori bersamanya dan mencari apartemen yang baru. Berbeda jika mereka tinggal di rumah tetap, Nitori pasti lebih banyak ditinggal sendiri menunggu kepulangannya. Namun bagi Nitori semuanya sama saja, mau apartemen ataupun rumah tetap yang terpenting baginya adalah ia mempunyai tempat kembali dan di dalamnya terisi sebuah kehangatan yang menunggu walau di musim dingin sekalipun.

Nitori memandang dirinya di hadapan cermin. Wajahnya telah segar terguyur air hangat. Kini ia dapat memandang wajah itu dengan sangat jelas. Kulit putih pucat bagai porselen, wajah -yang menurut sebagian orang- manis dengan tahi lalat bertengger di bawah matanya, serta mata besarnya yang kerap kali bersinar saat memandang sesuatu yang disukai. Dulu waktu masih sekolah sering teman-temannya memanggil dengan sebutan 'nona' karena tubuh pendek kurus tanpa otot serta wajah manis bak perempuan. Awalnya ia tak mempersalahkan hal itu namun lama kelamaan rasa sakit timbul di dada. Dan saat masuk sekolah menengah ia memutuskan untuk mengikuti kegiatan olahraga agar julukan-julukan itu berhenti menghujam. Nitori memutuskan untuk mengambil renang dikarenakan hanya ini olahraga yang sedikit ia kuasai. Di saat itu pula ia melihat sesosok pria berambut merah pekat dengan gaya renang yang memukau. Masih ingat di benaknya jika saat itu matanya berbinar seperti melihat berlian saat pria itu menunjukkan kebolehannya.
Kala itu ia masih tidak tahu tentang perasaannya, saat ia berada di tingkat dua dan pria itu menjabat sebagai ketua club renang, barulah ia sadar jika perasaan kagum itu berubah menjadi perasaan suka. Cerita-cerita lama itu semakin menenggelamkannya ke dalam dunianya sendiri.

Saking tenggelamnya ia tidak sadar jika pria lain datang menghampiri lalu terlonjak saat tangan besar hangat itu memeluknya dari belakang. Tubuh kecilnya tenggelam di dalam pelukan itu, memberikan rasa perlindungan dan rasa aman seolah tidak ada satupun yang berani menyakiti dirinya jika ia selalu bersama si pria. Pria yang lebih pendek memejamkan mata merasakan gesekan tubuh keduanya. Aliran darahnya seolah berhenti setelah mengalir cukup deras, otaknya membeku, dan napasnya terasa putus-putus. Ia juga merasakan jika aliran darah di dalam dirinya terasa hangat hingga suatu saat akan meledak kapanpun. Tangan itu merengkuh pinggangnya erat, sangat erat seperti enggan terlepas.

"Kau sangat cantik hari ini." Pria di belakangnya berbisik rendah di telinganya. Rasa hangat menjalar menuju wajahnya yang telah berubah menjadi merah padam. Pria itu menenggelamkan seluruh wajahnya ke ceruk leher jenjang Nitori. Meraup rakus aroma yang ada di sana. Aroma seperti nikotin yang membuat candu, candu bagi dirinya. Pria berambut merah itu mendongakkan sedikit wajahnya, menopang dagu di bahu sempit milik Nitori. Keduanya memandang cermin besar dengan ekspresi yang sama. Saling mengharapkan satu sama lain. Menginginkan satu sama lain. Di bawahnya tangan besar itu mengusap perut Nitori memberikan rasa gelitik nikmat.

"Apa yang kau pikirkan? Kau lupa kita sudah menikah?" Nitori menggeleng kuat-kuat. Perasaan gugup lebih mendominasinya. Seumur hidup baru kali ini ia merasakan dekapan hangat seseorang yang ia cintai selain ibu dan ayahnya.

"Aku hanya memikirkan masa lalu saat aku bertemu denganmu, Rin." Nitori membalikkan tubuhnya untuk berhadapan dengan prianya. Kondisi Rin sama dengan kondisinya, bertelanjang dada dan hanya menggunakan sehelai handuk yang meliliti pinggang. Ia memandang pria di hadapannya dengan tatapan memuja. Iris berwarna coklat terang, rahang tegasnya yang sangat sempurna, hidung mancung yang membuat siapapun akan tergelincir dari sana dan tubuh atletis sebagaimana perenang pada umumnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our Ending StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang