Bab satu

28 9 0
                                    

Gadis bernama Choi Sooyi beberapa kali mendesah. Hari sudah hampir malam tetapi ia masih terjebak di halte bus ini. Sendirian dan kedinginan.

Sudah sejak tadi kedua tangannya memeluk dirinya sendiri. Bibirnya sudah terlihat pucat. Rambutnya yang rapi juga sudah mulai lepek karena terkena rintikan hujan beberapa saat yang lalu ketika ia berlari ke halte ini.

Ia mengutuk nasib sialnya hari ini yang dirasakan seperti tidak ada habisnya.

Ia terpaksa harus tinggal di sekolah lebih lama untuk menyelesaikan tugasnya yang harus dikumpulkan keesokan harinya. Sekarang ia harus menunggu bus yang belum tentu ada atau tidak, dengan cuaca buruk seperti ini. Sialnya lagi ia sama sekali tidak membawa jas hujan ataupun payung.

Disela kekhawatirannya, ia mendengar suara langkah kaki terburu-buru menuju halte. Dari ekor matanya ia dapat melihat seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu menyeka rintikan hujan yang menempel pada mantelnya dan setelah itu Sooyi mengalihkan perhatiannya dari laki-laki di sampingnya.

"Kau menunggu bus?"

Sooyi mendengar laki-laki itu bertanya. Tetapi ia tidak tahu apakah pertanyaan itu ditujukan kepadanya atau bukan. Takutnya jika ia menjawab ternyata pertanyaan itu bukan untuknya, ia akan malu setengah mati. Jadi ia memilih diam.

"Hei," pundaknya merasakan ada sebuah tangan yang mendarat. "Aku bertanya kepadamu."

"Oh eh aku?" Sooyi menunjuk dirinya sendiri. Laki-laki di sampingnya ini tertawa.

Sooyi mengerutkan keningnya tidak suka, "Apakah ada yang lucu?"

"Tentu saja!" katanya masih tertawa. "Kau sangat lucu saat merespon pertanyaanku."

"Jangan tertawa! Aku bukan pelawak!" pekik Sooyi kemudian. Ia membatin betapa tidak sopannya laki-laki di sampingnya ini. Menertawakan seseorang yang bahkan tidak dikenalnya.

Perlahan laki-laki itu menghentikan tawanya lalu tersenyum penuh arti kepada Sooyi.

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud." katanya.

Sooyi mengangguk-anggukan kepalanya dan kembali mengalihkan perhatiannya selain pada laki-laki disampingnya.

Laki-laki itu kembali tersenyum beberapa saat lalu dengan cepat ia melepaskan mantelnya, "Ini."

Sooyi menoleh, "Apa ini?"

"Mantel. Pakailah, aku tidak yakin hujan ini akan berhenti dalam waktu dekat. Aku juga tidak yakin akan ada bus yang lewat di jalan yang lenggang seperti ini."
Sooyi menggigit bibir bawahnya. Ternyata laki-laki ini cukup baik dan cukup sadar degan keadaan seperti ini.

"Ambillah." Laki-laki itu masih bertahan dengan menyodorkan tangannya yang memegang mantel.

"Aku...,"

"Ambillah. Aku sama sekali tidak menerima penolakan!" ada nada ketegasan yang terdengar dari mulut laki-laki itu.

Sooyi menerima mantel itu dengan ragu. Ia melihat wajah lelaki di depannya yang tersenyum meyakinkan.

"Bagaimana dengan kau?" tanya Sooyi, tersirat rasa khawatir dan tidak enak dari pertanyaannya.

"Tenang saja, kau jangan mengkhawatirkan aku." kata lelaki itu kembali meyakinkan. "Pergilah dan hati-hati."

Sooyi tersenyum membalas semyuman laki-laki asing yang baik padanya ini.

"Terimakasih. Aku harap kita bisa bertemu lagi untuk mengembalikan mantelmu."

"Aku juga berharap kita bisa berjumpa lagi. Sekarang pergilah sebelum ada badai."

Sooyi mengangguk dan mulai memakai mantel laki-laki itu yang kebesaran di tubuhnya. Mantel itu tahan air dan cukup hangat.

~Bersambung~

Destiny(C)Where stories live. Discover now