Pindah Kelas

6 1 0
                                    

Bagi semua siswa SD Angkasa Foundation termasuk personil 4 Serangkai, pagi ini pagi yang sangat istimewa sekaligus menegangkan. Pak Rudi sudah bersiap-siap berdiri di depan lapangan untuk mengumumkan juara 3 besar tiap kelas. Ya. Hari ini adalah hari pembagian rapot semester genap dan pengumuman kenaikan kelas.

Sebelum itu, Pak Rudi selaku WKS II menyampaikan bahwa setelah ini akan ada perombakan kelas baru sesuai peraturan pendidikan terbaru. Sistemnya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, perombakan kelas bersifat random, tidak berdasarkan peringkat kelas. Hal ini ditujukan agar para siswa tidak merasa dirinya di kelas pintar atau di kelas murid bodoh. Memang begitulah seharusnya dalam pendidikan sehingga tidak ada kesenjangan sosial di antara para murid.

Namun ini artinya, 4 Serangkai berkemungkinan pisah setelah 3 tahun satu kelas. Mutia, Arkan, Bima, dan Kirana saling lirik dan menunjukkan wajah sedih tidak ingin berpisah sebelum waktunya. Bahkan mereka belum melewati kelas VI.

Mereka berempat berdoa sama, agar pertama, nilai mereka bagus. Dan kedua, mereka bisa sekelas lagi.

Pengumuman juara umum dan juara 3 besar tiap kelas pun tiba. Dari kelas V-A, Arkan jelas mendapat peringkat 1 sekaligus peringkat umum dari seluruh kelas, dilanjutkan peringkat 2 Kirana, dan peringkat 3 Suryo. Tak ada yang terkejut perihal peringkat 1 dan 2, hanya saja tak biasanya Suryo mengambil posisi peringkat 3. Suryo sebelumnya bahkan tak pernah meraih peringkat 7 besar. Paling tinggi 8 atau 9.

Begitu juga kelas lain, kelas V-B ternyata juara 1 mereka Naily, yang dikabarkan paling cantik di sekolah. Dia adalah putri kepala sekolah. Tidak ada yang protes karena ia memang pintar. Hanya ada beberapa nyinyiran siswa dan orang tua siswa yang iri karena anaknya tidak juara. Sebenarnya, Naily ini sempat berteman dekat dengan Mutia, bahkan rumah mereka berdekatan walau tidak sekelas semenjak kelas III.

Namun belakangan, Naily tidak pernah lagi terlihat menyapa Mutia. Bagi Mutia, hal itu dapat dimaklumi. Naily memang terkesan pendiam dan pemurung semenjak ibunya meninggal dunia tahun lalu saat mereka masih kelas IV. Mutia beberapa kali mencoba berkunjung, namun Naily menolak ditemani. Entah kenapa begitu.

****
Hari ini istimewa karena Mutia datang bersama Ibra yang baru saja pulang dari Jakarta setelah menyelesaikan studinya. Ibra sedari tadi menunggu di bangku panjang dekat kelas. Sehabis pengumuman, Mutia menghampiri Ibra dan memecahkan lamunannya.

"Mas, Mas masuk aja ke kelas. Ambil bangku. Entar Bu guru juga nyusul." kata Mutia lembut pada Ibra sambil tersenyum lebar.

"Eh, iya, Mut. Kamu kok nggak deg deg-an sih, Dek? Mas aja kepikiran lho, Mut, sama peringkatmu" tanya Ibra penasaran

"Yowes lah, Mas. Bapak selalu bilang kalau kita khawatir, serahin ke Gusti Allah. Jadi aku yo tenang, Mas. Tiap kali bagi rapot, aku inget kata bapak itu" jawab Muti dengan mata berbinar penuh keyakinan

"Mas salut sama Muti, ini baru adek kesayangan Mas" Ibra spontan tersenyum dan mengelus kepala Muti tanda bangga. Ibra tidak menyangka adiknya bisa sebijak itu.

*****

"Selamat, Kan. Kamu selalu bikin bangga kami!" Seru Bima.

"Kamu juga, Bim. Tingkatkan terus prestasimu. Calon atlet masa depan." jawab Arkan bijak

"Sayang ya, kita berempat gak sekelas lagi" sahut Kirana.

"Gapapa. Yang penting kita tetap sama-sama, dan saling support" tambah Arkan

"Eh, Mutia mana?" Tanya Bima

"Itu sama Mas Ibra" tunjuk Kirana

Mereka semua berjalan ke arah Mutia dan Ibra. Satu persatu menyalami Ibra, tanda hormat. Ibra pun tersenyum. Berusaha mengingat wajah mereka satu persatu. Tak mungkin Ibra tak mengenal mereka yang sering kali diceritakan oleh Mutia padanya. Hanya saja, Ibra memang belum pernah bertemu langsung seperti ini.

"Kenalin, Mas. Ini teman-teman aku. Sahabat sih, Mas, yang sering aku ceritain. Ini Bima, Kirana, dan Ini.. Arkan si juara umum" tukas Mutia memperkenalkan mereka sambil tak lupa menyindir Arkan, sahabat sekaligus musuh bebuyutannya.

"Oh ini Arkan? Keren ya kamu, Kan! Turut bangga nih" Ibra menyenggol siku Mutia

"Makasih banyak, Mas" sahut Arkan sopan

"Mutia banyak lho cerita soal kamu" tambah Ibra

"Ih apaan sih, Mas. Naik tuh kupingnya si Arkan!" ketus Mutia menutupi rasa malu. Bagaimana bisa Mas Ibra berkata begitu? Mutia memang sering bercerita soal teman-temannya, tapi bukan berarti ia hanya bercerita tentang Arkan. Seperti ada sesuatu pemberontakan dalam hati Mutia jika ia dibilang bercerita banyak soal Arkan.

Mutia merasa Ibra seperti sedang menggodanya, sama seperti keusilan sahabatnya yang lain, mamang satpam, dan ibu kantin. Entah kenapa bisa begitu. Bukan hal yang baru bahkan seringkali percekcokan antara Mutia dan Arkan hingga mendapat sorak cie-cie dari teman-teman di kelas, provokatornya? Sudah jelas Bima dan Kirana, siapa lagi?

*****

Setelah pembagian rapot, Mutia dan Ibra pamit pulang. Begitu juga dengan Arkan dan mamanya, Bima dengan kakeknya, dan Kirana dengan ayah dan bundanya.

Mutia mendapat peringkat 9 dan Bima mendapat peringkat 11. Kali ini, Bima tidak masuk 10 besar. Sistem pembagian kelas kali ini cukup mengecewakan 4 Serangkai. Hanya Kirana dan Bima yang sekelas di A. Sementara, Mutia di B dan Arkan di C. Hari ini benar-benar tidak diharapkan oleh 4 Serangkai. Karena mereka sudah terlalu dekat dan nyaman kemana-mana bersama. Serasa ada yang hilang saat tahu mereka ga sekelas lagi. Dan takut jika nanti setelah pisah kelas mereka jadi tidak seakrab dulu. Namun begitu, mereka berjanji untuk tetap bersahabat dan tidak saling melupakan satu sama lain.

Mereka tak menyangka hari ini bakal jadi hari perpisahan buat mereka. Rasanya masih belum sanggup.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CINTA DAN FILOSOFINYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang