Part 2

3.2K 67 1
                                    

Sudah seminggu ini Arman selalu uring-uringan bila berada dikampus. Akhirnya para mahasiswanyalah yang terkena imbasnya, ada saja kekesalan yang ia limpahkan kepada mahasiswanya seperti mengadakan quiz dadakan atau memarahi habis-habisan mahasiswa yang salah beragumen pada saat presentasi.

Arman melihat lagi surat yang ia temukan dikamarnya.

'karena mamah Indira sudah tidak ada, mas Arman sudah tidak memiliki tanggung jawab apapun kepadaku, selamat tinggal mas, semoga mas Arman bahagia'

Tangan arman mengepal hingga memperlihatkan buku-buku tangannya memutih saking mencurahkan segala emosinya. Ayu gadis muda yang sudah tinggal bersamanya selama 7 bulan itu berani-beraninya pergi begitu saja tanpa berbicara sepatah katapun pada dirinya. Sebelumnya ia sempat tidak tertarik pada wanita itu namun demi membahagiakan ibunya akhirnya Arman dengan terpaksa menikah dengan Ayu dengan keadaan pada  saat itu ia hancur. Perempuan pertama yang dia cintai pada akhirnya mengkhianati dirinya padahal dari awal sampai akhir Arman begitu sangat mencintai Putri. Entahlah mengapa Arman begitu sangat tergila-gila pada Putri, dia pun bingung membedakan mana cinta dan mana obsesi bila bersama dia. Bahkan ketika Putri kedapatan terkena skandal bersama pria yang membawa Putri kabur pada saat pernikahannya. Arman masih bisa memaafkannya. Namun kali ini semua perlakuan Putri padanya sudah begitu sangat kelewatan. Ia sadar Putri bukanlah perempuan baik yang ditakdirkan Tuhan olehnya meskipun ia begitu sangat menginginkannya.
Lagi Arman mengusap wajahnya dengan kasar.
"Yu, saya sungguh sangat menyesal"

**********

"Yu, kamu kenapa nak?" Ibu Rima yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung buru-buru menghampiri sang putri yang terlihat sedang mengadu sakit sambil memegang perutnya.
"Perut Ayu keram bu" cicit Ayu sambil matanya memejam merasakan rasa sakit yang ia dapat dari arah perutnya itu. Sang ibupun langsung mengelus perut buncit sang anak dengan lembut.
"Bukannya kamu belum periksain lagi yah?" Ayu menggeleng pelan semenjak satu bulan tinggal lagi bersama sang ibu, Ayu malas untuk keluat rumah. Kalaupun ia ingin membeli sesuatu ia akan menyuruh sang adik untuk membeli barang atau makanan keinginannya.
"Tapi Ayu malas keluar bu" akunya jujur, sebenarnya ia tidak mau memberikan peluang bertemu dengan pria itu, meskipun pada kenyataannya mas Arman tidak akan pernah mencarinya -karena pria itu terlalu cuek dan dingin- maka dari itu dengan tidak keluar rumah mungkin akan mengikis peluangnya untuk bertemu dengannya.
"Kamu gak kasihan sama anak kamu, kalau gak pernah diperiksain ke dokter biasanya menjelang persalinan kamu akan diberikan obat penambah darah biar gak pucet seperti ini" tutur sang ibu lembut sambil tak henti mengelus perut sang putri.
Ayu masih terdiam tapi entahlah ia merasa malas untuk keluar rumah, mungkin bawaan juga dari bayinya.
"Atau kalau kamu gak mau ke rumah sakit, ibu antar ke bidan Neni yang ada didepan, nanti kamu lahirannya juga disana" Ayu pun mengangguk, ia baru menyadari bahwa didaerah tempat tinggalnya terdapat rumah praktik bidan.
"Kalau begitu nanti sore ibu antar yah, sekarang gimana sudah mendingan kramnya? Sang ibu kembali bertanya dengan nada yang lembut.
"Udah bu, makasih yah Ayu cuma bisa membebani ibu saja" kini Ayu berucap dengan sedih, bukannya semakin dewasa ia bisa hidup mandiri dan membahagiakan orangtuanya tapi akhirnya malah merepotkan orangtuanya seperti ini.
"Ibu yang harusnya minta maaf karena sudah memberikan izin pada bu indira untuk menikahkanmu dengan nak Arman, andai saja waktu itu ibu menolak permintaanya " kali ini sang ibu yang terlihat murung ia pun memegang tangan sang putri, merekapun kembali saling memandang haru. Ayu sebenarnya kecewa tapi harus bagaimana lagi semuanya sudah terjadi.

**********

"Ini anaknya bu Rima yang nikah waktu itu yah?" Bidan Neni bertanya sambil tanganya kini mulai menyingkap baju Ayu hingga memperlihatkan perut bulatnya itu.
"Iya bu bidan" jawab bu rima sambil beliau kini sedang memperhatikan sang putri yang sedang diperiksa itu.
"Udah di USG belum?" Tanya bidan Nani kembali, kali pertanyaannya dilontarkan kepada Ayu.
"Belum bu...."
"Biar surprise yah, dedeknya cewe apa cowok keluarnya" tebak bidan Nani, Ayu pun hanya bisa membalas dengan senyum terpaksa.

Bu Rima dan Ayu pun kini sudah sampai dirumah. Terlihat adik-adiknya kini sudah pulang dari sekolah. Ayu yang antusias adiknya datang langsung sedikit berlari sambil memegangi perutnya untuk menghampiri ketiga krucil yang terlihat sedang berleseh-lesehan diruang TV.
"Mana pesenan mba, kalian belikan?" Tanya Ayu bersemangat. Reno dan Azril pun mengangkat kresek putih yang berisi dengan jajanan anak sekolahan. Dengan cepat Ayu pun langsung mengambil dua bungkusan plastik tersebut.
"Makasih yah om-om ganteng.." setelah berkata dengan suara yang menirukan anak kecil, Ayu pun kini mulai meniru adik-adiknya duduk lesehan diatas karpet. Lalu ia pun langsung membuka satu bungkusan plastik dari salah satu bungkusan makanan yang berisi sebungkus cilor gulung tanpa saus.
"Em...rasanya enak banget, rasanya masih sama kaya dulu, pedagangnya bapa-bapa yang sukai pakai topi loreng-loreng tentara itu kan no?" Tanya ayu sambil mulutnya tetap mengunyah makanan tersebut.
"Mba masih hapal banget, iya betul mamang cilor yang itu, sesuai dengan pesenan mba kan tadi pagi" jawab reno sambil terus memperlihatkan si kakak kesayangan yang begitu menikmati makanannya tersebut.
"Mba ga bosen apa, nitip jajanan sekolah terus, udah sebulan lho mba nitip makan beginian" kini eza yang berucap heran, pasalnya kakaknya itu tiap hari selalu memesan jajanan sekolah begini.
"Mba tuh sebenarnya udah ngidam ini dari trimester awal, dan belum sempet kesampaian waktu itu, pas pulang kesini akhirnya bisa kesampaian ngidamnya mba, jadi mba tuh seneng banget za, mba ga bakalan bosen-bosen makan ini.." ungkap panjang lebar Ayu. Kini Ayu pun beralih pada plastik putih satu lagi yang dibawa oleh Ajil.
"Lho, ini kok ga ada batagornya" tiba-tiba wajah Ayu berubah murung, semenjak hamil mood nya sering turun naik bila ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Ia pun kini menatap adik bungsunya dengan tatapan kecewa.
"Tukang batagornya ga dagang mba" Ajil menjawab dengan jujur. Ayu pun terdiam, padahal dia sangat ingin makan batagor yang ada disekolah Ajil hari ini.
"Yah, padahal mba lagi pengen batagornya" dengan bibir yang mengkerucut Ayu bersikap seolah dirinya seperti adik manja yang sedang merajuk ke kakaknya. Akhirnya dengan terpaksa iapun melanjutkan menyantap makanan yang ada diplastik itu, namun aktifitasnya terhenti saat mendengar suara gedebuk cukup keras terdengar dari arah kamar mandi.
"Ajil....."
Terdengar suara ibu yang berteriak memanggil nama sang anak bungsu, lantas buru-buru Reno, Reza dan Ajil disusul dengan Ayu yang berjalan pelan langsung menghampiri sang ibu.

To Be Continue

Style nya pak dosen kalau lagi jalan-jalan dongss...

Mba Ayu habis beres-beres rumah, eh tangannya ketempelan noda membandel..😂

I And You [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang