Part 4

2.5K 47 0
                                    

"Ayu kan..?" Ayu menoleh, langkahnya terhenti. Ia pun mulai menoleh kearah sumber suara yang memanggilnya. Ayu mengernyitkan matanya melihat wanita pertengahan umur 50 itu tersenyum menyapanya.
"Oh, bu Gita..." ayu yang sudah mengenal wanita itu lalu tersenyum. Setelah itu wanita yang lebih tua dari ayu itupun mengajak ayu untuk berpelukan.
Ayu kembali teringat wanita dihadapanya itu merupakan rekan mengajar arman di kampus. Ayu cukup beberapa kali bertemu dengan wanita berumur itu. Dosen senior itu cukup sering menjadi rekan penelitian suaminya.
"Udah bulanannya yah yu, pantesan arman kalau dikampus sekarang suka sering ngelamun. Ternyata mikirin istrinya yang udah mau lahiran toh.." wanita bersuara lembut itu pun berucap sambil mengelus lembut perut ayu. Ayu membalas dengan senyuman seadanya. Inilah yang ayu takutkan bila ia pergi ke luar rumah. Ia takut bertemu dengan orang-orang yang berhubungan dengan pria itu.
Kini Ayu sudah tidak nyaman tinggal berlama-lama dengan ibu gita. Untung saja sikembar keburu datang menjemput dirinya disini.
"Mba..kelas kita sudah mulai dibagi lapor ayo..."
Setelah mengetahui sikembar sudah ada dihadapannya ia langsung saja pamit dari hadapan ibu Gita
"Bu, saya duluan..."

***********

"Pak Arman, HPL istrinya tanggal berapa? Ibu tadi lupa ndak keburu nanyain ke istrinya. Kan kalau sudah tau dirimu bisa ambil cuti" mataku seakan melotot saat rekan dosen senior seperti bu gita berucap seperti itu kepadaku dan apa katanya 'dia lupa menanyakan' berarti bu gita pernah bertemu dengan ayu. Belum sempat menjawab pertanyaannya. Bu gita kembali lagi bertanya.
"Perutnya udah turun begitu, biasanya itu pertanda udah deket ke waktu lahiran" Arman semakin penasaran kapan dan dimana bu gita dan istrinya itu bertemu langsung saja ia bertanya tanpa membalas pertanyaan-pertanyaan yang diucapkan dosen senior itu.
"Memang bu gita bertemu istri saya dimana?"
"Tadi pagi saya kesekolah buat ngambil rapot anak saya, eh ketemu istrimu disana, emang ndak bilang kalau mau pergi"
Arman terdiam, sebenarnya ia sudah menduga bahwa ayu akan pulang kerumah ibunya, Arman juga tahu bahwa ayu memiliki tiga orang adik yang masih sekolah. Namun Arman masih gamang dengan perasaanya saat ini, ia masih bingung mengucapkan kata apa saat bertemu dengan istrinya itu. Jujur saat ini hatinya pun masih hancur, Arman masih belum bisa menerima pengkhianatan sang mantan calon istri yang dicintinya mati-matian. kenapa dunia begitu kejam memperlakukannya seperti ini.

**********

"Awww......" ringis ayu saat dirinya baru memasuki halaman rumahnya. Siang ini ia baru saja pulang dari mengantar sang adik kembar mengambil rapot. Reno yang tengah memapah sang kakak pun langsung melihat khawatir ke arah ayu.
"Mba ayu kenapa?"
Ayu menggeleng sambil menahan sakit yang muncul dari pusat tubuhnya itu.
"Engga tau no, dari sekolah udah mules gini perut mba" aku ayu jujur sambil mengelus perutnya yang terasa semakin kebawah itu.
"Maafin reno sama reza yah mba. Mba, jadi kecapean begini" ucap reno muram merasa bersalah dengan keadaan kakaknya ini.
Ayu menggeleng pelan ia tidak mau membuat sang adik merasa bersalah.
"Tapi emang akhir-akhir ini sering begini kok no, mungkin dede udah ga sabar pengen cepet ketemu sama om-omnya.."
Reno pun tersenyum. Benar apa kata kakaknya mungkin keponakanya itu sudah bosan berada diperut sang ibu.
"Tapi kalau sakitnya udah lebih parah, mba ayu harus kasih tahu reno yah.."
Ayu pun mengangguk lalu melanjutkan kembali langlahnya menuju rumah.

"Bunda, adek mau ikut ayah yah..."

Anak kecil berambut panjang yang ada disamping ayu menggoyang-goyangkan jari-jari ayu

"Ya, bunda ya..."

kemudian pegangan anak kecil itu terlepas dari genggaman tanganku. Saat ayu akan mengatakan 'jangan' tiba-tiba suranya menghilang. Anak kecil itupun malah berlari dan menghilang dibalik cahaya putih yang ada didepannya. Saat ayu mencoba untuk mengejarnya ayu malah terjatuh hingga mengakibatkan perut bulatnya terbentur ke lantai putih yang dipijaknya.

"Awww...s..sakit"

Ayu terbangun dengan rasa sakit yang semakin menjadi dibagian perutnya. Apa mungkin dia akan melahirkan bayinya sekarang. Ia melihat ke arah jam, sekarang waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Kini ayu sudah tak tahan dengan rasa sakitnya yang semakin menjadi ia pun lantas bangun untuk membangunkan adik-adiknya meminta tolong kepada mereka untuk mengantar ayu ke bidan neni. Saat dirinya sudah menjatuhkan kakinya kelantai lalu bermaksud akan berdiri tiba-tiba dari bagian bawahnya mengalir cairan bening membasahi kedua kakinya. Dengan mencoba menahan rasa sakit yang terus menjadi ia mulai melangkahkan kakinya ke kamar adik-adiknya, ayu sedikit berjalan kesusahan kala ia haru berjalan mengangkang merasakan ada yang mengganjal pada bagian bawahnya.
Saat sudah sampai didepan kamar sang adik. Ayu pun langsung membuka pintunya. Dengan langkah yang tertatih-tatih ayu pun segera menghampiri ketiga adiknya yang tertidur dibawah kasur lantai yang tipis.
"Za, bangun anter mba ke bidan neni, mba mau ngelahirin" ucap ayu sambil kakinya ia pukul-pukulkan ke arah kaki eza yang saat itu tidur disisi yang paling dekat dengannya. Dengan tenaga yang tersisa ia menggunakan segala tenaganya untuk menendang sekerasnya tubuh sang adik.
"Reza..bangun..." akhirnya dengan suara yang melengking membuat ketiga adiknya yang tertidur itu terbangun. Setelah bangun mereka pun melihat kearah sang kakak yang sedang berdiri sambil terlihat begitu acak-acakan wajahnya memerah, baju daster yang dipakai pun sudah dibanjiri dengan keringat, serta dari pahanya mengalir cairan bening.
"Mba mau lahiran tolong...." ucapnya lagi pelan, kali ini mata ayu sudah akan terlelap, dia sudah lelah tubuhnya tak sanggup menahan sakit ini. Ayu yang akan limbung itu langsung saja tertahan oleh reza yang sudah bangkit dan segera menyanggah tubuh berat sang kakak.
Reno dan ajil yang masih terduduk kemudian langsung mengikuti tingkah reza dengan menghampiri tubuh sang kakak yang sudah berada di dekapan reza.
"Mba, masih sadar kan?" Ucap reza menyentuh pipi chuby sang kakak.
"Bawa mba ke bidan neni...sthhh..." jawab ayu pelan.
"Mba masih bisa jalan gak?" Kini reno yang bertanya, ayu menggeleng pelan, ia sudah tidak ada kekuatan sama sekali.
"Za, kita gendong mba ayu" sikembar itu pun kini mencoba mengangkat tubuh ayu, ajil yang bingung pun hanya bisa berdiam diri kebingungan.
"Kalau ajil gimana bang..?" Reno dan reza pun tak menyahuti pertanyaan adiknya, mereka pun sama paniknya apalagi ketika melihat sang kakak yang sudah tidak karuan begini.
"Sthhh...ajil bawa tas perlengkapan bayi dikamar. Reno sama reza kalian jangan panik. Sekarang kalian tenang dulu." Dengan susah payah ayu pun menginstruktukan perintah kepada adik-adiknya. Setidaknya ia juga harus memberi arahan ke adik-adiknya, pasti mereka juga kaget dengan situasi ini. Ketika mereka sudah tenang, ajil yang bertugas membawa tas perlengkapan bayi langsung berlari ke kamar ayu. Dan si kembar sudah menggendong ayu menuju pintu depan.
Setelah ajil membawa tas bayinya ia pun langsung menyusul sang saudara, tak lupa ia pun mengunci pintu rumah dan merekapun dengan berjalan kaki pergi kerumah bidan neni.

To Be Continue

Sebelum bobo si kembar sempet selfie dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum bobo si kembar sempet selfie dulu. Tumbenan akur begini yakk..wkwkwkwk
Mentang-mentang si ajil udah tidur 😴

I And You [ Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang