Tolong ingatkan Kamila untuk selalu tersenyum cerah ketika menyambut pagi, bukannya tersenyum masam dengan tatapan yang siap mematikan siapa saja yang berani bersinggungan. Meski begitu sebaiknya kita tidak menyalahkan gadis itu, sebab dari adanya tatapan mematikan itu, datang karena pemuda yang kini tengah berdiri petantang-petenteng di depan gadis tersebut seperti tengah mengajaknya untuk baku hantam.
"Lo kira keren petantang-petenteng begitu?" ujar Kamila dengan nada jengah.
Ya Tuhan tolong ijinkan untuk hari ini saja Kamila merasa tenang. Jujur ia sudah sedikit muak dengan pertengkaran tidak jelas, yang selalu terjadi antara dirinya dan Haikal. Terlihat seperti orang bodoh yang tengah adu debat.
"Oh jelas, Haikal mah selalu keren," balas Haikal menyombong.
"Udah lo gausah manyun kayak gitu! Bukannya kelihatan imut, tapi jatuhnya tambah jelek kayak boneka Annabelle." lanjutnya dengan mengejek, Kamila. Haikal yang sejak tadi memperhatikan Kamila mencebikkan bibirnya, karena harus satu kelompok dengannya.
Kan apa dibilang, kenapa ya hari-hari Kamila sial terus, apalagi semenjak mengenal pemuda yang menjadi penyebab kesialannya hari ini. Ada saja hal usil dan mengganggu yang akan pemuda itu lakukan padanya, seperti tidak mengijinkan hidupnya tenang walau satu menit saja.
"Berisik!!" Sentak Kamila yang kekesalannya berlipat ganda.
Gak tau apa, ini hari pertamanya datang bulan. Perutnya terasa amat sakit namun harus tetap ditahan, tapi pemuda disampingnya malah mulai memancing kesabarannya yang setipis tisue yang dibagi dua dan disiram air.
Melihat Kamila yang kesal, bukannya membuat Haikal takut, justru hal tersebut malah membuat pemuda itu terkekeh pelan sambil memperhatikan tingkah gadis disebelahnya itu yang baginya...emmm. "menggemaskan."
Jangan bilang siapa-siapa ya, ini rahasia antara kita dan juga Haikal. Kalau sampai Kamila tahu, bisa malu pemuda tersebut.
"Lo mau marah terus, atau kita ngerjain tugas sekarang? Atau gue aja yang ngerjain tugas sendiri, nanti nama lo gak gue ikut sertakan!!!" Ujar Haikal mengancam.
Kamila berdecih pelan. "Kayak lo bisa aja ngerti itu materi! Emang lo sanggup ngerjain semuanya sendiri?" Ucapnya meremehkan.
"Lo ngeremehin gue?" Tanya Haikal yang merasa tersinggung.
"Gue gak bilang gitu ya. Tapi kalau Lo sadar, bagus deh!! Jadi gue gak harus jelasin lagi panjang lebar." Kata Kamila dengan angkuh.
"Ckckck... Sehari lo enggak ngeremehin gue bisa? Gini-gini walaupun gue pemalas, gue juga pinter kok, gue juga punya otak buat mikir. Ya walau dikit." Ujar Haikal membela diri.
"Gak bisa! Soalnya walaupun lo punya otak sekecil upil, tapi kalau gak dipakai dan gak berfungsi sama aja nol!" Sarkasnya.
"Tapi yaudah deh! Kalau memang lo ngerasa masih punya otak buat mikir. Nih kerjain semuanya sendiri, soalnya gue lagi malas mikir." Kamila mendorong buku tebal yang berada ditengahnya dan Haikal ke pemuda itu.
"Oke gue kerjain. Tapi, sebagai imbalan gue dapet apa nanti?" Tanya Haikal menantang.
Kamila tampak berpikir keras mengenai tantangan dan tawaran yang Haikal.
"Terserah lo mau minta apa, selagi bisa gue lakuin maka bakal gue kabulin." Jawab Kamila tanpa sadar dengan perkataannya barusan.
"Beneran ya ini!!!"
"Iya..."
Haikal tersenyum miring. "Oke gue kerjain, lo tidur aja entar kalau udah selesai gue bangunin sekalian nagih imbalan gue." Suruh pemuda tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Of A Love
Roman pour AdolescentsKamila adalah rumah Karsha. Tapi karena suatu hal, ia harus mendorong jauh gadis itu dari hidupnya. Sementara bagi Kamila, Karsha adalah cintanya yang harus diperjuangkan. Meski ia sendiri, sebenarnya memiliki banyak pilihan. Lalu bagaimana akhirnya...