Kesibukan ujian akhir, ujian masuk perguruan tinggi dan diakhiri dengan kesibukan pindah ke Yogya karena diterima di salah satu universitas disana, membuat Reyna tidak sempat mencari tahu lagi tentang sosok misterius yang mengisi otaknya berbulan-bulan terakhir.
Walaupun beberapa kakak kelas berupaya mendekati Reyna karena wajahnya yang manis dan perilakunya yang ceria serta hangat, namun Reyna masih tidak berminat untuk menerima perhatian salah satu dari mereka. Pikirannya masih tertuju pada cowok itu..yang bahkan sampai sekarang ia hanya tahu namanya Dio, entah rumahnya dimana...Entah ini cinta, atau sudah berubah jadi obsesi...rasa penasaran yang tak kunjung tertuntaskan.
Setiap Reyna pulang ke rumah, mama tampak senang sekali. Bukan karena beliau tidak menyetujui Reyna kuliah di luar kota, tapi karena beliau seperti mendapat tambahan balabantuan untuk mengantarkan ini itu. Seperti sekarang, mama sedang masak sup sehat yang kuahnya saja bahkan bisa dipakai mandi saking banyaknya. Reyna kan anak tunggal, mana mungkin dia harus memakan sup sebanyak itu. Yah...itu sih karena mama suka memberi dan mengirimkan hasil masakannya kesana kemari. Sudah tugas Reyna setiap pulang untuk mengantarkan sup itu ke rumah saudara-saudara. Mama Reyna 9 bersaudara dan hampir semuanya tinggal satu kota, di Solo. Hanya Pakde Pramono yang tinggal di Yogya dan tante Rahayu yang tinggal di Magelang.
Usai mengantar kiriman mama ke rumah 6 bude-budenya, Reyna melintas jalan Diponegoro dengan santai. Dalam swift biru cerahnya mengalun lagunya Tulus "Sepatu". Sambil bernyanyi-nyanyi kecil, Reyna mengangguk-anggukkan kepala dan mengetuk-ketukkan jari ke setir mobil. Jalanan sore hari kota Solo cukup lengang. Lalu mata Reyna menangkap dua sosok cowok di pinggir jalan sedang bercanda. Reyna memperlambat mobilnya. Matanya beradu dengan salah satunya. Walaupun terhalang kaca depan mobil, Reyna yakin cowok itu memandangnya, bahkan sampai memutar badannya untuk mengikuti mobil Reyna. Hati Reyna berdebar kencang. Sesaat ia bimbang memutuskan harus berhenti atau tidak. Gengsi dooong..masa iya harus berhenti demi seorang cowok di pinggir jalan? Tapiiii.....ini pengecualian. Reyna langsung meminggirkan mobilnya. Setelah merapikan sedikit rambutnya yang tergerai panjang, ia keluar dari mobil.
Dari belakang, cowok itu pun menghampirinya dengan senyum tersungging di bibirnya. Awwww..betapa Reyna merindukan cowok ini. Beduk terus bertalu-talu di dada Reyna seiring menghampiri cowok itu.
"Hai...lama nggak keliatan" Cowok itu langsung menyapa Reyna ramah. Ia mengulurkan tangan. "Kita belum pernah kenalan ya....." ujarnya
"I..iya....kamu juga." Reyna mengayunkan tangannya.
"Fabio." Oooooo...namanya Fabio...Bio! Bukan DIO! Dodol....Reyna merutuk dirinya sendiri dan Tita dalam hati. Pantes aja waktu ditelpon nggak ada yang namanya Dio. Berarti tante-tante yang waktu itu bener dong...Adanya Bio, bukan Dio!
"Reyna."
"Kenalin ini temenku, Darwis."
"Darwis". Cowok berkulit cokelat gelap dan berwajah manis itu mengulurkan tangan.
"Reyna" menyambut uluran tangan Darwis.
"Kamu nggak pernah keliatan, kemana aja?" Fabio bertanya padanya sambil menatap Reyna intens. Hati Reyna makin berdebar keras. Dekat cowok ini sungguh nggak baik buat kesehatan jantungnya. Ini semacam dream comes true bangettttt....
"Ng..aku kuliah di Yogya sekarang." Reyna menjawab malu-malu. Duhh..nggak biasanya dia malu-malu begini. Biasanya dia ceplas ceplos dan serampangan. Tapi di depan cowok ini, semuanya menguap begitu saja....
"Ohh..tapi rumah kamu masih tetep di blok A10 situ kan?" Fabio bertanya lagi. Hah? Kok dia bisa tahu rumah Reyna disitu?
"Kok....kamu tau rumah aku disitu?" Reyna bertanya dengan tampang bloon. Kalau nggak jaim, pasti ia sudah teriak-teriak sambil lompat-lompat keliling lapangan Manahan...saking bahagianya...
"Ada deh..." Fabio menjawab sambil memamerkan senyumnya yang memabukkan.
"Emang mas Fabio rumahnya dimana?" Reyna memberanikan diri untuk bertanya.
"Emang kenapa? mau ngirimin mie celor mang Jajang?" Fabio mengerling padanya. Dueng! Berjuta kupu-kupu terasa menggelitik perut Reyna. Duuhhh boleh nggak sih dibungkus trus dibawa pulang?
"Hehehe...masih sering kesitu ya?" Reyna malah nyengir.
"Kadang-kadang. Habis nggak ada kamunya lagi..jadi agak males gitu sih." Weits...rayuan pulau seribu ini...Reyna nggak nyangka kalau Fabio yang selama ini diimpikannya sebagai cowok yang cool, ternyata terbuka dan gampang bergaul. Tapi entah kenapa...kok Reyna menangkap kesan player di diri Fabio. Ah...sudahlah..abaikan!
"Bissaa ajaa...jadi rumahnya dimana Mas?" Masih ngotot aja dia bertanya. Fabio tersenyum geli.
"Aku ngekos kok. Tuh di blok sebelah. Kalo kirim mie celor sekalian sama es cendolnya ya. Hahaha" Fabio mengulurkan tangan menunjuk ke satu arah dekat rumah Reyna, sambil malah menggodanya. Reyna nyengir malu.
tretttt.....tretttt...handphone di saku celana Reyna bergetar. Ia memberi tanda pada Fabio kalau akan mengangkat telpon.
"Ya ma?"
"....."
"Iya sebentar ma...bentar lagi sampe rumah"
"...."
"Iyaa mamaa...iyaaa...bye mama."
"Eh mas Bio, aku harus pergi dulu." Dengan sedikit kesal, Reyna pamit pada Fabio. Sebel sebenarnya sama mama, kenapa mama harus telpon di saat yang nggak tepat. Inginnya ngobrol lebih lama dengan Bio..
"Oke. Hati-hati ya...ntar-ntar aku mampir ke rumah boleh?" Fabio masih saja memamerkan senyumnya yang membuat Reyna harus menghirup oksigen sebanyak-banyaknya kalau nggak mau mati lemas.
"Boleh kok..Mampir ya..beneran." Reyna tersenyum sumringah. Lalu melambaikan tangan pada Fabio dan Darwis yang sedang menelpon, berdiri agak jauh dari mereka.
***
Reyna masih senyum-senyum sendiri sambil memeluk guling diatas tempat tidurnya. Sudah jam 10 malam, tapi dia masih belum bisa memejamkan mata. Ini sungguh diluar perkiraannya. Hari ini membuatnya bahagia. Penantiannya berbulan-bulan, usaha kerasnya untuk bertemu Fabio, seakan terbayar hari ini. Mulai hari ini, ia akan bisa terhubung dengan Fabio...hihihi...
Arrrghhhh! Reyna bangkit tiba-tiba. Dia lupa nggak tanya nomor handphone Fabio. Dan kenapa juga Fabio nggak tanya nomor handphone Reyna sihhhh...Belum lagi tadi Fabio tidak menjelaskan rumahnya secara detil, hanya bilang di blok sebelah rumah Reyna. Hadehhh..cowok sok misterius!
Eh tapi....Reyna masih punya nomor telpon kos Fabio sepertinya. Ia langsung bangkit dan membongkar tasnya. Seingatnya ada catatan di keras kecil yang ia sisipkan di agendanya.
Yeaayy! Nomornya masih ada. Reyna menciumi kertas lusuh itu. Kertas yang sangat berharga saat ini untuknya...karena hanya kertas itu yang menghubungkannya dengan Fabio.
And the story goes...
----
Bahasanya agak kaku ya untuk ukuran cerita SMA? maapkeun..udah lama nggak SMA, jadi binun bahasanya yang lagi ngetren kayak apa..hihihi.. Ini sebenernya cerita lama, tapi udah sebisa mungkin diubah biar lebih luwes. Maap kalau feelnya nggak dapet.
Semoga ada yang suka
luv
BJ
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the moon, beyond the rain
Teen FictionCerita Reyna Alexa dan cinta pertamanya Behind the moon, beyond the rain - just another teenage love story -----------------