Angin menghembus menggoyangkan dahan kamboja hingga bunga berguguran. Awan hitam bergerak menutup cahaya sang bagaskara. Kilatan sang cambuk malaikat berkilatan di langit. Rintik hujan mulai turun membasahi bumi.
Langit seakan ikut menangis kala seorang pujangga bersedih meratapi nisan sang kekasih. Air mata mengalir begitu saja seakan tak mau berhenti. Air hujan jatuh bertubi-tubi tiada henti memukul tubuh tegap Devian hingga basah kuyup.
"Mengapa kau meninggalkanku secepat ini? Apa kau tidak kasian padaku?" Tangan besarnya mengelus nisan sang istri dengan perasaan sedih.
"Bukannya dia tidak kasian padamu, Dev. Tapi dia tiada sebelum waktunya."
Sebuah suara ngebas mengalihkan pandangnya. Seorang pria pakian resmi berdiri tegap sembari memengi payung menatap pusara sang menantu dengan wajah sendu. Dua orang bodyguard mengamip pria tua tersebut. Bangkit dan berdiri tegap menatapnya wajah pria berusia lebih tua darinya dengan pertanyaan yang menyerbu otaknya.
Keningnya mengkerut. "Apa maksud Papa mengatakan kalau Alexa tiada sebelum waktunya?" tanyanya dengan wajah tercengang kaget.
Sang papa mendesah panjang lalu berkata, "Alexa dibunuh oleh orang suruhan Araya. Dari informasi yang papa dapatkan dari salah satu penjaga rumahmu yang selamat akan kejadian tersebut, dia mengatakan dengan detail semua kejadiannya. Bahkan kematian istrimu yang ditembak dan diperkosa oleh mereka hingga akhir hayatnya," jelasnya.
Kedua tangan Devian mengepal kuat. Air mata yang sedari tadi mengalir terhenti. Bukan lagi duka yang melingkupi dirinya, melainkan emosi bercampur dendam yang saat ini tertanam kuat di hati dan otaknya.
"Sebaiknya kau menghilang sementara dari sini. Jangan pulang dari rumah. Semua media sudah mengabarkan kau sudah mati karena kecelakan itu. Pergilah sejauh yang kau bisa bila perlu, hilangkan jejak maupun identitasmu."
"Mengapa aku harus menghilangkan jejakku, Pah? Untuk apa?" tanyanya dengan napas memburu.
Sang papa terlihat tenang ketimbang Devian yang tersulut emosi. "Ini demi kebaikanmu, Dev. Papa gak mau kehilangan anak lagi karena Araya. Cukup kakakmu Devin tidak dengan kau."
***
Hilir mudik para pengunjung rumah sakit terlihat dari sepanjang siang. Para pengujung yang rata-rata pasien di klinik terlihat memprihatinkan. Dokter umum dari pagi sampai siang hari tidak kunjung datang. Mau tak mau dokter Sisilia lah yang harus turun tangan sendiri.
Berbagai pemeriksaan harus ia lakukan sendiri. Dari memeriksa maupun mendiagnosa penyakit apa yang telah di derita pasiennya. Para suster maupun pihak medis tidak ada yang berniat membantunya sama sekali. Mereka hanya berpikir itulah pekerjaan dokter.
Mobil Xenia tepat berhenti di depan rumah dinas. Dokter Sisilia pulang larut hingga hampir tengah malam. Pasien membludak hingga dia kewalahan harus menanganinya sendiri. Sepatu kats yang dia pakai berpijak melangkah masuk ke dalam rumah. Kunci di dalam tasnya di keluarkan kemudian mulai memasukanya ke dalam lubang kunci.
Derit pintu terdengar terbuka. Ruang tamu rumah dinas tersebut gelap gulita. Tak ada satupun lampu yang dihidupkan. Apa mereka semua sudah tidur? Pikir dokter Sisilia. Perlahan tangan mungilnya meraba dinding mencari saklar kemudian menghidupkannya.
"SURPRISE!!!" ucap semua rekan dokter yang menghuni rumah tersebut.
Sontak dokter Sisilia mundur selangkah dan memegangi dadanya. Alisnya naik sebelah melihat apa yang disiapkan kawan-kawannya padanya. Kue dengan lilin berbentuk angka 25 terlihat manis di tengah kue dengan api menyala terang.
"Selamat ulang Tahun, dokter Sisilia," ujar dokter Bryan. Kening dokter Sisilia mengkerut. "Ulang Tahun? Ulang Tahun saya sudah lewat 3 bulan yang lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA SANG MAFIA KEJAM
Acción"Bagiku sebuah pernikahan hanyalah sekali. Bukan kedua kalinya!" _Devian Giovanno Alvero_