Dua orang pria bertubuh besar menyeret lengan ringkih gadis kecil dengan kasar. Meronta sama sekali tidak membuat kedua orang tak berhati tersebut melepaskannya. Garis itu terus saja meminta bahkan menonton dengan tangisnya.
"Diamlah!" bentak salah seorang pria tersebut. Gadis kecil tersebut menggigil ketakutan. Tangisannya masih belum berhenti.
"Biarkan dia berontak. Mumpung masih hidup. Sebentar lagi, 'kan dia bakalan mati!" ujar salah seorang pria tersebut.
Gadis dengan rambut berkepang dua tersebut menggelengkan kepalanya tak menyetujui apa yang akan mereka lakukan padanya.
Mereka berhenti menyeret lengan gadis kecil itu ketika sampai di tepi jurang. Gadis itu terus meronta berusaha melepaskan diri. Seringai nampak di wajah para pria tersebut. Dengan sekali sentak, tubuh gadis itu jatuh ke dalam jurang yang curam. Dua orang pria berbadan kekar itu tertawa bahagia melihat ke dasar jurang yang gelap.
***
Sisilia bangun dengan napas terengah. Keringat bercucuran di kening bahkan wajahnya. Entah sudah berapa kali ia bermimpi seperti itu dan terus sampai ia enggan untuk tidur setiap malamnya. Hingga harus mengandalkan obat tidur sebagai perantara.
Dua suster masuk ke ruangannya dengan wajah berseri. "Syukurlah dokter Sisilia sudah sadar. Saya sangat cemas tadi. Untungnya dokter Revan ada di saat kejadian Anda pingsan, Dok," kata seorang suster dengan rok selututnya.
Sisilia memegangi kepalanya yang masih berdenyut. Ia mendesis ketika merasakan kepalanya yang pening. Mendengar nama dokter sialan itu di sebut membuat kepalanya tambah sakit. Mengapa harus dokter sialan itu? Mengapa tidak dokter lain saja yang lebih baik ketimbang dirinya?
Derit pintu terbuka menampakan makhluk Tuhan paling sempurna di muka bumi. Dokter yang dibicarakan tersenyum manis mendekat padanya. Suster yang berada di samping dokter berhijab itu melangkah keluar dari ruang rawat dokter Sisilia meninggalkan dua sejoli itu.
"Kau tahu, aku sangat cemas melihatmu seperti ini, Sayang."
Sisilia menaikan sebelah alisnya mendengar kata 'sayang' terucap dari bibir pria asing di depannya. Entah setan apa yang merasukinya hingga mengucapkan kata yang membuatnya kesal.
"Dokter Revan yang terhormat! Saya tidak membutuhkan Anda mencemaskan keadaan saya. Mendingan Anda bertugas sekarang. Saya tidak ingin diganggu oleh siapapun termasuk Anda. Jadi, sekarang keluarlah. Saya mau tidur sebentar. Anda membuat kepala saya tambah sakit saja!"
Devian mengulurkan tangannya hendak menyentuh kepala Sisilia namun ditepis oleh wanita berhijab itu dengan cepat. Sisilia memberi tatapan horor pada Devian membuatnya menghela napas panjang.
"Baiklah, my sweety. Aku akan keluar sekarang. Tapi ...."
"Tapi apa? Cepatlah keluar atau aku yang keluar."
Sisilia menyingkap selimutnya kemudian berjalan keluar. Belum sempat ia melangkah, tubuhnya melayang. Matanya mendelik dengan apa yang dilakukan Devian kepadanya. Sisilia memberontak dalam pelukan. Beberapa kali ia memukul-mukul dada Devian namun sang empu hanya bergeming.
"Hai, turunkan aku!" perintahnya.
"Tidak akan, my sweety. Tenanglah atau kau akan jatuh. Aku tidak mau kau sakit. Itu sama halnya menyakitiku."
Devian melangkah keluar dari ruang perawatan. Berbagai pasang mata menatap mereka dengan pandangan aneh. Ada yang terkagum-kagum namun adapula yang iri akan perlakuan Devian. Sisilia yang masih berada di dalam pelukan Devian menutup matanya agar orang-orang menganggapnya tidur. Setelah mati ia menahan malu diperhatikan penghujung rumah sakit.
Lorong demi lorong rumah sakit Devian lewati dengan wajah datarnya. Entah mengapa ia merasa bahagia bisa sedekat ini dengan wanita itu. Cinta? Ia hanya--mencintai almarhumah Angela--istrinya seorang. Walau di lain sisi ia juga menginginkan Sisilia bisa bersamanya walau itu sulit. Sisilia tidak mengetahui jika dirinya adalah seorang mafia yang kini merangkap menjadi dokter spesialis anak. Memikirkan anak ia jadi teringat akan calon anaknya yang telah tiada. Perasaanya campur aduk bagaikan bubur yang masih dalam panci dengan api yang menyala-nyala.
Sekuriti mengangguk setelah Devian memberi perintah. Sisilia membuka sebelah matanya memandang sekitar. Dengan gerakan cepat Sisilia menggigit bahunya hingga Devian melepaskan pelukannya. Teriakan tertahan keluar dari mulut wanita itu. Tubuhnya terhempas ke paving dengan kecepatan tinggi. Mata Devian membelalak hebat melihat wanita di depannya terus saja mengerang kesakitan.
"My sweety, kamu enggak apa-apa?" tanyanya dengan mensejajarkan tinggi badan wanita itu.
Sisilia menatap wajah pria sialan itu dengan mata berkaca-kaca. Kesialan-kesialan selalu ia alami ketika berada di dekat pria itu. Ia merutuki takdirnya hingga Tuhan harus mempertemukan mereka berdua. Apakah Tuhan ingin mereka bersama atau hanya kebetulan semata saja?
"Menyingkir dari hadapanku, Dokter Revan. Aku membencimu!"
Wanita itu melangkah tertatih ke jalanan. Menyetop taksi, masuk ke dalamnya. Devian membeku di tempatnya ketika mendengar kata kebencian terucap dari bibir wanita itu. Ia mengalihkan pandangannya pada taksi yang membawa Sisilia pergi.
Aku memang salah, My Sweety. Tapi aku akan selalu membuatmu bahagia walau itu sulit, pikirnya.
***
Suara tembakan saling bersahutan di ruangan lembab di sebuah gedung tua. Seorang pria tua diikat dengan mulut di lakban terduduk di kursi. Tubuhnya berlumur darah segar. Dua orang pria berbadan kekar melangkah mendekat pada jasad pria itu. Melepaskan ikitannya kemudian menariknya hingga menghilang di balik pintu ruangan.
Seorang melangkah mendekat pada sebuah mobil berjenis Pajero di depan gedung tersebut. Mengetuk kaca lalu mundur perlahan. Kaca mobil terbuka menampakkan sosok pria tampan walau usianya telah bertambah.
"Bagaimana? Apakah dia sudah buka mulut di mana keberadaan putriku?" tanya pria di dalam mobil.
"Tidak, Tuan Alex. Dia hanya mengatakan jika orang suruhannya telah membuang Nona Kayra ke jurang sekitar Bandung."
Pria yang dipanggil Alex mendesah panjang kemudian menembak pria di samping mobilnya beberapa kali hingga sukma dalam raganya dibawa oleh malaikat maut ke akhirat.
"Dasar anak buat bodoh!"
Alex mengalihkan pandangannya menjadi lurus. Ingatannya berkelana ketika itu ia masih bersama anak dan istrinya di sebuah taman. Tawa bahagia tercetak jelas di pikirannya. Istri cantiknya telah pergi karena dibunuh oleh anak buah sebuah kelompok mafia di kotanya waktu itu. Hanya karena kekuasaan dan uang mereka membantai keluarganya bahkan memisahkannya dari putri kecilnya yang manis.
Kayra
Kayra
Kayra ....
Nama itu terus sana membuat dadanya sesak seketika. Alex mencengkeram dadanya memikirkan keberadaan putrinya yang masih hidup atau mati.
Kayra, Papa kangen kamu. Kamu di mana, Sayang? Apa kamu enggak kangen sama Papa, Nak? pikirnya.
B E R S A M B U G
.
.
.
.
.
.
.
.Duh, berapa abad, ya enggak up cb ini? Banyak yang protes. Kesibukan dunia membuatku agak lupa alur. Untuk bisa up. Up lagi besok hari minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR CINTA SANG MAFIA KEJAM
حركة (أكشن)"Bagiku sebuah pernikahan hanyalah sekali. Bukan kedua kalinya!" _Devian Giovanno Alvero_