Sejak tadi, Juragan Bonteng sudah gelisah menunggu kedatangan Ki Sempur Walang. Seharusnya, orang tua itu sudah datang, tapi sampai kopi dicangkirnya tandas, belum juga terlihat batang hidungnya.
"Cagaaak...!" teriaknya.
Laki-laki bernama Cagak itu buru-buru menghampiri majikannya di beranda depan. Wajahnya tampak ketakutan.
"Ada apa, Juragan?"
"Mana Ki Sempur Walang?"
"Eh, ng... memang belum datang juga, Juragan?"
"Masih banyak tanya lagi?! Panggil dia cepat. Kalau masih membantah, katakan aku akan memecatnya sekarang juga!"
"Baik, Juragan."
Baru saja Cagak Layung akan memutar tubuhnya. Terlihat orang yang sedang dibicarakan berada di pintu pagar. Lelaki tua itu berjalan tertatih-tatih sambil mendekap dadanya. Dari raut wajahnya, nampak bias kesakitan hebat. Cagak Layung pun segera menghampiri dengan heran.
"Ki Sempur, apa yang terjadi...?"
"Diam kau!" Cagak Layung menelan ludahnya, mendengar bentakan Ki Sempur Walang. Dalam hatinya semakin tak suka melihat kelakuan orang tua itu begitu membencinya.
"Ki Sempur, apa yang telah terjadi? Kau habis bertarung?" tanya Juragan Bonteng heran.
Orang tua itu duduk di kursi depan. Napasnya diatur beberapa saat, sebelum menjawab pertanyaan laki-laki berperut gendut itu.
"Tidak apa-apa! Aku terjatuh...."
Juragan Bonteng mengernyitkan dahi. Sekilas bisa mengetahui kalau Ki Sempur berbohong. Tapi, untuk berterus terang mengatakan yang sebenarnya, tentu akan membuat orang tua itu tak senang.
"Ada apa kau menyuruh Cagak Layung memanggilku?"
Juragan Bonteng menghela napas sesak. Kalau saja urusannya bukan soal perkelahian, mungkin masih bisa berharap banyak pada orang tua ini. Tetapi, melihat keadaan Ki Sempur demikian, tentu tak bisa diandalkan. Tetapi..., apa betul Ki Sempur babak belur dihajar seseorang? Siapa yang telah berani berbuat demikian di desa ini?
"Ada persoalan apa, Juragan Bonteng?!" tanya Ki Sempur mengulangi pertanyaannya. Kali ini lebih keras.
"Si Gondo kemarin sore dipukul seseorang. Cagak Layung sudah kukirim untuk menghajar orang itu. Tetapi, dasar ayam sayur, mereka malah babak belur. Nah, bisakah kau membereskannya sekarang?" tanya Juragan Bonteng, setelah menghela napas pendek.
"Siapa orang itu?"
"Entahlah, orang asing. Dia berada di rumah Nyi Larasati saat ini...."
"Pemuda berambut panjang dan berbaju rompi?"
Bola mata Ki Sempur terbuka lebar, menduga orang yang dimaksud Juragan Bonteng.
"He, Cagak Layung! Bagaimana pemuda yang kau katakan itu?!" teriak Juragan Bonteng.
"Ya, pemuda berambut panjang dan berompi putih," jelas Cagak Layung mantap.
"Sial!" dengus Ki Sempur Walang sambil menghantam meja.
"Kenapa?" tanya Juragan Bonteng heran.
Ki Sempur Walang tak sudi menjawab. Hanya wajahnya saja yang geram menunjukkan isi hati penuh dendam. Sangat memalukan, dirinya yang selama ini ditakuti dan tak seorang pun berani menentang, tiba-tiba dijatuhkan seorang pemuda di hadapan wanita yang selama ini dikejarnya.
"Ki Sempur, bisakah kau membereskan pemuda itu? Kalau dibiarkan saja, dia akan besar kepala dan menginjak-injak wibawaku!" desak Juragan Bonteng, meminta bantuan laki-laki tua itu.
Ki Sempur belum menjawab, ketika dilihatnya beberapa anak buah Cagak Layung mencoba menahan seorang pemuda yang berusaha masuk ke dalam. Ki Sempur menyipitkan mata, dan bertanya pelan pada Cagak Layung yang berada di dekatnya.
"Cagak Layung, pemuda itukah yang kau maksud?"
"Betul, Ki...."
Juragan Bonteng terkejut mendengar jawaban Cagak Layung. "Mau apa dia ke sini?"
Cagak Layung dan Ki Sempur Walang terdiam. Di depan sana, terlihat keempat anak buah Cagak Layung telah mencabut sebilah golok masing-masing dan bersiap akan menyerang pemuda itu.
"Juragan Bonteng, beginikah caramu menerima tamu yang akan berkunjung secara baik-baik?!" teriak pemuda itu keras.
Juragan Bonteng terpaku sesaat. Diliriknya Cagak Layung dan Ki Sempur Walang. Tetapi, mereka membisu dan tak memberikan jawaban apa pun.
"Biarkan dia masuk!" perintah Juragan Bonteng akhirnya.
Keempat penjaga itu langsung menyarungkan golok dengan wajah penasaran. Pemuda yang tak lain dari Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti itu, melangkah pelan dan memperhatikan ketiga orang yang berada di beranda depan. Dua orang telah dikenalnya, dan pikirannya cepat membuat kesimpulan, laki-laki berperut buncit itulah tentunya Juragan Bonteng.
"Kaukah yang bernama Juragan Bonteng?" tanyanya perlahan.
Juragan Bonteng salah tingkah. Tetapi akhirnya, dia mengangguk pelan dan menyilakan pemuda itu duduk.
"Terima kasih," sahut Rangga, mengambil tempat persis di depan mereka.
"Ada keperluan apa Kisanak datang kemari? Dan, siapa Kisanak sebenarnya?" tanya Juragan Bonteng, berpura-pura ramah.
"Aku cuma pengembara biasa yang kebetulan lewat. Namaku Rangga, terlebih dulu aku merasa perlu meminta maaf, Kisanak. Sesungguhnya, aku tak akan berlaku kasar terhadap orang-orangmu kalau mereka tidak mulai lebih dulu. Kedatanganku ke sini, membawa beberapa maksud. Pertama, ingin ku jelaskan tuduhan putramu. Aku tidak pernah memukulnya sekali pun. Malah, dia bersama kawan-kawannya memukuli putra Rara Ningrum. Dan, aku berusaha melerai," jelas Rangga tenang.
"Yang kedua, aku ingin Ki Sempur Walang jangan mengganggu Rara Ningrum lagi, juga kau, Juragan Bonteng. Aku mohon, jangan menambah penderitaan Nyi Larasati dengan memburuk-burukkan keluarga mereka. Bagaimana, Juragan Bonteng?"
Laki-laki berperut buncit itu tersenyum, mengangguk-anggukkan kepala. "Tentu saja, Kisanak. Aku percaya kau menyatakan yang sejujurnya!" Lalu, laki-laki itu berpaling pada Ki Sempur Walang, "Kau dengar, Ki Sempur? Aku tak mau mendengar kau mengganggu Rara Ningrum lagi!"
"I..., iya, Juragan."
"Nah, kau dengar itu, Kisanak? Ki Sempur telah berjanji. Ada lagi yang ingin kau sampaikan padaku?"
Rangga tersenyum kecil, dan bangkit dari duduknya. "Terima kasih atas kemurahan hatimu, Kisanak. Aku akan selalu mengingatnya. Tetapi, percayalah..., aku akan datang kembali ke sini kalau ternyata kalian melanggar janji," tegas Pendekar Rajawali Sakti sebelum berlalu dari sana.
Wajah Juragan Bonteng, yang sejak kehadiran pemuda itu selalu tersenyum-senyum, seketika berubah setelah Pendekar Rajawali Sakti menghilang dari tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
86. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Membara
AcciónSerial ke 86. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.